Search
Close this search box.
YCP

Mengenang 20 Tahun Setelah Tsunami Asia: Kehancuran, Pemulihan, dan Ketangguhan

Cerita

[26 Desember 2024 – Bangkok, Thailand] – Dua puluh tahun yang lalu, dunia menyaksikan salah satu bencana paling dahsyat dalam sejarah modern. Pada 26 Desember 2004, gempa bumi dahsyat berkekuatan 9,1 skala Richter mengguncang lepas pantai Indonesia, memicu tsunami besar dengan gelombang setinggi 30 meter yang menghancurkan jutaan jiwa di 14 negara. Tsunami Samudra Hindia menyebabkan lebih dari 227.000 jiwa melayang, dengan Indonesia, Sri Lanka, dan Thailand sebagai wilayah yang paling parah terdampak.

Aceh, Indonesia

Aceh, Indonesia, mengalami kerugian terbesar, dengan sekitar 170.000 jiwa hilang. “Saya tiba di Aceh pada pertengahan Januari 2005, dan apa yang saya saksikan benar-benar di luar imajinasi,” kata Renee Picasso Manoppo, Manajer Kemanusiaan dan Tanggap Darurat di CARE Indonesia. “Seluruh bangunan rata dengan tanah, ladang menggantikan tempat yang dulunya rumah, dan tubuh manusia berserakan di mana-mana. Rasanya seperti semua harapan telah hilang.”

Tanggap darurat tsunami menghadapi tantangan besar. Ribuan orang kehilangan tempat tinggal, komunikasi hanya mengandalkan telepon satelit, dan koordinasi bantuan sangat sulit, dengan ratusan penerbangan tiba setiap hari di Banda Aceh. Meskipun menghadapi berbagai hambatan, CARE Indonesia menyediakan air bersih, sanitasi, perumahan, layanan kesehatan, dan dukungan mata pencaharian kepada lebih dari 350.000 orang di Banda Aceh, Aceh Besar, dan Pulau Simeulue, membuka jalan untuk pemulihan jangka panjang. Program terkait tsunami ini selesai pada tahun 2009, meninggalkan dampak yang bertahan lama di wilayah tersebut. “Hari ini, terutama Banda Aceh, telah mengalami kemajuan yang luar biasa,” kenang Renee. “Kesiapsiagaan bencana kini menjadi bagian dari kehidupan. Sekolah mengajarkan anak-anak cara merespons krisis, dan masyarakat lebih siap menghadapi tantangan di masa depan.”

Mullaitivu, Sri Lanka

Di Sri Lanka, tsunami merenggut 30.500 jiwa dan menyebabkan kehancuran besar-besaran. Mullaitivu, sebuah wilayah pesisir, adalah salah satu yang paling parah terdampak. “Ketika laut surut, kami pikir airnya mengering, tidak tahu apa yang akan datang. Ayah mertua saya menyelamatkan saya dan anak saya dengan berpegangan pada pohon, tetapi dia kehilangan nyawanya karena gelombang,” kata Vasthiampillai Jeyarani, seorang penyintas. Dia adalah salah satu dari banyak orang yang bekerja sama dengan CARE untuk membangun kembali rumah dan mendukung pemulihan jangka panjang di komunitasnya. Selain bantuan langsung, sebuah Pusat Manajemen Bencana tingkat distrik didirikan untuk mempersiapkan krisis di masa depan. Hal ini menjadi sangat penting selama Siklon Fengal, ketika peringatan dini menyelamatkan nyawa dan properti.

Hari ini, perempuan di Sri Lanka Utara berada di garis depan upaya pemulihan. Banyak dari mereka telah memulai usaha kecil, seperti produksi makanan dan kerajinan tangan, yang membantu menghidupi keluarga mereka dan meningkatkan ekonomi lokal.

Pantai Andaman, Thailand

Di Thailand, tsunami merenggut lebih dari 5.000 jiwa, menghancurkan pantai Andaman, sebuah tujuan wisata populer. Meskipun sebagian besar perhatian media selama tsunami difokuskan pada turis internasional yang berlibur di Thailand, keluarga nelayan lokal menghadapi dampak jangka panjang. Lebih dari 500 perahu nelayan, sepuluh kapal trawl, dan infrastruktur penting hancur, membuat banyak orang kehilangan rumah dan mata pencaharian.

Raks Thai Foundation (CARE Thailand) memfokuskan bantuan di daerah non-wisata seperti Krabi, Phang Nga bagian utara, dan Ranong, di mana bantuan terbatas, untuk mendukung komunitas rentan, termasuk masyarakat Moken; komunitas adat, dan pekerja migran. Untuk menghindari duplikasi dan inefisiensi dalam upaya bantuan, tim memperkenalkan dana bergulir milik komunitas. “Prinsipnya sederhana – memberikan uang tunai langsung kepada orang-orang terdampak, bukan barang bantuan yang telah dipilih sebelumnya,” kata Promboon Panitchpakdi, Direktur Eksekutif Raks Thai Foundation. Komunitas mengelola dana tersebut, menetapkan syarat pengembalian untuk memastikan keberlanjutan.

Bagi masyarakat Moken, komunitas pelaut adat, dana ini sangat transformatif, memungkinkan mereka memperbaiki perahu dan memulihkan cara hidup tradisional mereka. Inisiatif ini tidak hanya mendukung pemulihan langsung tetapi juga membangun dasar untuk ketahanan jangka panjang.

20 Tahun Setelah Tsunami Samudra Hindia

“Saat kita memperingati 20 tahun sejak tsunami dahsyat di Samudra Hindia, kita merefleksikan tragedi yang mengubah lanskap kemanusiaan global. Tsunami 2004 menjadi titik balik tidak hanya bagi CARE, tetapi juga bagi seluruh komunitas kemanusiaan. Kita belajar pentingnya koordinasi dan ketangguhan semangat manusia. Saat ini, kita menghadapi krisis yang semakin sering dan kompleks, diperburuk oleh perubahan iklim, yang secara tidak proporsional memengaruhi orang miskin dan rentan, terutama perempuan dan anak perempuan.

Di CARE, kami telah belajar bahwa menangani krisis kemanusiaan membutuhkan lebih dari sekadar bantuan langsung. Ini memerlukan dukungan pemulihan, membangun ketahanan, dan secara proaktif mempersiapkan guncangan di masa depan. Kami berkomitmen pada sistem peringatan dini berbasis komunitas, kesiapsiagaan bencana, dan perlindungan mata pencaharian. Seiring bertambahnya tantangan, tekad kami untuk membantu mereka yang paling terdampak oleh perubahan iklim untuk beradaptasi dan berkembang juga semakin kuat,” tutup Ramesh Singh, Direktur Regional Asia.

Gambar Tsunami

Tsunami di Indonesia – klik di sini
Tsunami di Thailand – klik di sini dan Pemulihan Thailand klik di sini
Untuk pertanyaan media, silakan hubungi:

Sarita Suwannarat, Penasihat Komunikasi Regional Asia
Email: Sarita.Suwannarat@care.org

 

20 years of Tsunami – Aceh, I

20 Tahun Tsunami – Aceh, Indonesia

Cerita

Pada 26 Desember 2004, dunia menyaksikan salah satu krisis kemanusiaan terburuk dalam sejarah—Tsunami Samudra Hindia. Aceh, Indonesia, adalah daerah yang paling parah terdampak. Di Indonesia saja, jumlah korban diperkirakan mencapai 170.000 orang, meninggalkan dampak yang mendalam bagi wilayah dan masyarakatnya. Di sini, kami membagikan percakapan dan refleksi dengan rekan-rekan kami di Indonesia saat mereka mengenang peristiwa 20 tahun yang lalu.

Menghadapi Dampak Langsung

“Saya tiba di Aceh pada pertengahan Januari 2005, dan apa yang saya saksikan sungguh di luar apa yang bisa saya bayangkan. Kehancuran terlihat sejauh mata memandang—bangunan-bangunan rata dengan tanah, ladang terbuka di tempat rumah dan bangunan sebelumnya berdiri, serta tubuh-tubuh berserakan. Skala kehancuran itu terasa seperti harapan untuk hidup telah hilang,” kata Renee Picasso Manoppo, Manajer Kemanusiaan dan Respons Darurat di Yayasan CARE Peduli (CARE Indonesia).

Meskipun ia tidak berada di CARE saat tsunami melanda, Renee bekerja di sektor kemanusiaan dan berkontribusi dalam upaya global untuk menyelamatkan nyawa di Indonesia. “Pekerjaan saya fokus pada distribusi bantuan untuk memenuhi kebutuhan mendesak, terutama pasokan air dan makanan, dengan air yang sangat dibutuhkan. Sebagian besar upaya kami terkonsentrasi di Banda Aceh, Calang, dan Meulaboh.”

Proses respons menghadapi tantangan besar, terutama terkait dengan tempat penampungan. Relokasi orang ke area baru sangat sulit, dan aspek hukum dalam membangun kembali rumah juga sulit, karena banyak rumah yang hancur total. Infrastruktur hancur, dan komunikasi hanya bergantung pada telepon satelit atau teknologi Code Division Multiple Access (CDMA), karena semua sinyal lainnya terputus. Hal ini membuat koordinasi sangat sulit, terutama karena ini adalah pengalaman pertama Indonesia dengan bencana sebesar ini. Permintaan logistik sangat besar, dengan ratusan penerbangan bantuan yang tiba setiap hari di Banda Aceh, menciptakan kemacetan dan semakin mempersulit upaya distribusi,” kenang Renee.

Tantangan dan Pemulihan

Pada 2006, selama fase pemulihan, kehancuran masih terlihat. “Kapal-kapal terdampar di atas rumah, dan kapal-kapal besar terjebak di tengah kota,” kata Awalia Murtiana, Manajer Program di Yayasan CARE Peduli (CARE Indonesia). “Selama saya berada di sana, gempa sering terjadi dan tidak dapat diprediksi—terjadi saat makan siang, tidur, atau bahkan saat rapat. Meskipun gempa itu tidak berlangsung lama, banyak warga yang masih trauma mendalam setiap kali tanah bergetar,” kenangnya.

Meskipun Awalia tidak berada di CARE pada saat itu, pekerjaannya fokus pada penanganan masalah kesehatan reproduksi di daerah yang terdampak tsunami, termasuk memperkuat kapasitas distrik lokal untuk mengelola sistem data kesehatan reproduksi, dan mendistribusikan kit kesehatan reproduksi yang penting kepada komunitas yang terdampak.

“Selama proses pembangunan kembali, warga setempat awalnya kesulitan beradaptasi dengan masuknya relawan dan pekerja dari seluruh dunia. Namun, kebutuhan besar akan tenaga kerja lokal mendorong ketahanan di antara komunitas. Banyak perempuan yang mengambil peran sebagai penjaga keamanan dan pekerjaan lainnya. Saya sangat terkesan melihat perempuan, yang biasanya bekerja di ladang, mulai merangkul peran-peran non-tradisional ini,” kenang Awalia.

Aceh Saat Ini – Warisan Ketahanan

“Perkembangan di Aceh sungguh luar biasa,” kata Renee. “Pengurangan risiko bencana berbasis komunitas telah berkembang pesat, dan kesiapsiagaan bencana kini tertanam dalam masyarakat. Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) sangat aktif, dengan fasilitas evakuasi, jalur, dan tanda-tanda yang tersebar di seluruh wilayah. Sekolah-sekolah bahkan telah memasukkan respons bencana ke dalam kurikulumnya, memastikan anak-anak lebih siap menghadapi krisis di masa depan,” tambahnya.

Museum Tsunami Aceh berfungsi sebagai pengingat yang mendalam akan masa lalu, sebuah tempat di mana pengunjung dapat menghadapi besarnya tragedi dan memetik pelajaran darinya. “Aceh telah melalui perjalanan panjang. Aceh kini lebih kuat dan lebih siap menghadapi tantangan di masa depan,” tambah Awalia.

CARE Indonesia merespons segera Tsunami Samudra Hindia 2004, memberikan bantuan yang menyelamatkan nyawa dan mendorong upaya pemulihan jangka panjang untuk komunitas yang terdampak. Program ini menjangkau lebih dari 350.000 orang di Aceh, menyediakan air bersih, sanitasi, tempat tinggal, dukungan mata pencaharian, dan layanan kesehatan. Program tsunami ini selesai pada 2009 dan menjadi landasan bagi upaya yang berkelanjutan, dengan CARE Indonesia terus mendukung komunitas yang rentan dan memperkuat ketahanan mereka terhadap bencana di masa depan.

Foto dari Indonesia: Klik di sini

Kredit foto: Renee Picasso Manoppo / Mei 2005

YCP

Perubahan Pola Pikir jadi Salah Satu Aspek Lahirkan Pemimpin Perempuan

Cerita

Keterlibatan perempuan di ruang pengambilan keputusan di Indonesia masih memerlukan perjuangan yang cukup panjang. Menurut data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia tahun 2023, jumlah perempuan yang menjabat pada posisi manajerial sebanyak 35,02 persen. Kecilnya keterwakilan perempuan juga terjadi pada susunan kabinet Merah Putih 2024 yang berjumlah 10,42 persen, dari 48 menteri yang ada, hanya memiliki lima orang menteri perempuan. Sehingga ketelibatan dan keterwakilan perempuan untuk menjadi pemimpin harus didorong ke arah yang lebih baik melalui kebijakan pemerintah dan juga perubahan cara berpikir masyarakat.

Novita Anggraeni, Gender and Social Inclusion Specialist Yayasan CARE Peduli (YCP) menjelaskan, rendahnya jumlah partisipasi perempuan dalam ruang pengambil keputusan dipengaruhi oleh faktor sosial dan kultural masyarakat yang masih sangat kental dengan dominasi laki-laki. “Pandangan ini juga masih melekat serta memengaruhi pengambilan keputusan di ruang publik seperti di masyarakat, tempat kerja, bahkan di politik. Laki-laki masih diberi ruang dan kewenangan lebih besar sedangkan perempuan seringkali harus berusaha lebih keras untuk bisa mengambil peran strategis atau mengambil peran dalam pengambilan keputusan di semua ruang tadi,” katanya.

Lebih lanjut, Novi menyampaikan pandangan masyarakat tentang terwujudnya pemimpin perempuan terus terjadi serta menuju ke arah yang baik. “Meski belum ideal, tetapi sekarang pola pikir masyarakat tentang kepemimpinan perempuan sudah mulai berubah. Demokrasi di Indonesia adalah sebuah ruang pertempuran besar bagi kepemimpinan perempuan. Perempuan memiliki potensi dan ruang untuk menunjukan kualitasnya sebagai pemimpin di ruang publik,” lanjutnya.

Novi juga menyampaikan, upaya untuk mengubah pola pikir dan membangun persepsi baru tentang kepemimpinan perempuan membutuhkan waktu yang tidak sebentar dan harus melibatkan generasi muda. “Mendorong perspektif perempuan dan laki laki sebagai mitra setara dan menghargai serta mengapresiasi berdasar kualitas manusia tersebut bukan berdasar jenis kelamin serta label-label tradisional yang bias gender,” imbuhnya.

Dukungan terhadap perempuan sebagai pengambil keputusan juga tertuang melalui kebijakan pemerintah dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2003 yang mengamanatkan kepada partai politik peserta Pemilu untuk memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya sebanyak 30 persen. Menurut data yang dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), keterwakilan perempuan di parlemen terus mengalami pertumbuhan. Pada tahun 1977 perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berjumlah 8,04 persen, lalu pada tahun 2024 berubah menjadi 21,9 persen.

Jalan Pemimpin Perempuan di Akar Rumput

Sejalan dengan gagasan pemerintah, Rifa Zunatin anggota Kelompok Usaha Ekonomi Perempuan (KUEP) Perempuan Tangguh Peduli di Kabupaten Musi Banyuasin menegaskan, perempuan memang seharunya ikut dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, mulai dari lingkungan tempatnya tinggal. “Contohnya dalam pembangunan di desa, itu harus mengakomodir kebutuhan perempuan. Maka dari itu perempuan harus diberikan ruang untuk menyampaikannya,” tegas Rifa.

Menurut Rifa, perempuan juga memiliki kualitas dan kemampuan yang sama dengan laki-laki untuk menjadi pemimpin seperti ketegasan, empati, logika, dan manajemen. Sehingga ia mendorong dirinya dan perempuan di sekitarnya untuk mengambil peran di masyarakat. “Perempuan itu harus berani untuk menyuarakan pendapatnya. Bahkan tidak masalah jika perempuan menjabat sebagai kepala dusun (kadus), ketua rukun tetangga (RT), dan sebagainya. Bagi saya, kemampuan untuk melihat suatu hal secara detail menjadi keunggulan perempuan dibandingkan laki-laki.

Lebih lanjut, Rifa menjelaskan, untuk membangun kesadaran kolektif tentang kepemimpinan perempuan dibutuhkan sosialisasi yang rutih dan diterima oleh banyak orang. Sehingga, ia aktif mengikuti berbagai kelompok serta mengajak perempuan untuk berpartisipasi di dalamnya. “Saya masuk ke banyak perkumpulan seperti pengajian, perkumpulan pemudi, kelompok wanita tani (KWT), dan kelompok usaha ekonomi peremuan (KUEP). Saya juga mendorong perempuan untuk mengikuti berbagai kegiatan, caranya dengan menyampaikan hal apa yang akan dipelajari dan didapat jika mengikuti organisasi itu,” imbuhnya.

Rifa juga menyadari jika seorang perempuan ingin menjadi pemimpin atau masuk ke ruang pengambil keputusan memerlukan dukungan dari orang-orang di sekitarnya. Pasalnya, ia pernah mendapatkan mendapatkan selentingan miring karena sering berkegiatan di luar rumah terlalu lama. “Sebagai seorang ibu dan istri, dukungan dari suami dan anak menjadi sangat penting. Jika tidak ada dukungan dari mereka, tentu saja saya tidak bisa beraktivitas di luar rumah. Bagi saya keterbukaan pikiran dan dukungan dari tetangga juga penting bagi aktivitas saya,” pungkas Rifa.

Penulis: Kukuh A. Tohari

Editor: Swiny Adestika

maggot

Warga Depok Dilatih Kelola Sampah Organik Rumah Tangga dengan Budi Daya Maggot

Cerita

Pengelolaan sampah organik rumah tangga menjadi salah satu aspek yang harus diperhatikan dengan seksama. Pasalnya, menurut data yang dikeluarkan oleh Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), pada tahun 2023, jumlah timbunan sampah di Indonesia berjumlah sekitar 40 juta ton per tahun. Lalu, menurut data Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Depok, pada tahun 2023 setiap hari terdapat 900 hingga 1.000 ton sampah dibuang di TPA Cipayung, Depok. Namun, menurut sumber yang sama, kapasitas TPA Cipayung tidak mampu menerima jumlah sampah yang datang. Sejurus dengan itu, Pemerintah Kota Depok juga telah mengimbau kepada masyarakat setempat untuk memilah sampah rumah tangga agar menekan jumlah sampah yang masuk ke TPA Cipayung melaui program Depok Go Bersih (D’Gober) tertuang di Instruksi Wali Kota Depok Nomor 13 Tahun 2024 tentang Gerakan Mengelola Sampah.

Universitas Airlangga menyebutkan, menggunakan maggot dari lalat Black Soldier Fly (BSF) merupakan langkah yang baik untuk mengatasi sampah organik. Satu kilogram maggot bisa mengurai dua sampai lima kilogram sampah organik per hari. Menurut informasi yang dikeluarkan oleh Universitas Gajah Mada, maggot memiliki nilai ekonomi yang bisa dirasakan oleh pihak yang membudidayakannya. Maggot bisa dijual dalam keadaan hidup dan juga kering sebagai pakan ternak. Kotoran maggot yang disebut bekas maggot (kasgot) juga bisa dimanfaatkan sebagai pupuk penyubur tanaman.

Melihat potensi pengelolaan sampah organik melalui budidaya maggot, Yayasan CARE Peduli (YCP) yang didukung oleh Program Dedikasi Untuk Negeri dari Bank Indonesia memberikan pelatihan teknis budidaya maggot serta manfaat dalam pengelolaan sampah organik kepada 260 kepala keluarga (KK) di Kota Depok. Berkolaborasi dengan Biomagg, selain pembekalan terkait pengelolaan sampah organik, para peserta juga diberikan penguatan kapasitas terkait kesetaraan gender dalam rumah tangga. Para peserta diajak untuk memahami, perempuan dan laki-laki memiliki peran serta tanggung jawab yang sama dalam keluarga. Sehingga, pekerjaan rumah tangga bukan saja menjadi tanggung jawab perempuan, melainkan juga laki-laki.

Agus Tri Wahyono, Program Manager Yayasan CARE Peduli menjelaskan, kolaborasi YCP dan Bank Indonesia menekankan pada penguatan pelibatan kelompok mayoritas perempuan di tingkat RT dan RW. Partisipasi aktif kelompok ditekankan pada pengelolaan sampah organik rumah tangga serta peningkatan kapasitas terkait literasi keuangan rumah tangga yang responsif gender, dilihat dari adanya potensi ekonomi yang bisa dihasilkan dari budidaya maggot. “Pelatihan pengelolaan sampah organik pada rumah tangga dengan maggot dilaksanakan dalam 10 kali. Tiap pelatihan mempunyai dua sesi yang tiap sesinya diberikan pelatihan terkait literasi keuangan keluarga yang melibatkan perempuan dan laki-laki dalam rumah tangga, pengenalan gender secara umum serta penjelasan budidaya maggot dan manfaatnya. Tiap sesi diikuti sekitar 10 sampai 15 peserta,” katanya.

Lanjut Agus, seluruh peserta tidak hanya mendapatkan informasi tentang pengelolaan sampah dengan budi daya maggot, tetapi juga mendapatkan bibit maggot dan paket Bio Box dari Biomagg, sebagai tempat untuk mengembangkan maggot dalam mengurai sampah. “Bibit maggot akan siap dipanen setelah berkembang selama 15 sampai 20 hari akan memiliki ukuran antara 0,3 cm sampai 1,5 cm. Kemudian, para peserta pelatihan dapat menjual maggot hidup yang siap panen kepada Biomagg yang merupakan kolaborator program seharga Rp4,000 per kilogram atau bisa dimanfaatkan secara pribadi,” jelasnya.

Arniah Purwanti, salah satu peserta pelatihan asal Kecamatan Tapos, Kota Depok mengatakan tertarik untuk mengikuti pelatihan pengelolaan maggot karena bisa mendatangkan keuntungan secara ekonomi. Sebelumnya ia menemui kesulitan untuk menjual maggot yang dikembangkannya. Menurutnya, dengan adanya program pengelolaan sampah organik yang dilaksanakan oleh YCP, ia dapat mengetahui tempat untuk menjual maggot yang dipeliharanya. “Saya lihat di media sosial kalau maggot bisa dijual. Tapi ternyata pemasarannya itu susah banget. Nah kalau sekarang kan sudah tahu tempat untuk jual maggotnya. Jadi ya lebih mudah,” ujar Arin.

Lebih lanjut, Arin menjelaskan telah memiliki rencana bersama rekan-rekannya yang juga mengikuti workshop, telah bersepakat untuk mengelola maggot secara kolektif. “Di tempat kami sampah organik, sampah daur ulang, dan sampah residu dipisah, jadi lebih gampang diolahnya dan gak perlu pilih-pilih lagi. Nah makannya nanti dengan adanya maggot ini, jadi sebelum sampah organiknya bau, kita ambil duluan buat makan si maggot,” pungkas Arin.

 

Penulis: Kukuh A. Tohari

Editor: Swiny Adestika

traveloka - ycp

Proteksi Ekosistem Mangrove Pulau Bintan Melalui Pemberdayaan Kelompok Perempuan

Galeri

Traveloka berkolaborasi dengan CARE Indonesia dan Yayasan Ecology melakukan perlindungan mangrove melalui pemberdayaan perempuan di Desa Berakit, Kabupaten Bintan. Pada peluncuran program yang dilaksanakan pada Senin (9/12), berhasil dilakukan penanaman 1.000 bibit mangrove dari target 50.000 bibit mangrove di zona penyangga kawasan konservasi laut. Pelibatan aktif kelompok perempuan tidak hanya untuk menjaga ekosistem mangrove, tapi juga dalam pembibitan dan penguatan ekonomi kelompok perempuan.

traveloka - ycp

Kolaborasi Traveloka dan CARE Indonesia Perkuat Proteksi Ekosistem Mangrove di Pulau Bintan Melalui Pemberdayaan Kelompok Perempuan

Berita

Bintan, 9 Desember 2024 – Traveloka, platform perjalanan terdepan di Asia Tenggara, berkolaborasi dengan Yayasan CARE Peduli (YCP/CARE Indonesia) melalui inisiatif Pahlawan Pohon untuk menanam 50.000 bibit mangrove di zona penyangga kawasan Konservasi Laut. Kolaborasi ini juga menginisiasi pembentukan Kelompok Usaha Ekonomi Perempuan (KUEP) untuk mengelola beragam potensi ekonomi dari komoditas unggulan setempat. Kegiatan yang akan dilakukan pada kawasan hutan mangrove seluas 14.000 hektar ini bertujuan untuk mendukung pencapaian target Net Zero Emission Indonesia tahun 2060 dan sesuai dengan visi pemerintah dalam menghijaukan kembali lebih dari 12 juta hektar hutan yang terdegradasi secara bertahap demi terciptanya ekonomi hijau dan biru, ketahanan pangan, iklim dan ketangguhan masyarakat.

Peluncuran program ini dihadiri oleh Sekretaris Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau, La Ode M. Faisal; CEO Yayasan CARE Peduli, Dr. Abdul Wahib Situmorang; perwakilan dari Traveloka; aparatur desa; dan perwakilan masyarakat desa.

Caesar Indra, President, Traveloka, menyampaikan “Kolaborasi Traveloka dengan CARE Indonesia merupakan salah satu bentuk komitmen Traveloka di pariwisata berkelanjutan melalui inisiatif Pahlawan Pohon, yang berfokus pada pelestarian alam dan pemberdayaan masyarakat lokal. Sebanyak 150.000 pohon mangrove yang telah dan akan ditanam di berbagai wilayah, termasuk Kepulauan Seribu, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Pulau Bali, dan Kepulauan Riau, diharapkan dapat memberikan dampak positif yang signifikan terhadap keberlanjutan lingkungan dan perekonomian lokal.”

Sekretaris Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau, La Ode M. Faisal menyambut baik kolaborasi Traveloka dan CARE Indoesia serta menekankan pentingnya perlindungan 14.000 hektar hutan mangrove yang tersebar di Pulau Bintan. “Untuk mendukung kawasan konservasi di Kabupaten Bintan bermanfaat secara baik, kegiatan seperti hari ini sangat kita harapkan. Penanaman mangrove yang melibatkan masyarakat, tentu kita berharap keberhasilannya lebih terjamin karena jika tidak didukung oleh masyarakat bisa ada potensi pihak yang merusak. Dengan melibatkan masyarakat kami sangat mendukung dan harapannya kelompok perempuan dan masyarakat yang terlibat bisa menjalankannya dengan senang hati dan mendapat hasil yang baik,” katanya.

CEO Yayasan CARE Peduli, Dr. Abdul Wahib Situmorang menjelaskan lebih lanjut mengenai fokus dari program ini, yaitu pelibatan komunitas setempat, khususnya kelompok perempuan yang disebut Women Mangrove Warrior. Menurut Abdul, “Pemanfaatan dan perlindungan hutan mangrove sudah menjadi kearifan lokal yang dilakukan masyarakat setempat salah satunya oleh suku laut Kampung Panglong di Desa Berakit yang memanfaatkan hasil laut berupa ikan dan kerang untuk dibuat menjadi berbagai produk olahan makanan. Kelompok perempuan tidak hanya dilibatkan aktif dalam upaya konservasi
mangrove melalui pembibitan dan penanaman di program ini, tetapi juga dalam penguatan ekonomi seperti literasi digital dan keuangan, serta pembuatan produk olahan dari mangrove yang memiliki nilai tambah,” jelas Abdul.

Lebih lanjut Abdul menjelaskan terkait pembentukan Kelompok Usaha Ekonomi Perempuan (KUEP), yang bertujuan untuk meningkatkan kemandirian finansial perempuan dan pembentukan komunitas. “KUEP akan menjadi wadah bagi kelompok perempuan untuk mengumpulkan tabungan, mengakses pinjaman kecil, dan terlibat dalam pengambilan keputusan kolektif. Melalui pelatihan kewirausahaan, kami berharap kelompok perempuan dapat meraih peluang ekonomi lebih luas di luar konservasi mangrove dan meningkatkan kemandirian finansial, serta dapat mendukung peningkatan ekonomi berbasis lingkungan yang berkelanjutan,” pungkasnya.

abdul

#SayaBerani: Cerita dan Bersuara Lawan Kekerasan terhadap Perempuan

Berita

Kekerasan terhadap perempuan masih menjadi masalah serius di Indonesia. Berdasarkan data yang dirilis oleh Komnas Perempuan pada tahun 2024, terdapat 34.682 perempuan yang menjadi korban tindak kekerasan. Kekerasan seksual mencatatkan angka tertinggi, yaitu 15.621 kasus. Sementara kekerasan psikis tercatat sebanyak 12.878 kasus, dan kekerasan fisik sebanyak 11.099 kasus. Di samping itu, terdapat juga jenis kekerasan lainnya yang mencapai 6.897 kasus. Tindak kekerasan ini tidak hanya terjadi di dalam rumah tangga, tetapi juga di ranah publik seperti tempat kerja. Pada tahun 2019, Komnas Perempuan melaporkan 2.988 kasus kekerasan terhadap perempuan terjadi di lingkungan rumah tangga, sementara 2.521 kasus lainnya terjadi di lingkungan komunitas, termasuk di tempat kerja.

Salah satu bentuk kekerasan yang kerap terjadi adalah Kekerasan dan Pelecehan Berbasis Gender (KPBG) di industri garmen, yang merupakan ancaman serius bagi para pekerjanya. Berdasarkan data dari Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP), pada tahun 2016, pelecehan seksual banyak terjadi di pabrik garmen, dengan 99% pekerjanya adalah perempuan.

Ima Trisnawati, anggota Lembaga Kerja Sama Bipartit (LKS Bipartit) yang juga merupakan tim penanganan kasus KPBG di PT Dasan Pan Pasific Indonesia, menyampaikan, kesadaran dan partisipasi dari berbagai pihak sangat diperlukan untuk menciptakan ruang dan tempat kerja yang aman bagi pekerja, khususnya pekerja perempuan. Menurut Ima, tantangan yang dihadapi adalah rendahnya laporan dari korban terhadap tindak kekerasan yang dialami. “Korban sering merasa tidak percaya diri dan takut disalahkan. Oleh karena itu, keberadaan LKS Bipartit dan tim penanganan kasus KPBG sangat penting untuk melindungi korban,” ujarnya.

Senada dengan Ima, Maksimus Takake, Manajer HRD PT Dasan Pan Pasific Indonesia, menyampaikan, tindakan Kekerasan dan Pelecehan Berbasis Gender (KPBG) harus ditindak tegas. Menurutnya, LKS Bipartit, yang terdiri dari pengusaha, pekerja, dan pengurus LKS Bipartit, dapat menjadi solusi untuk menciptakan tempat kerja yang aman bagi perempuan. “LKS Bipartit harus dapat menangani kasus kekerasan seksual yang terjadi di perusahaan. Proses penyelesaian kasus juga perlu disampaikan kepada manajemen untuk mencari solusi yang tepat. Kami mendukung kesetaraan gender dengan menciptakan tempat kerja yang nyaman, bebas dari kekerasan seksual,” jelasnya.

Tidak hanya kekerasan yang dialami di tempat kerja, rendahnya laporan dari korban terhadap kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dialami juga menjadi masalah yang cukup tinggi di Indonesia. Penelitian Universitas Muhammadiyah Palembang tahun 2023 menyebutkan, banyak korban KDRT yang enggan melapor karena tidak memahami undang-undang yang ada, merasa malu, atau menganggap kekerasan tersebut sebagai hal yang wajar dalam rumah tangga. Banyak pula yang memilih untuk tidak melapor demi kepentingan anak-anak mereka.

Melihat fakta ini, Badriah, Anggota Jaringan Pemberdayaan Untuk Perempuan Tangguh (JEKATA) di Desa Bojonglongok, Kabupaten Sukabumi, meyampaikan kesadaran dan dukungan dari masyarakat sangat diperlukan untuk melawan kasus KDRT. “Sangat penting sekali, karena bisa menolong korban dari kekerasan berikutnya dan juga bisa mencegah agar tidak ada lagi kekerasan yang serupa di lingkungannya. Kami juga mendampingi dua orang korban kasus KDRT untuk melaporkan kejadian yang dialaminya ke kepolisian,” ujarnya.

JEKATA seperti disampaikan Badriah menjadi support system dari dan untuk masyarakat. Dibentuk dari dampingan CARE Indonesia, kelompok perempuan di JEKATA fokus pada pada pendampingan kasus kekerasan terhadap perempuan.

Awalia Murtiana, Program Manager Yayasan CARE Peduli (YCP), menjelaskan, “JEKATA terlibat dalam pendampingan dan penanganan kasus secara terpadu, baik di level keluarga, komunitas, maupun di tempat kerja terkait KPBG,” jelasnya.

Saat ini ujar Awalia, JEKATA telah hadir di Kabupaten Sukabumi dan Purwakarta, dengan total anggota mencapai 520 orang. Keanggotaan JEKATA terbuka untuk perempuan pekerja formal, informal, maupun ibu rumah tangga. JEKATA juga aktif dalam berbagai kegiatan pemberdayaan perempuan, seperti sekolah perempuan, pelatihan memasak, pelatihan pemberdayaan hukum, serta advokasi dan penanganan kasus. “JEKATA juga terlibat dalam tindak lanjut kasus KPBG ke pihak kepolisian atau pihak berwenang lainnya. Harapannya, perempuan yang menjadi korban KDRT atau kekerasan lainnya bisa mendapatkan keadilan dan keamanan,” ujarnya.

Kasus kekerasan terhadap perempuan, baik di dalam rumah tangga maupun di tempat kerja, memerlukan perhatian dan aksi nyata dari berbagai pihak. Melalui kesadaran bersama di momentum peringatan 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan ini pendampingan yang tepat serta pemberdayaan perempuan, dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman dan mendukung kesetaraan gender. Yuk berani bersuara, melawan kekerasan, dan memberikan dukungan kepada korban kekerasan, khususnya kekerasan terhadap perempuan agar memperoleh keadilan yang seharusnya diterima.

 

Penulis: Kukuh A. Tohari

Editor: Swiny Adestika

Partners Appreciate

Mitra Apresiasi Produk Usaha 13 Kelompok Perempuan di MUBA

Galeri

CARE Indonesia menerima kunjungan Perwakilan Cargill, Wallmart, dan Mars dari Amerika Serikat yang didampingi PT. Hindoli, guna berinteraksi langsung dengan 13 Kelompok Usaha Ekonomi Perempuan (KUEP) yang didampingi CARE Indonesia, bertempat di Desa Tegal Mulyo, Kab. Musi Banyuasin (MUBA).

Tidak hanya mendengarkan paparan capaian program hingga saat ini dari CEO CARE Indonesia, Dr. Abdul Wahib Situmorang, para tamu juga melihat, mencicip, dan membeli langsung produk yang dihasilkan KUEP dari berbagai desa, berupa anyaman, produk olahan makanan, dan minuman.

ycp

BPOM Mataram Apresiasi Menu PMT dari Tim DASHAT di KSB

Cerita

Menurut data yang dikeluarkan oleh Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada tahun 2022, prevalensi anak di Indonesia yang wasting sebesar 7,7 persen dan anak stunting sebesar 21,6 persen. Untuk itu, Pemberian Makanan Tambahan (PMT) menjadi salah satu strategi yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) untuk mengatasi stunting. Menu PMT yang dihasilkan juga harus sesuai dengan standar yang telah dibuat oleh Kemenkes, yakni menu empat bintang yang memiliki komponen dari karbohidrat, sayuran, protein hewani, dan protein nabati.

Tim DASHAT (Dapur Sehat Atasi Stunting) di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) menyiapkan menu PMT yang berkualitas untuk anak dengan kondisi stunting, wasting dan underweight serta ibu hamil anemia dan memiliki Kondisi Energi Kronik (KEK). Peran tim DASHAT menjadi bagian dari Program Percepatan Penurunan Stunting, kolaborasi PT Amman Mineral, Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat dan Yayasan CARE Peduli di 16 desa.

Winartutik, Ketua Tim Program Nasional Keamanan Pangan BPOM di Mataram mengatakan, menu PMT yang dibuat oleh kader DASHAT berkualitas dan memiliki komponen yang lengkap. Menurutnya, kader DASHAT telah menerapkan keamanan pangan dalam mengolah PMT yang telah sesuai dengan ketentuan dari standar dari pemerintah. Diharapkan para kader bisa menjadi perpanjangan tangan dari BPOM dalam melakukan sosialisasi kepada keluarga dan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya.

“Bahan pangan dan makanan yang telah terstandar dengan baik, terjamin mutu dan keamanannya dari kontaminan berbahaya termasuk dari bakteri, virus, dan penyakit bawaan pangan, akan meningkatkan kesehatan masyarakat secara umum dan secara khusus menurunkan angka prevalensi stunting Indonesia karena ibu hamil dan balita mendapat asupan gizi dari makanan bermutu dan aman,” katanya saat mengisi pelatihan pangan aman kepada para kader DASHAT pada Rabu (30/10) di Kecamatan Jeraweh.

Pelatihan “Pangan Aman” diikuti oleh 48 orang kader DASHAT yang berasal dari Kecamatan Jeraweh, Maluk, dan Sekongkang, Kabupaten Sumbawa Barat, dengan tujuan meningkatkan kualitas makanan dan wawasan para kader dalam penyajian menu dengan gizi seimbang. Pasalnya, selain sebagai penyedia PMT, Tim DASHAT juga berperan sebagai lembaga konsultasi gizi, menu makanan, dan peyuluh ke masyarakat.

Istiqomah, kader DASHAT asal Desa Maluk yang telah mengikuti pelatihan “pangan aman” berkomitmen akan meningkatkan kualitas PMT yang diolah bersama timnya. “Sebagai kader DASHAT kami akan mengevaluasi cara pengolahan makanan dan pembelian makan untuk disesuaikan dengan pengolahan pangan aman. Selanjutnya ilmu ini akan kami sampaikan ke masyarakat,” kata Istiqomah.

Lanjut Istiqomah, ia dan kader DASHAT lainnya semakin memahami metode untuk menentukan pemilihan bahan makanan yang berkualitas. Melalui informasi dari BPOM, kader DASHAT mendapatkan metode memilih bahan pangan, yakni dengan mengecek kemasan, label, izin edar, kadaluarsa yang disingkat dengan istilah “Cek KLIK”.

“Saya bisa memahami prosedur penilaian produk dengan metode “Cek KLIK”. Apakah produk yang dimaksud sudah terdaftar secara resmi, memiliki izin edar, dan batas kadaluarsanya,” kata Istiqomah.

Pemberian makanan tambahan sudah dilakukan Istiqomah dan kader DASHAT lainnya sebanyak dua kali selama 90 hari berturut-turut, dalam rangkaian program percepatan penurunan stunting di KSB. Muhammad Ikraman, Project Manager Yayasan CARE Peduli (YCP) di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), menyampaikan bahwa intervensi Tim DASHAT memberikan dampak positif. “Pada pemberian PMT tahun 2022, tim menyalurkan PMT kepada 198 anak stunting dan 28 ibu hamil dengan kondisi Kekurangan Energi Kronis (KEK) selama 90 hari. Hasilnya, 30 persen anak stunting yang menerima PMT di tahun 2022 mengalami perbaikan, dan 80 persen ibu hamil sembuh dari KEK. Selanjutnya, dari PMT kedua di tahun 2024, kepada 178 anak stunting, 47 anak wasting, dan 17 anak underweight juga menunjukan hasil baik. 30 persen anak stunting, 48 persen anak wasting, dan 78 persen anak underweight menunjukkan perbaikan tinggi dan berat badan signifikan,” ujar Ikraman.

Lebih lanjut Ikraman menyampaikan, Tim DAHSAT akan terus meningkatkan kualitas makanan yang dihasilkan, sehingga kedepannya semakin dipercaya untuk mengolah PMT bergizi dengan standar keamanan pangan yang lebih baik. “Tim DAHSAT akan terus meningkatkan kualitas makanan yang dihasilkan dengan memilih bahan yang berkualitas, menyimpan makanan dengan metode yang tepat, dan cara mengolah manakan yang benar. sehingga kedepannya semakin dipercaya untuk mengolah PMT bergizi dengan standar keamanan pangan yang lebih baik,” pungkas Ikraman.

 

Penulis: Kukuh A. Tohari
Editor: Swiny Adestika

Efforts to Reduce Stunting

Upaya Penurunan Stunting Melalui Kelas Pengasuhan

Galeri

Percepatan penurunan stunting tidak hanya dengan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Pemulihan, kelas pengasuhan (parenting class) juga dilakukan oleh CARE Indonesia yang bekerja sama dengan LPS peduli Bakti Bagi Negeri (20-21/11).

Kelas pengasuhan ini diadakan di Desa Banjarsari, Desa Sukamanah dan Desa Margamukti, Pangalengan, Kabupaten Bandung. Sekitar 200 peserta dari keluarga keluarga dengan anak yang masuk kategori stunting, ibu hamil anemia, dan ibu hamil dengan kondisi energi kronik (KEK) mengikuti kegiatan ini.