Search
Close this search box.
maggot

Warga Depok Dilatih Kelola Sampah Organik Rumah Tangga dengan Budi Daya Maggot

Share it with others

Pengelolaan sampah organik rumah tangga menjadi salah satu aspek yang harus diperhatikan dengan seksama. Pasalnya, menurut data yang dikeluarkan oleh Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), pada tahun 2023, jumlah timbunan sampah di Indonesia berjumlah sekitar 40 juta ton per tahun. Lalu, menurut data Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Depok, pada tahun 2023 setiap hari terdapat 900 hingga 1.000 ton sampah dibuang di TPA Cipayung, Depok. Namun, menurut sumber yang sama, kapasitas TPA Cipayung tidak mampu menerima jumlah sampah yang datang. Sejurus dengan itu, Pemerintah Kota Depok juga telah mengimbau kepada masyarakat setempat untuk memilah sampah rumah tangga agar menekan jumlah sampah yang masuk ke TPA Cipayung melaui program Depok Go Bersih (D’Gober) tertuang di Instruksi Wali Kota Depok Nomor 13 Tahun 2024 tentang Gerakan Mengelola Sampah.

Universitas Airlangga menyebutkan, menggunakan maggot dari lalat Black Soldier Fly (BSF) merupakan langkah yang baik untuk mengatasi sampah organik. Satu kilogram maggot bisa mengurai dua sampai lima kilogram sampah organik per hari. Menurut informasi yang dikeluarkan oleh Universitas Gajah Mada, maggot memiliki nilai ekonomi yang bisa dirasakan oleh pihak yang membudidayakannya. Maggot bisa dijual dalam keadaan hidup dan juga kering sebagai pakan ternak. Kotoran maggot yang disebut bekas maggot (kasgot) juga bisa dimanfaatkan sebagai pupuk penyubur tanaman.

Melihat potensi pengelolaan sampah organik melalui budidaya maggot, Yayasan CARE Peduli (YCP) yang didukung oleh Program Dedikasi Untuk Negeri dari Bank Indonesia memberikan pelatihan teknis budidaya maggot serta manfaat dalam pengelolaan sampah organik kepada 260 kepala keluarga (KK) di Kota Depok. Berkolaborasi dengan Biomagg, selain pembekalan terkait pengelolaan sampah organik, para peserta juga diberikan penguatan kapasitas terkait kesetaraan gender dalam rumah tangga. Para peserta diajak untuk memahami, perempuan dan laki-laki memiliki peran serta tanggung jawab yang sama dalam keluarga. Sehingga, pekerjaan rumah tangga bukan saja menjadi tanggung jawab perempuan, melainkan juga laki-laki.

Agus Tri Wahyono, Program Manager Yayasan CARE Peduli menjelaskan, kolaborasi YCP dan Bank Indonesia menekankan pada penguatan pelibatan kelompok mayoritas perempuan di tingkat RT dan RW. Partisipasi aktif kelompok ditekankan pada pengelolaan sampah organik rumah tangga serta peningkatan kapasitas terkait literasi keuangan rumah tangga yang responsif gender, dilihat dari adanya potensi ekonomi yang bisa dihasilkan dari budidaya maggot. “Pelatihan pengelolaan sampah organik pada rumah tangga dengan maggot dilaksanakan dalam 10 kali. Tiap pelatihan mempunyai dua sesi yang tiap sesinya diberikan pelatihan terkait literasi keuangan keluarga yang melibatkan perempuan dan laki-laki dalam rumah tangga, pengenalan gender secara umum serta penjelasan budidaya maggot dan manfaatnya. Tiap sesi diikuti sekitar 10 sampai 15 peserta,” katanya.

Lanjut Agus, seluruh peserta tidak hanya mendapatkan informasi tentang pengelolaan sampah dengan budi daya maggot, tetapi juga mendapatkan bibit maggot dan paket Bio Box dari Biomagg, sebagai tempat untuk mengembangkan maggot dalam mengurai sampah. “Bibit maggot akan siap dipanen setelah berkembang selama 15 sampai 20 hari akan memiliki ukuran antara 0,3 cm sampai 1,5 cm. Kemudian, para peserta pelatihan dapat menjual maggot hidup yang siap panen kepada Biomagg yang merupakan kolaborator program seharga Rp4,000 per kilogram atau bisa dimanfaatkan secara pribadi,” jelasnya.

Arniah Purwanti, salah satu peserta pelatihan asal Kecamatan Tapos, Kota Depok mengatakan tertarik untuk mengikuti pelatihan pengelolaan maggot karena bisa mendatangkan keuntungan secara ekonomi. Sebelumnya ia menemui kesulitan untuk menjual maggot yang dikembangkannya. Menurutnya, dengan adanya program pengelolaan sampah organik yang dilaksanakan oleh YCP, ia dapat mengetahui tempat untuk menjual maggot yang dipeliharanya. “Saya lihat di media sosial kalau maggot bisa dijual. Tapi ternyata pemasarannya itu susah banget. Nah kalau sekarang kan sudah tahu tempat untuk jual maggotnya. Jadi ya lebih mudah,” ujar Arin.

Lebih lanjut, Arin menjelaskan telah memiliki rencana bersama rekan-rekannya yang juga mengikuti workshop, telah bersepakat untuk mengelola maggot secara kolektif. “Di tempat kami sampah organik, sampah daur ulang, dan sampah residu dipisah, jadi lebih gampang diolahnya dan gak perlu pilih-pilih lagi. Nah makannya nanti dengan adanya maggot ini, jadi sebelum sampah organiknya bau, kita ambil duluan buat makan si maggot,” pungkas Arin.

 

Penulis: Kukuh A. Tohari

Editor: Swiny Adestika

Cerita Terkait Lainnya