Pada tanggal 1 Mei 2021, YCP dan mitra lokal mengadakan kegiatan Pameran Hasil Usaha Kelompok untuk 36 kelompok dampingan usaha untuk kelompok perempuan dan kelompok pemuda yang tersebar di 4 desa di Sirenja dan Kulawi. Adapun produk-produk yang ditampilkan beragam dari sayur mayur hasil tanaman di ladang yang dikelola oleh kelompok, olahan penganan kue maupun barang-barang yang diperjualbelikan oleh kelompok seperti minyak kelapa buatan lokal, beras, hasil kerajinan tangan.
Pameran di buka oleh perwakilan Camat dan dihadiri juga oleh Dinas-Dinas terkait, seperti Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Donggala yang sangat mengapresiasi pameran ini dan mengajak berkolaborasi untuk menjadikan Koperasi sebagai wadah bernaung kelompok-kelompok usaha ini untuk nantinya dibina oleh Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Donggala.
Tidak kalah sukses, Pameran di Kulawi menggunakan pasar sentral yang ada di Desa Mataue. Pameran dibuka oleh Camat Kulawi dan dihadiri oleh tokoh- tokoh masyarakat dari kedua desa tersebut. Pak Camat sangat mengapresiasi bantuan modal yang telah dikucurkan oleh YCP dan meminta para penerima manfaat menjalankan usaha yang sudah dirintis ini dengan sebaik-baiknya, sehingga mendapatkan hasil yang sebesar-besarnya untuk peningkatan ekonomi bagi keluarga, komunitas dan desa mereka.
RESPONS MAMUJU DAN MAJENE
Didampingi Yayasan Kartini Manakarra, Tim YCP yang diwakili oleh T. Khairil Azmi, Nurhasdiana dan Agus Triwahyuono memberikan informasi mengenai kegiatan pemulihan awal gempa Mamuju Majene dengan melakukan kegiatan di 2 sektor yaitu AMPL (Air Minum dan Penyehatan Lingkungan) dan Hunian Sementara. Kegiatan ini akan dilaksanakan di Kabupaten Mamuju (Desa Takandeang) dan Kabupaten Majene (Desa Kayuangin, Desa Mekkatta dan Desa Mekkatta Selatan).
Di sektor AMPL, YCP akan membangun MCK yang dikhususkan untuk perempuan dan difabel dan juga membuat sarana filterisasi air minum. Sedangkan di hunian sementara, bersama-sama masyarakat desa, YCP akan memperbaiki rumah sebanyak 689 rumah menjadi rumah hunian sementara yang layak, aman dan bermartabat.
Selain itu, YCP juga telah melakukan sosialisasi kegiatan pemulihan awal gempa bumi di Mamuju dan Majene di Desa Takandeang, Kabupaten Mamuju. Kegiatan tersebut melibatkan kepala desa, masyarakat desa, karang taruna dan juga kelompok rentan seperti perempuan, lansia dan penyandang disabilitas.
DIVERSIFIKASI USAHA UNTUK PEMULIHAN KELOMPOK MELATI, DESA LOMPIO, KAB. DONGGALA
Dampak dari gempa dan tsunami pada September 2018 di Sulawesi Tengah telah melumpuhkan kegiatan ekonomi Desa Lompio. Pendapatan sebagian besar masyarakat pun hilang, tidak terkecuali bagi kaum perempuan.
Ibu Arwati, ketua Kelompok Melati di desa Lompio, kabupaten Donggala adalah salah satu perempuan yang diberi bantuan oleh YCP.
Kelompok Melati, sebagai kelompok usaha perempuan yang beranggotakan 15 orang merupakan satu dari 36 kelompok penerima program dan bantuan dari YCP di kabupaten Sigi dan Donggala. Melalui berbagai pelatihan dan skema bantuan tunai yang diberikan oleh YCP, kini Kelompok Melati telah berhasil mengembangkan diversifikasi usaha kelompoknya. Setidaknya ada 3 jenis usaha kelompok yang saat ini dikembangkan, yang pertama adalah usaha di bidang perkebunan melalui penanaman jagung, yang kedua adalah usaha retail harian dengan membuka usaha PERTAMINI, dan yang ketiga membuka usaha KOPERASI simpan pinjam.
Menurut penjelasan Ibu Arwati, ketiga jenis usaha tersebut telah memberikan banyak manfaat baginya dan seluruh anggotanya. Dari sisi finansial, hasil keuntungan telah dapat membantu untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari dan selebihnya disimpan di kas kelompok untuk pengembangan usaha berkelanjutan. Adapun dari sisi sosial, para ibu dari setiap anggota kelompok kini memiliki kegiatan yang produktif dan lebih bermanfaat daripada sebelumnya.
Program ADH di Sulawesi Tengah berfokus kepada peningkatan ketahanan pangan dan gizi, meningkatnya dan diversifikasi penghasilan rumah tangga dan menciptakan peluang kerja serta mata pencaharian khususnya bagi perempuan dan kelompok masyarakat yang paling rentan.
DISKUSI RENCANA STRATEGIS JEKATA
Kelompok EKATA merupakan kelompok Perempuan Berdaya pekerja garment dampingan YCP di Jawa Barat. Setelah melakukan rangkaian pelatihan peningkatan kapasitas, kelompok EKATA menyadari akan pentingnya berorganisasi untuk menyuarakan dan memperjuangkan hak-hak perempuan untuk mewujudkan kesetaraan gender dan melawan diskriminasi serta pelecehan dan kekerasan seksual terhadap perempuan, sehingga mereka berinisiatif untuk membentuk Jaringan EKATA, yaitu sebagai wadah perjuangan dan advokasi kelompok perempuan di tingkat kabupaten. Jaringan EKATA telah melakukan beberapa diskusi dalam menentukan isu prioritas dan rencana strategis sebagai langkah awal dalam perjuangan mereka.
PENCEGAHAN TINDAK KEKERASAN DAN PELECEHAN SEKSUAL DI SEKOLAH MELALUI KOMITE SANITASI DAN NUTRISI SEKOLAH
Melihat meningkatnya kasus kekerasan seksual terhadap anak, PROSPER II telah melaksanakan pelatihan pencegahan kekerasan dan pelecehan seksual, untuk membangun kapasitas para guru, kepala sekolah, dan orang tua yang terlibat aktif dalam komite Sanitasi dan Nutrisi. Melalui pelatihan ini, diharapkan adanya peningkatan pemahaman potensi kekerasan seksual pada anak, dan diharapkan sekolah dapat membangun sistem dan mekanisme pencegahan dan penanganan berbasis sekolah.
Program ini dipandang sangat baik oleh para guru dan pemerintah dimana anak juga diharapkan mampu mengenali potensi dan risiko kekerasan seksual di sekitar mereka. Melalui mekanisme ini, para guru berharap sekolah menjadi tempat yang aman bagi anak. Tidak ada toleransi bagi pelaku kekerasan, siapapun pelakunya harus ditindak sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
KONSULTASI ANAK UNTUK PERSIAPAN PELATIHAN DOKTER KECIL DI SEKOLAH
PROSPER II bertemu dengan dokter kecil untuk berdiskusi mengenai persiapan pelatihan. Pandemi COVID-19 memberi tantangan lebih untuk melakukan kegiatan, dimana banyak hal yang harus diperhatikan dan disesuaikan agar kegiatan dapat terlaksana dengan baik dan sesuai target yang diharapkan, serta aman bagi semua orang yang terlibat, terutama anak-anak.
PROSPER II melakukan konsultasi ke anak-anak mengenai materi dan juga metode yang akan digunakan dalam pelatihan dokter kecil ini nantinya. Dari konsultasi, didapatkan bahwa mereka menyukai media ajar yang interaktif seperti melalui permainan dan juga video. Para dokter kecil pun merasa bahwa materi-materi yang akan disampaikan pada pelatihan dokter kecil nantinya sangat penting karena berguna bagi mereka.
SERAH TERIMA FASILITAS AIR BERSIH DI SULAWESI TENGAH
Pada tanggal 26 dan 30 April, YCP telah melakukan serah terima fasilitas Air Bersih kepada Pemerintah Desa dan peralatan dasar pemeliharaan dan pengelolaan sarana air bersih kepada Komite Air Bersih Desa Sibalaya Utara, Desa Baluase, dan Desa Lambara, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Acara ini adalah rangkaian dari program Konstruksi Dan Rehabilitasi Sarana Air Bersih dengan Sistem Gravitasi Berbasis Komunitas, bagian dari program pemulihan Sulawesi Tengah yang terdampak oleh gempa dan Tsunami di tahun 2018 lalu. Bencana tersebut telah merusak sarana air bersih di Desa, dan bencana banjir yang sering juga terjadi telah menyebabkan mata air tertimbun material tanah dan batu. Selain itu, program ini juga dilengkapi oleh Pembentukan dan Penguatan Komite Air Berbasis Komunitas Desa. Untuk mempertahankan keberlanjutan program ini, YCP juga melakukan advokasi kepada pemerintah untuk memasukan Peraturan Desa untuk perlindungan mata air serta dalam RPJMD Kabupaten Sigi 2021-2026.
Menemukan Suara untuk Perubahan Bersama
Perempuan pekerja kini mampu menyuarakan desakan untuk mendorong beragam perubahan. Mulai dari kebijakan perusahaan soal pencegahan kekerasan seksual, hingga perilaku yang lebih baik untuk kesehatan
Dicolek mekanik mesin jahit pernah jadi hal lumrah bagi Indriyani, 25 tahun, perempuan pekerja di sebuah pabrik garmen.
“Mereka bilang itu cuma bercanda. Saya dan para penjahit yang juga sering dicolek sebenarnya merasa tidak nyaman, tapi belum tahu itu pelecehan seksual,” ujar pengontrol kualitas di manufaktur garmen tersebut.
Perempuan yang tinggal di Pondokkaso Tonggoh, Kabupaten Sukabumi, itu mengaku dulu tergolong pemalu dan tak percaya diri untuk berbicara di depan publik. Maka, saat itu ia hanya diam saat mengalami pelecehan seksual.
Indriyani berubah selepas ikut berkegiatan dalam kelompok EKATA (Empowerment, Knowledge and Transformative Action/Pemberdayaan, Pengetahuan, dan Aksi Perubahan) bentukan CARE. EKATA adalah kelompok swadaya dan solidaritas perempuan pekerja garmen di komunitas tempat mereka tinggal. Anggota EKATA menjalin hubungan dengan rekan-rekan mereka, berbagi pengalaman, mengevaluasi dan memahami masalah yang dihadapi, serta bekerja sama menyelesaikan masalah. 47 EKATA telah terbentuk di Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Purwakarta.
Materi bahasan EKATA cukup komprehensif. Anggotanya belajar tentang kepemimpinan, komunikasi, pemecahan masalah, dan negosiasi. Mereka diajak juga untuk paham soal air bersih, sanitasi, kesehatan, dan gizi. Kesehatan mental, pencegahan kekerasan berbasis gender, dan literasi keuangan pun didiskusikan. Ada pula materi tentang cara fasilitasi dan berbagi informasi, yang dipraktikkan Indriyani dengan menceritakan soal EKATA kepada keluarga, teman, serta atasan dan rekan penjahit di pabrik.
“Setelah ikut EKATA, saya berani bilang ke mekanik, jangan pegang-pegang lagi,” ucap Indriyani. Kalau tidak, ia akan melaporkannya ke Bagian Sumber Daya Manusia (SDM) di pabrik.
Tak cuma itu, dia bersama kelompoknya, EKATA Apel, menuliskan keluhan tentang pelecehan seksual dan memasukkannya ke kotak saran pabrik. Kotak tersebut dibuka tiap bulan oleh SDM. Indriyani pun menyampaikan keluhan serupa kepada atasannya, yang kemudian menindaklanjutinya ke serikat pekerja dan manajemen pabrik.
Manajemen pabrik merespon baik masukan itu. Serangkaian sosialisasi kebijakan pabrik soal Pencegahan Pelecehan Seksual diadakan. Video tentang pelecehan seksual di pabrik garmen juga ditayangkan di televisi kantin, agar semua pekerja bisa menontonnya serta memahami cara melaporkan insiden serupa kepada manajemen.
Seperti Indriyani, Onih Kurniasih, 31 tahun, awalnya tak nyaman berbicara di hadapan orang banyak. Gugup, malu, dan takut bercampur jadi satu. Ketika mengikuti pelatihan untuk pelatih (Training of Trainers, ToT) EKATA, penjahit di pabrik garmen di Kabupaten Purwakarta, itu bahkan selalu merasa gemetar dan ingin menangis saat harus mengungkapkan pendapatnya.
“Tapi semua pelatih dan peserta sangat baik. Mereka bilang tidak ada jawaban yang salah, dan di sini kita semua sama-sama belajar. Saya jadi berani bersuara,” tutur perempuan yang telah bekerja sebagai buruh jahit sejak berusia 15 tahun itu.
Onih tak hanya berubah jadi bisa berpendapat, tapi juga lebih peduli pada kesehatan diri. Saat bekerja, dulu ia tak suka memakai masker, tidak pernah sarapan, dan jarang sekali minum karena mengejar target jahitan. EKATA menyadarkannya pada bahaya kebiasaan tak sehat itu, serta potensi dampak buruknya di masa depan.
“Saya tidak pernah berpikir soal efek buruk kebiasaan itu untuk kesehatan nanti. Setelah tahu, saya langsung mengubah kebiasaan sehari-hari,” paparnya.
Demi kesehatannya, Onih kini memastikan dirinya sarapan sebelum berangkat kerja. Ia berusaha makan lebih banyak sayur. Botol minum selalu menemaninya di pabrik, dan masker tak lupa dipakainya sepanjang waktu.
Selepas mengubah gaya hidupnya, Onih sekarang merasa benak dan badannya lebih segar. Ia malah jadi lebih produktif dan selalu mencapai target hariannya.
Dari EKATA, dia pun sadar soal pentingnya menabung, terutama untuk pendidikan anak perempuannya.
“Saya dulu tidak bisa masuk SMA (Sekolah Menengah Atas) karena keluarga berantakan dan tidak punya uang. Tapi saya sekarang menabung supaya anak bisa sekolah sampai universitas. Semua ini supaya hidupnya jadi lebih baik daripada saya,” ujarnya dengan bersemangat.
Baik Indriyani maupun Onih mengetahui EKATA dari kader desanya, yang efektif menjadi perekrut peserta. Para kader itu menjelaskan peserta pelatihan bisa belajar banyak hal, berkenalan dengan teman baru, serta bersama-sama memecahkan masalah di pabrik, rumah, dan lingkungan masyarakat.
Onih mengaku sempat tak yakin dan curiga bahwa program ini hanya tipuan. “Saya menanyakan banyak hal, apa manfaat bergabung? Apakah ini legal?” katanya bercerita.
Ia lantas mengikuti sosialisasi EKATA di tempat tinggalnya, Desa Cisaat, Kabupaten Sukabumi. Teryakinkan dengan penjelasan tim CARE Indonesia, Onih memutuskan ikut ToT. Sisanya adalah sejarah.
“Bergabung dengan kelompok EKATA membuat saya sangat senang. Saya bisa belajar macam-macam, juga punya teman baru untuk berbagi masalah dan mencari solusi. Saya juga tahu pentingnya mencintai diri sendiri,” ucap Onih.
Kini, EKATA di Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Purwakarta telah mengambil langkah untuk memastikan keberlanjutan dan meningkatkan pengaruhnya bagi penetapan prioritas pembangunan desa. 13 kelompok EKATA di Sukabumi sedang bekerja sama dengan Dewan Koperasi Pimpinan Daerah (Dekopinda) untuk mendirikan koperasi simpan-pinjam dan dalam proses pendaftaran legal. 10 EKATA di Purwakarta telah terdaftar di desanya, sehingga mereka dapat ikut serta dalam musyawarah pembangunan desa dan menerima pendanaan kegiatan dari desa. Sementara itu, tiga kelompok EKATA di Sukabumi sedang dalam proses legalisasi pembuatan Surat Keputusan (SK) dari Kepala Desa. Proses ini akan meningkatkan pengaruh kelompok EKATA secara signifikan terhadap masyarakat, sekaligus mendukung program pemerintah daerah yang memenuhi kebutuhan perempuan pekerja garmen.

Di Sukabumi, kelompok EKATA telah merampungkan rencana kegiatan dan mulai beraksi mempromosikan hak-hak dan kesejahteraannya di rumah, masyarakat, dan tempat kerja. Aksi mereka ini sudah menimbulkan dampak, antara lain menyadarkan lingkungannya tentang pelecehan seksual di pabrik, serta mendorong aparat desa mengatasi masalah sampah dan memperbaiki penerangan jalan. Mereka pun bekerja sama dengan penyedia layanan lainnya, seperti Dinas Kesehatan, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A), Dinas Tenaga Kerja, dan sebagainya. Bermitra dengan program CARE Indonesia lainnya, Bersama untuk Keadilan (BUKA), mereka juga bersiap membentuk Jejaring Belajar Perempuan Pekerja (JBPP). Adapun 23 EKATA di Purwakarta telah merampungkan ToT, dan akan membuat rencana kegiatannya pada 2020.
Peningkatan Kesejahteraan, Martabat, Kesehatan dan Kepemimpinan Pekerja Perempuan (Worker Dignity, Health and Leadership/WDHL)
Tujuan: meningkatkan martabat, kesejahteraan, kesehatan, kepemimpinan, serta kualitas hidup dan produktivitas pekerja garmen perempuan di Indonesia
Waktu: 2018-2020
Lokasi: Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat
Jumlah penerima manfaat per Desember 2019: 1.092 orang
Mitra pelaksana: Yayasan PEKKA (Perempuan Kepala Keluarga) dan Yayasan Pusat Pengembangan Sumberdaya Wanita (PPSW) Pasoendan
Pendukung dana: TARGET Inc
Saat Para Ibu Jadi Pelopor Rekonstruksi
Perempuan penyintas bencana di Sulawesi Tengah kini jadi makin tangguh dan mumpuni dalam mengawal rekonstruksi rumahnya.
Hidup Marlina, 42 tahun, berubah drastis saat gempa bumi menghantam rumahnya di Desa Soulowe, Kabupaten Sigi. Kediaman guru honorer Taman Kanak-kanak (TK) itu jadi satu di antara lebih dari 60 ribu rumah yang hancur akibat gempa bumi dan tsunami di Sulawesi Tengah pada 2018.
“Tanah terbelah dari belakang sampai ke badan rumah. Bagian tengah rumah amblas tanahnya. Rumah kami tidak layak dan aman untuk ditinggali lagi,” ujarnya lirih saat mengingat tragedi itu.
Hingga kini, ia dan keluarga besarnya masih tinggal di tenda pengungsian. Tak kurang dari 11 orang dari keluarga Marlina, adiknya, dan orang tuanya berkumpul di sana. Mereka bagian dari 170.000 orang yang kehilangan rumah akibat bencana tersebut.
Namun, titik terang hadir dalam situasi yang menantang Marlina. Pemerintah telah mendata keluarganya sebagai penerima dana stimulan untuk membangun rumah. Selain itu, bersama mitra-mitranya, CARE Indonesia memberikan pelatihan Ibu Pelopor Rekonstruksi.
Dalam pelatihan itu, para perempuan penyintas bencana belajar tentang konstruksi bangunan yang baik dan tahan gempa. Mereka jadi tahu kriteria material bangunan yang berkualitas, ukuran besi yang memenuh standar, juga komposisi campuran beton yang tepat.
Marlina mengatakan para lelaki di desanya sering heran mengapa perempuan yang mendapat pelatihan tentang rekonstruksi. “Kami cuma berikan pemahaman, kalau perempuan diberikan kesempatan sama dengan laki-laki untuk paham cara membangun rumah aman gempa, kami bisa membagikannya ke tukang bangunan. Akhirnya mereka bisa menerima bahwa perempuan juga bisa,” paparnya dengan bersemangat.
Ibu tiga anak itu melanjutkan kisahnya, “Dulu kalau membangun rumah, kami ini cuek dan serahkan sepenuhnya kepada tukang. Padahal rumah itu di dalamnya tinggal orang-orang yag kita sayangi. Setelah dilatih, kami bisa memantau tukang yang kerja agar rumah kami aman, kuat, dan bagus. Bahkan saya pernah berbagi ilmu dari pelatihan tentang komposisi campuran beton kepada tukang, dan dia puas mendapatkan penjelasan saya.”
Singkatnya, menurut Fatni, 44 tahun, yang juga warga Soulowe, “Kami sudah tidak bisa dibodoh-bodohi lagi sama tukang.”
Bersama Marlina, ia telah mengikuti pelatihan Ibu Pelopor Rekonstruksi. Dulu saat rumahnya dibangun, Fatni lazimnya hanya menyediakan makanan untuk tukang.
Jika nanti rumah barunya dibangun, ia bisa mengambil peran lebih aktif untuk memastikan huniannya lebih berkualitas dan tahan saat harus menghadapi gempa.
Lebih lanjut, ia berkomitmen menyebarkan pengetahuannya kepada para perempuan lain di sekitarnya. Antara lain, ibu-ibu di desa sebelah, yakni Desa Karawana, yang telah mengungkapkan keinginannya untuk ikut belajar jadi pelopor rekonstruksi.
Selain mengikuti pelatihan tersebut, Fatni pun telah menerima dua intervensi lain dari CARE Indonesia dan mitranya. Yakni, tenda darurat dan fasilitas kamar mandi komunal. Keduanya diakui sangat bermanfaat karena rumahnya, termasuk kamar mandi, rubuh diterjang gempa.
Selepas bencana, ia dan dua anak perempuannya terpaksa mandi di sungai. Mandi di ruang terbuka dan kurang higienis membuat Fatni dan pengungsi lainnya sangat tidak nyaman.
“Beberapa bulan setelahnya, CARE membangun kamar mandi sebanyak empat pintu. Akhirnya kami bisa mandi di ruang tertutup,” tutur guru honorer Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Karya Pertiwi itu.
Kamar mandi yang dipakai Fatni tersebut adalah bagian dari 494 unit fasilitas sanitasi sensitif gender yang dibangun CARE Indonesia untuk dapat melayani 6.459 orang penyintas bencana di Sulawesi Tengah. CARE Indonesia juga memberikan akses air minum bersih kepada 17.833 orang, mendistribusikan 2.040 filter air dan 5.550 perangkat higiene. Tak kurang dari 43.263 orang juga mendapatkan pengetahuan tentang kebersihan dan kesehatan.
Bantuan lain yang difasilitasi CARE Indonesia adalah distribusi perangkat kebersihan (hygiene kit) dan barang nonpangan bagi 28.471 orang, serta bahan untuk memperbaiki shelter bagi 1.888 keluarga. Selain itu, 6.444 orang penyintas pun didukung dengan program transfer tunai sebagai pengganti kerja mereka dalam penanganan pascabencana.
Belajar dari pengalaman gempa itu, Fatni berpendapat semua perempuan haruslah tangguh. Namun, ketangguhan itu perlu dipelajari.
“Kami harus belajar menjadi tangguh. Kalau kami ingin jadi tangguh tapi tidak memiliki pengetahuannya, ya tidak ada artinya,” kata dia.
Marlina berpendapat serupa. Perempuan perlu tangguh karena ia harus siap menghadapi segala perubahan tak terduga, termasuk bencana alam.
Setelah fase tanggap darurat berlalu, CARE Indonesia tetap bekerja di Sulawesi Tengah untuk memulihkan perikehidupan para penyintas bencana, terutama perempuan. Pengalaman CARE Indonesia menunjukkan fase pemulihan pascabencana membuka peluang bagi perempuan untuk mengubah ketimpangan struktural yang sebelumnya mereka hadapi. Bukti dan kajian menyatakan saat perempuan mendapatkan pemasukan, maka keluarga dan masyarakat ikut merasakan manfaatnya karena perempuan mengalokasikan sebagian besar pendapatannya untuk pangan, kesehatan, dan pendidikan.
CARE Indonesia juga akan mendukung usaha mikro, kecil, dan menengah yang turut berkontribusi terhadap pengurangan risiko bencana serta adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Setidaknya 5.400 keluarga ditargetkan akan mendapatkan manfaat dari dukungan ini.
Pemulihan Sulawesi Tengah
Tujuan: memulihkan perikehidupan penyintas bencana gempa bumi dan tsunami di Sulawesi Tengah
Waktu: 2018-2020
Lokasi: Kabupaten Donggala, Kabupaten Sigi, Kota Palu
Jumlah penerima manfaat per September 2019: 60.454 orang
Mitra kerja: PKPU, Bina Swadaya, Solidaritas Perempuan, Dompet Dhuafa, IBU Foundation, Yayasan Penabulu, Karsa Institute
Pendukung dana: Australia Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT), Global Affairs Canada (GAC), Luxembourg Ministry of Foreign Affairs, Samenwerkende Hulporganisaties (SHO), Dutch Relief Alliance (DRA), Disaster Emergency Committee (DEC), Aktion Deutschland Hilft (ADH), Humanitarian Coalition, GATES Foundation, Margaret A. Cargill Philanthropies, UNICEF
Gesit Tanggap di Semua Tahap
Perempuan Tangguh Bencana jadi penggerak aktif penanggulangan bencana banjir di Jakarta.
Ayam belum juga berkokok menandakan fajar tiba, ketika Nining Kartini mengirim pesan ke grup WhatsApp (WA) di ponselnya. Di wilayah Rukun Warga (RW) 02 Kelurahan Rawa Buaya, kata Nining, “Air sudah ada yang masuk rumah warga. Ketinggian air bervariasi dari 30-50 cm saat ini.”
Ia mengirimkan pesannya pukul 03.04 WIB, 25 Februari 2020. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta saat itu belum melansir peringatan apapun kepada publik terkait banjir keenam sepanjang 2020 tersebut.
Berselang tak sampai sejam, kawan Nining di grup WA itu, Triyanti, membalas. “Semoga cepat surut ya airnya, jangan nambah lagi.”
“Semoga. Warga sudah evakuasi motor. Dari jam 2 (dini hari) sudah ramai di RW 02. Sejak jam 3 sudah pada laporan, katanya air sudah merata. Baru saja saya koordinasi dengan Pak RW 02,” jawab Nining sembari mengirimkan sejumlah foto banjir di depan dan samping rumahnya, juga lokasi ungsian kendaraan bermotor warga.
Keduanya tergabung dalam grup WA “SinerGi-CARE”, yang berisi para peserta pelatihan Perempuan Tangguh Bencana (PTB), Lurah Rawa Buaya, Lurah Kapuk, personel BPBD DKI Jakarta, serta pendamping dari CARE Indonesia.
Perempuan Tangguh Bencana adalah para perempuan relawan yang mendapat peningkatan kapasitas untuk aktif dalam tiap tahap penanggulangan bencana, yaitu kesiapsiagaan (prabencana), tanggap darurat, dan pemulihan (pascabencana). Pelatihan ini bagian dari program Mendukung Pemerintah dan Masyarakat dalam Kesiapsiagaan Bencana (Supporting Disaster Preparedness of Government and Communities/SinerGi) yang dilaksanakan CARE Indonesia di dua kelurahan di Jakarta Barat, yakni Rawa Buaya dan Kapuk. Dua kelurahan itu terpilih akibat tingginya kerentanan terhadap banjir di Jakarta.
CARE Indonesia menganggap pendekatan khusus terhadap perempuan adalah penting karena mereka termasuk kelompok rentan saat bencana.
Perempuan kerap kali disibukkan dengan urusan domestik, sehingga biasanya berada di rumah ketika bala menerjang. Karena lazimnya perempuan punya akses kecil untuk berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat, mereka kurang mendapatkan manfaat dari sosialisasi informasi soal cara menghadapi bencana.
PTB mendorong pesertanya menjadi agen perubahan dan berperan dalam memimpin keluarga serta masyarakat saat menangani bencana. Pelatihan ini juga memberikan kesempatan pada perempuan untuk memimpin proses diseminasi informasi kesetaraan gender dan kesiapsiagaan bencana.
Ada lima langkah pembelajaran yang diterapkan CARE Indonesia dalam program PTB. Pertama-tama, peserta memperoleh penyadaran tentang pentingnya peran perempuan dan kesetaraan gender dalam penanggulangan bencana. Kedua, CARE Indonesia memberikan pelatihan dan pendampingan agar perempuan mampu serta berani bersuara dan berbagi pendapatnya. Setelah itu, peserta menyebarkan informasi tentang kesetaraan gender dan kesiapsiagaan bencana kepada lingkungannya. Pada langkah berikutnya, terjadi perubahan relasi, yakni perempuan mendapatkan kepercayaan dan pengakuan dari keluarga serta masyarakat atas kinerjanya. Kelima, perempuan dapat terlibat aktif dalam negosiasi kebijakan dan memastikan kebutuhan berbasis gender (gender checklist) terpenuhi.
Sekitar 30 orang perempuan mengikuti pelatihan PTB sepanjang 2019. Mereka terpilih karena sudah aktif di komunitasnya dan relatif mampu berkomunikasi dengan baik. Selepas pelatihan, mereka diharapkan mampu membagikan pengetahuan yang didapat kepada perempuan lain di lingkungannya serta mengelola koordinasi dengan pemangku kepentingan lain seperti Rukun Tetangga (RT), RW, Karang Taruna, dan Kelurahan. Mereka pun diharapkan bisa jadi perantara penyambung aspirasi kawan-kawan perempuannya yang belum dapat berpartisipasi di forum pengambilan keputusan seperti Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang).
Saat banjir terjadi, terbukti para perempuan tangguh itu aktif dalam aksi tanggap darurat. Seperti Nining, mereka mampu mengumpulkan dan menyampaikan beragam data penting. Mulai dari posisi genangan, lokasi evakuasi, hingga jumlah pengungsi. Mereka juga terlibat dalam dapur umum dan distribusi logistik.
“Tim perempuan tangguh, ada yang siap untuk dapur umum di RW 01?” ujar Ujang Sungkawa, Lurah Kapuk, lewat grup WA “SinerGi-CARE” pada pukul 9.42 WIB.
“Siap, Pak Lurah,” jawab Sri Hartati, yang juga telah menjalani pelatihan PTB. Sejumlah peserta PTB lainnya pun menyampaikan respon positif terhadap pertanyaan Ujang tadi.
Menariknya, keluarga para perempuan tangguh itu tak keberatan mereka keluar dari rumah dan mengurusi warga lingkungannya. Artinya, peserta PTB telah mampu meyakinkan keluarga bahwa peran penting mereka diperlukan oleh publik.
Paralel dengan pelatihan Perempuan Tangguh Bencana, CARE Indonesia melaksanakan sejumlah kegiatan lain. Antara lain, kajian pengarusutamaan gender dalam dokumen penanggulangan bencana, pelatihan inklusi disabilitas dalam penanggulangan bencana, serta simulasi bencana dan evaluasi dokumen rencana kontijensi bencana di tingkat kelurahan. CARE Indonesia juga mengadakan pelatihan pencegahan kekerasan, pelecehan dan eksploitasi seksual (PSEA) dalam penanggulangan bencana, serta memperkenalkan pendekatan bantuan tunai dan nontunai (cash and voucher assistance).
Pemberdayaan perempuan, penguatan ketahanan keluarga dan masyarakat, serta penguatan kelembagaan yang berjalan selaras dalam SinerGi diharapkan efektif menguatkan ketangguhan warga pada semua tahap penanggulangan bencana. Mereka jadi bisa menyiapkan diri sebelum bencana, bertahan saat bala terjadi, dan lekas bangkit selepasnya.
Mendukung Pemerintah dan Masyarakat dalam Kesiapsiagaan Bencana (Supporting Disaster Preparedness of Government and Communities/SinerGi)
Tujuan: menguatkan ketangguhan masyarakat melalui peningkatan kapasitas dan pengelolaan risiko atau dampak bencana
Waktu: April 2019-April 2020
Lokasi: DKI Jakarta
Jumlah penerima manfaat per Februari 2020: XXXX orang
Konsorsium: CRS, Save the Children, Wahana Visi Indonesia
Pendukung dana: USAID