Perempuan Tangguh Bencana jadi penggerak aktif penanggulangan bencana banjir di Jakarta.
Ayam belum juga berkokok menandakan fajar tiba, ketika Nining Kartini mengirim pesan ke grup WhatsApp (WA) di ponselnya. Di wilayah Rukun Warga (RW) 02 Kelurahan Rawa Buaya, kata Nining, “Air sudah ada yang masuk rumah warga. Ketinggian air bervariasi dari 30-50 cm saat ini.”
Ia mengirimkan pesannya pukul 03.04 WIB, 25 Februari 2020. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta saat itu belum melansir peringatan apapun kepada publik terkait banjir keenam sepanjang 2020 tersebut.
Berselang tak sampai sejam, kawan Nining di grup WA itu, Triyanti, membalas. “Semoga cepat surut ya airnya, jangan nambah lagi.”
“Semoga. Warga sudah evakuasi motor. Dari jam 2 (dini hari) sudah ramai di RW 02. Sejak jam 3 sudah pada laporan, katanya air sudah merata. Baru saja saya koordinasi dengan Pak RW 02,” jawab Nining sembari mengirimkan sejumlah foto banjir di depan dan samping rumahnya, juga lokasi ungsian kendaraan bermotor warga.
Keduanya tergabung dalam grup WA “SinerGi-CARE”, yang berisi para peserta pelatihan Perempuan Tangguh Bencana (PTB), Lurah Rawa Buaya, Lurah Kapuk, personel BPBD DKI Jakarta, serta pendamping dari CARE Indonesia.
Perempuan Tangguh Bencana adalah para perempuan relawan yang mendapat peningkatan kapasitas untuk aktif dalam tiap tahap penanggulangan bencana, yaitu kesiapsiagaan (prabencana), tanggap darurat, dan pemulihan (pascabencana). Pelatihan ini bagian dari program Mendukung Pemerintah dan Masyarakat dalam Kesiapsiagaan Bencana (Supporting Disaster Preparedness of Government and Communities/SinerGi) yang dilaksanakan CARE Indonesia di dua kelurahan di Jakarta Barat, yakni Rawa Buaya dan Kapuk. Dua kelurahan itu terpilih akibat tingginya kerentanan terhadap banjir di Jakarta.
CARE Indonesia menganggap pendekatan khusus terhadap perempuan adalah penting karena mereka termasuk kelompok rentan saat bencana.
Perempuan kerap kali disibukkan dengan urusan domestik, sehingga biasanya berada di rumah ketika bala menerjang. Karena lazimnya perempuan punya akses kecil untuk berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat, mereka kurang mendapatkan manfaat dari sosialisasi informasi soal cara menghadapi bencana.
PTB mendorong pesertanya menjadi agen perubahan dan berperan dalam memimpin keluarga serta masyarakat saat menangani bencana. Pelatihan ini juga memberikan kesempatan pada perempuan untuk memimpin proses diseminasi informasi kesetaraan gender dan kesiapsiagaan bencana.
Ada lima langkah pembelajaran yang diterapkan CARE Indonesia dalam program PTB. Pertama-tama, peserta memperoleh penyadaran tentang pentingnya peran perempuan dan kesetaraan gender dalam penanggulangan bencana. Kedua, CARE Indonesia memberikan pelatihan dan pendampingan agar perempuan mampu serta berani bersuara dan berbagi pendapatnya. Setelah itu, peserta menyebarkan informasi tentang kesetaraan gender dan kesiapsiagaan bencana kepada lingkungannya. Pada langkah berikutnya, terjadi perubahan relasi, yakni perempuan mendapatkan kepercayaan dan pengakuan dari keluarga serta masyarakat atas kinerjanya. Kelima, perempuan dapat terlibat aktif dalam negosiasi kebijakan dan memastikan kebutuhan berbasis gender (gender checklist) terpenuhi.
Sekitar 30 orang perempuan mengikuti pelatihan PTB sepanjang 2019. Mereka terpilih karena sudah aktif di komunitasnya dan relatif mampu berkomunikasi dengan baik. Selepas pelatihan, mereka diharapkan mampu membagikan pengetahuan yang didapat kepada perempuan lain di lingkungannya serta mengelola koordinasi dengan pemangku kepentingan lain seperti Rukun Tetangga (RT), RW, Karang Taruna, dan Kelurahan. Mereka pun diharapkan bisa jadi perantara penyambung aspirasi kawan-kawan perempuannya yang belum dapat berpartisipasi di forum pengambilan keputusan seperti Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang).
Saat banjir terjadi, terbukti para perempuan tangguh itu aktif dalam aksi tanggap darurat. Seperti Nining, mereka mampu mengumpulkan dan menyampaikan beragam data penting. Mulai dari posisi genangan, lokasi evakuasi, hingga jumlah pengungsi. Mereka juga terlibat dalam dapur umum dan distribusi logistik.
“Tim perempuan tangguh, ada yang siap untuk dapur umum di RW 01?” ujar Ujang Sungkawa, Lurah Kapuk, lewat grup WA “SinerGi-CARE” pada pukul 9.42 WIB.
“Siap, Pak Lurah,” jawab Sri Hartati, yang juga telah menjalani pelatihan PTB. Sejumlah peserta PTB lainnya pun menyampaikan respon positif terhadap pertanyaan Ujang tadi.
Menariknya, keluarga para perempuan tangguh itu tak keberatan mereka keluar dari rumah dan mengurusi warga lingkungannya. Artinya, peserta PTB telah mampu meyakinkan keluarga bahwa peran penting mereka diperlukan oleh publik.
Paralel dengan pelatihan Perempuan Tangguh Bencana, CARE Indonesia melaksanakan sejumlah kegiatan lain. Antara lain, kajian pengarusutamaan gender dalam dokumen penanggulangan bencana, pelatihan inklusi disabilitas dalam penanggulangan bencana, serta simulasi bencana dan evaluasi dokumen rencana kontijensi bencana di tingkat kelurahan. CARE Indonesia juga mengadakan pelatihan pencegahan kekerasan, pelecehan dan eksploitasi seksual (PSEA) dalam penanggulangan bencana, serta memperkenalkan pendekatan bantuan tunai dan nontunai (cash and voucher assistance).
Pemberdayaan perempuan, penguatan ketahanan keluarga dan masyarakat, serta penguatan kelembagaan yang berjalan selaras dalam SinerGi diharapkan efektif menguatkan ketangguhan warga pada semua tahap penanggulangan bencana. Mereka jadi bisa menyiapkan diri sebelum bencana, bertahan saat bala terjadi, dan lekas bangkit selepasnya.
Mendukung Pemerintah dan Masyarakat dalam Kesiapsiagaan Bencana (Supporting Disaster Preparedness of Government and Communities/SinerGi)
Tujuan: menguatkan ketangguhan masyarakat melalui peningkatan kapasitas dan pengelolaan risiko atau dampak bencana
Waktu: April 2019-April 2020
Lokasi: DKI Jakarta
Jumlah penerima manfaat per Februari 2020: XXXX orang
Konsorsium: CRS, Save the Children, Wahana Visi Indonesia
Pendukung dana: USAID