Search
Close this search box.

Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) di Kabupaten Nagekeo Mulai Dilaksanakan

Galeri

Yayasan CARE Peduli mulai melaksanakan program pemberian makanan tambahan (PMT) bagi anak 50 orang anak dengan status stunting, underweight, dan wasting di Desa Jawapogo dan Kelurahan Mauponggo, Kabupaten Nagekeo, Provinsi Nusa Tenggara Timur.  Progrm PMT ini juga menyasar 15 orang ibu hamil yang berstatus Kekurangan Energi Kronis (KEK) dan anemia, serta 10 orang ibu menyusui yang berpotensi atau berisiko kekurangan gizi dari riwayat selama kehamilan.

Program yang didukung oleh BNI Berbagi ini telah dilaksanakan sejak bulan Maret 2025 di Kelurahan Mauponggo dan bulan April 2025 di Desa Jawapogo. Pemerintah kedua desa tersebut mendukung penuh pelaksanaan program PMT ini untuk berjalan dengan baik dalam kurun waktu 90 hari. Menu PMT yang dibuat oleh kelompok Dapur Sehat Atasi Stunting (DASHAT) juga diawasi secara langsung oleh ahli gizi yang bertugas di Puskesmas setempat.

Memperkuat Peran Perempuan dalam Konservasi dan Peningkatan Ekonomi Lokal

Galeri

CEO CARE Indonesia, Dr. Abdul Wahib Situmorang, menjadi salah satu pembicara pada sesi High-level Discussion: Tourism Policy on Circular Economy dalam acara  Joint Commission Meeting untuk Komisi UN Tourism untuk Asia Timur dan Pasifik (CAP) dan Komisi UN Tourism untuk Asia Selatan (CSA) ke-37 (CAP-CSA ke-37)(16/4) di Hotel Mulia, Jakarta. Acara dibuka oleh Menteri Pariwisata, Widiyanti Putri Wardhana serta dihadiri anggota UN Tourism, anggota afiliasi UN Tourism, dan organisasi internasional dan regional, serta para pakar pariwisata dunia.

CARE Indonesia membagikan pandangan mengenai pentingnya memastikan circular economy yang mendukung pemberdayaan dan penguatan ketangguhan masyarakat lokal, termasuk kelompok perempuan dan anak-anak, dalam pengembangan investasi pada sektor pariwisata di Indonesia. Sejalan dengan program Pemerintah Indonesia pada 11 Zona Ekonomi Khusus di Indonesia, CARE mendukung dan bekerja bersama, salah satunya melalui program Women Mangrove Warrior yang didukung oleh Traveloka. Pembelajaran baik dari program konservasi ekosistem mangrove melalui pemberdayaan kelompok perempuan ini membagikan salah satu hasil pemberdayaan ekonomi yang dilakukan yakni pembuatan usaha mikro dengan batik ecoprinting yang menggunakan pewarnaan alami dari pohon mangrove. CARE & Traveloka memandang, pelibatan masyarakat lokal termasuk kelompok perempuan sangat krusial untuk memastikan penguatan masyarakat serta berjalannya circular economy yang berkelanjutan.

Sutilah: Perempuan Tangguh Penggerak Pemberdayaan Perempuan dari Sungai Petai

Cerita

Di sebuah dusun terpencil di Kabupaten Musi Banyuasin, bernama Sungai Petai, berdirilah sebuah kelompok ekonomi perempuan yang merupakan cabang dari Kelompok Usaha Ekonomi Perempuan (KUEP) Persatuan Kaum Sukses Desa Dawas yang menjadi harapan baru bagi perempuan di sana. Jauh dari akses jalan layak, listrik yang terbatas, dan kehidupan serba sederhana, sekelompok perempuan yang dipimpin oleh Sutilah menunjukkan bahwa keterbatasan bukan penghalang untuk mandiri dan saling menguatkan.

Sutilah memulai cerita, KUEP Desa Dawas membuka cabang di Dusun Sungai Petai sejak awal tahun 2024. Akses yang jauh dan sulit bagi para anggota KUEP yang berdomisili di Dusun Sungai Petai untuk bepergian ke Desa Dawas menjadi faktor utama Sutilah berinisiatif membuka cabang KUEP di dusunnya. Menurut Sutilah, perjalanan dari Sungai Petai ke pusat Desa Dawas bisa memakan waktu dua sampai tiga jam, bahkan bisa sampai empat atau lima jam jika hujan mengguyur area tersebut dan membuat jalanan berlumpur.

“Kami punya 17 anggota di KUEP Dusun Sungai Petai, yang benar-benar aktif dan bisa dipercaya kami seleksi lagi. Saat ini hanya ada empat orang yang juga menjadi anggota KUEP Desa Dawas, karena mayoritas warga tidak memiliki kendaraan ataupun kemampuan untuk mengendarainya dari Sungai Petai ke Desa Dawas. Namun, semangat warga, terutama para perempuan di Sungai Petai, sangat tinggi,” cerita Sutilah, yang kini menjadi penanggung jawab KUEP cabang Sungai Petai.

Empat orang dari Sungai Petai—termasuk Sutilah—menjadi anggota resmi di KUEP Dawas. Mereka dipercaya karena bisa berkendara dan memiliki waktu luang untuk bepergian. Mewakili anggota lain di KUEP Sungai Petai, Sutilah dan 3 orang anggota KUEP Desa Dawas lainnya berinisiatif mengajukan pinjaman total Rp. 20 juta ke KUEP Persatuan Kaum Sukses Dawas. Menurut Sutilah, pinjaman yang mereka dapatkan digunakan untuk mulai mengembangkan usaha simpan pinjam dan tabungan sembako yang bisa dimanfaatkan 17 anggota KUEP Sungai Petai.

“Dari uang modal ini kami memutarnya untuk pinjaman produktif seperti bertanam ubi, potong karet, hingga produksi makanan tradisional seperti tiwul dan eyek-eyek,” jelasnya.

KUEP Sungai Petai memang masih fokus pada simpan pinjam karena kondisi geografis tidak memungkinkan untuk membuat usaha besar. Meski demikian, sistem simpan pinjam tertata baik. Untuk meminjam, anggota harus mendaftar satu bulan sebelumnya, kecuali ada kebutuhan mendesak seperti pengobatan. “Menjual barang dari sini itu sulit, bisa rusak di jalan. Sistem simpan pinjam yang dikelola dengan jujur dan tertib menjadi tulang punggung kegiatan ekonomi di sini,” ujar Sutilah.

Kisah Bu Sutilah bukan hanya soal ekonomi, tapi juga tentang bagaimana perempuan bisa jadi motor penggerak perubahan di sekitarnya. “Kami harus kreatif, perempuan harus kuat. Saya juga turut terdaftar sebagai relawan di Masyarakat Peduli Api (MPA) Desa Dawas dan setiap dapat pelatihan dari Yayasan CARE Peduli, pasti saya sampikan ke ibu-ibu yang lain di kampung,” ujarnya.

Kiprah Sutilah tak berhenti di ekonomi. Ia juga menjadi pendamping KBG (Kekerasan Berbasis Gender) di desanya. Dengan cara yang hati-hati dan pendekatan sosial yang akrab, ia dan tiga pendamping lain menyelipkan edukasi gender saat pengajian, hajatan, hingga obrolan santai antar ibu. “Saya bilang ke bapak-bapak, di rumah saya itu suami yang masak kalau saya sibuk. Mereka awalnya kaget, tapi akhirnya mikir juga,” katanya sambil tertawa kecil. Perubahan kecil seperti ini ternyata berdampak besar. Ia juga mengedukasi warga tentang cara membuka lahan tanpa membakar yang ia pelajari dari pelatihan bersama CARE.

Bu Sutilah juga menjadi penghubung warga dengan pemerintah desa. Urusan kartu tanda penduduk (KTP), kartu keluarga (KK), akta kelahiran hingga menghadirkan Disdukcapil ke Sungai Petai, semua ia perjuangkan sendiri. Dengan wajah sumringah Sutilah brcerita pernah ditawari oleh Camat Kecamata Keluang untuk menjadi Kepala Dusun. “Pernah saya ditawarkan menjadi kepala dusun (kadus) Sungai Petai, tetapi saya tolak karena merasa tidak bisa menemban tugas tersebut. Jadi urusan seperti itu terlalu berat untuk saya,” katanya rendah hati.

Kini, KUEP Sungai Petai sudah mulai berjalan mandiri. Tabungan sembako saat Ramadan membuat anggota bisa menyambut Lebaran dengan lebih tenang dan berkecukupan. Uang pinjaman dari KUEP Desa Dawas sudah bisa dikembalikan sepenuhnya dan mereka mulai dari nol lagi. Namun semangat tak pernah pudar.
Dengan segala keterbatasan, Bu Sutilah tetap percaya bahwa perubahan dimulai dari langkah kecil. Dari rumah yang jadi tempat mengaji, dari kebun pekarangan yang ditanami cabai, hingga dari pengajian yang bisa juga menjadi tempat berdiskusi membahas pemenuhan ekonomi dan kesetaraan gender. “Kalau diniati ibadah, semua ada pahalanya,” tutupnya sambil tersenyum.

Di Sungai Petai, perempuan tak sekadar bertahan. Mereka melangkah maju, pelan tapi pasti. Dan di barisan terdepan, berdirilah Bu Sutilah—seorang perempuan luar biasa yang menyemai harapan dari tengah hutan.

Penulis: Kukuh A. Tohari
Editor: Swiny Adestika

Beasiswa Jurnalis: Mengarus Utamakan Inisiatif Perlindungan Mangrove dan Peningkatan Ekonomi Bagi Kelompok Perempuan di Desa Berakit

Galeri

Sebanyak lima orang jurnalis yang berasal dari berbagai provinsi di Sumatra dari media lokal dan kontributor media nasional mengikuti program journalist fellowship yang digelar oleh CARE Indonesia yang berkolaborasi dengan The Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ) pada 11-14 Maret 2025. Program ini bertujuan untuk menyebarluaskan peran perempuan di Desa Berakit, Kabupaten Bintan dalam upaya perlindungan mangrove dan peningkatan ekonomi lokal yang memanfaatkan hasil ekosistem mangrove. Harapannya, dengan adanya keterlibatan jurnalis dalam upaya pemberdayaan perempuan di Desa Berakit bisa memberikan inspirasi bagi perempuan di seluruh Indonesia untuk semakin terlibat dalam pelestarian lingkungan.

Perlindungan Ekosistem Mangrove di Kabupaten Minahasa Utara Melalui Pemberdayaan Kelompok Perempuan

Galeri

CARE Indonesia bersama Yayasan Bumi Tangguh didukung Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara dan didanai Asian Venture Philantrophy Network (AVPN) luncurkan program pemberdayaan perempuan pesisir dan restorasi mangrove di Kabupaten Minahasa Utara (18/03). Peluncuran ini dihadiri sekitar 70 tamu undangan.

50.000 bibit akan ditanam di zona penyangga Kawasan Konservasi Perairan (KKP) di Desa Palaes, Desa Sarawet, dan Desa Minaesa. Pemberdayaan kelompok perempuan, termasuk nelayan perempuan, akan dilakukan melalui pembentukan Kelompok Usaha Ekonomi Perempuan (KUEP) untuk mengelola potensi usaha berbasis mangrove sekaligus memastikan kelestarian ekosistemnya.

Kelompok Perempuan Desa Berakit Lestarikan dan Manfaatkan Mangrove

Galeri

Sebanyak 50.000 bibit mangrove yang dikembangkan oleh kelompok perempuan penjaga mangrove di Desa Berakit sudah semakin bertumbuh. Bibit yang disemai pada September 2024 ini nantinya akan ditanam pada area seluas lima hektare di zona penyangga kawasan konservasi laut di Desa Berakit. Nantinya jika bibit mangrove sudah memiliki minimal empat lembar daun, tandanya sudah siap untuk ditanam menyusul 1.000 tanaman mangrove yang sebelumnya sudah ditanam.

Selain berperan aktif dalam pelestarian mangrove, kelompok perempuan di Desa Berakit juga telah menghasilkan produk kain batik yang memanfaatkan mangrove sebagai pewarna alaminya melalui pelatihan yang didukung oleh Traveloka, CARE Indonesia. Pelatihan pemanfaatan mangrove sebagai pewarna kain batik ecoprint merupakan upaya pemberdayaan ekonomi kelompok perempuan melalui Kelompok Usaha Ekonomi Perempuan (KUEP).

Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Utara Dukung CARE Indonesia dan Yayasan Bumi Tangguh untuk Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Ekosistem Mangrove di 3 Desa

Berita

Likupang Barat, 18 Maret 2025 – Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Utara mendukung Yayasan CARE Peduli (YCP/CARE Indonesia) dan Yayasan Bumi Tangguh melalui inisiatif pemberdayaan perempuan dan perlindungan ekosistem mangrove untuk penanaman 50,000 bibit mangrove di zona penyangga Kawasan Konservasi Perairan (KKP). Dengan dukungan pendanaan dari Asian Venture Philanthropy Network (AVPN), tidak hanya pelestarian mangrove, upaya pemberdayaan ekonomi nelayan perempuan melalui Kelompok Usaha Ekonomi Perempuan (KUEP) akan dilakukan untuk mengelola beragam potensi usaha atau ekonomi dari komoditas unggulan setempat.

Dr. Tianneke Adam, M.Si, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Utara menyampaikan dalam sambutannya pada peluncuran program pemberdayaan perempuan pesisir dan restorasi mangrove (18/3), bahwa pelaksanaan program sejalan dengan upaya pencapaian target penambahan KKP baru seluas 326.000 hektar di tahun 2025. “Kawasan hutan mangrove di 3 desa yakni Desa Palaes dan Desa Serawet di Kecamatan Likupang Barat serta di Desa Minaesa di Kecamatan Wori menjadi kawasan krusial di Sulawesi Utara. Tidak hanya mangrove penting sebagai rumah dari berbagai biota yang hidup di dalamnya, namun juga bagi masyarakat sekitar agar terlindungi dari ancaman krisis iklim serta sebagai sumber pendapatan keluarga,” ujarnya.

Peluncuran program turut dihadiri oleh perwakilan dari AVPN di Indonesia, Dewan Pembina Yayasan CARE Peduli, Esti Andayani, CEO Yayasan CARE Peduli, Dr. Abdul Wahib Situmorang, Ketua Yayasan Bumi Tangguh, Dennie Mamonto, aparatur Desa, dan perwakilan masyarakat desa.

Tianneke menambahkan, upaya perlindungan ekosistem penting untuk dibarengi dengan pemberdayaan masyarakatnya, termasuk para nelayan perempuan. Rangkaian pemberdayaan seperti peningkatan pengetahuan, penambahan sumber pendapatan alternatif dan pengelolaan keuangan menurutnya dapat langsung berdampak ke masyarakat untuk penguatan peran perempuan pesisir dalam menjaga ekosistem mangrove. “Pemda pasti selalu berkomitmen memberikanan pelayanan pada masyarakat pesisir untuk peningkatan kesejahteraan mereka secara mandiri. Dengan menjaga ekosistem mangrove, masyarakat termasuk nelayan perempuan bisa menambah pendapatan keluarga. Kami akan memantau dan mengevaluasi program pembinaan yang dilakukan CARE Indonesia dan Yayasan Bumi Tangguh ini untuk keberlanjutannya. Kedepannya ini juga bisa menjadi contoh pembelajaran yang sukses bagi desa lainnya jika mereka menjaga ekosistem pesisir laut mereka tetap lestari,” ungkapnya.

Dr. Abdul Wahib Situmorang, CEO CARE Indonesia menjelaskan, keutamaan program adalah dengan melibatkan dan melakukan pemberdayaan pada perempuan pesisir, termasuk nelayan perempuan sehingga meningkatkan perannya dalam menjaga mangrove. Menurut Abdul, “Pemanfaatan dan perlindungan hutan mangrove sudah menjadi kearifan lokal yang dilakukan masyarakat setempat. Di Desa Palaes, kesadaran masyarakat menjaga mangrove sudah muncul karena mangrove menjadi sumber pendapatan melalui wisata mangrove yang sudah berjalan disini. Maka dari itu, kelompok perempuan tidak hanya dilibatkan aktif dalam upaya konservasi mangrove melalui pembibitan dan penanaman di program ini, tetapi juga dalam penguatan ekonomi seperti literasi digital dan keuangan, serta penguatan usaha yang menjadi pendapatan tambahan keluarga,” jelas Abdul.

Senada dengan Abdul, Dennie Mamonto, Ketua Yayasan Bumi Tangguh menyampaikan potensi ekosistem mangrove dengan luas mencapai 5.562,62 hektare di pesisir Wori, Likupang Barat, dan Likupang Timur sangat kaya yang terlihat dari dijadikannya Likupang sebagai destinasi wisata ‘super prioritas’. Menurutnya, pada tahun 2024, kawasan ini menarik lebih dari 572.000 wisatawan domestik dan 7.400 wisatawan internasional, termasuk wisata mangrove yang semakin berkembang di desa-desa pesisir. “Jika tidak dikelola secara berkelanjutan, perkembangan ini dapat mengancam keseimbangan ekosistem dan penghidupan masyarakat setempat. Kami di Yayasan Bumi Tangguh percaya bahwa melibatkan kelompok perempuan dalam upaya pelestarian mangrove adalah langkah strategis untuk menjaga lingkungan sekaligus menciptakan manfaat ekonomi bagi komunitas pesisir. Dengan peran aktif mereka, kita dapat memastikan bahwa ekosistem mangrove tetap lestari di tengah laju pembangunan dan pertumbuhan wisata di kawasan ini,” ujar Dennie.

Lebih lanjut Abdul menjelaskan terkait pembentukan Kelompok Usaha Ekonomi Perempuan (KUEP), yang bertujuan untuk meningkatkan kemandirian finansial perempuan dan pembentukan komunitas. “KUEP akan menjadi wadah bagi kelompok perempuan untuk mengumpulkan tabungan, mengakses pinjaman kecil, dan terlibat dalam pengambilan keputusan kolektif. Melalui pelatihan kewirausahaan, kami berharap kelompok perempuan dapat meraih peluang ekonomi lebih luas di luar konservasi mangrove dan meningkatkan kemandirian finansial, serta dapat mendukung peningkatan ekonomi berbasis lingkungan yang berkelanjutan,” pungkasnya.

Kelompok Perempuan Desa Berakit Membuat Batik dengan Pewarna Alami dari Mangrove

Galeri

Mangrove tidak hanya penting untuk lingkungan, tetapi juga dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami batik. Pada 17-18 dan 22-23 Februari, 31 peserta dari berbagai kelompok, seperti Pokmaswas Srikandi, KUEP Melati dan Tenggiri, serta BBC, mengikuti pelatihan membatik dan ecoprint, di mana mereka belajar mengolah limbah kulit mangrove dan mahoni menjadi pewarna alami.

Pelatihan ini membuka kesadaran para peserta akan manfaat besar mangrove, baik untuk ekosistem maupun ekonomi lokal. Selain menambah keterampilan, kegiatan ini juga mendorong pentingnya menjaga kelestarian mangrove untuk mendukung keberlanjutan alam dan membuka peluang usaha berkelanjutan. Program ini didukung oleh Traveloka, Yayasan CARE Peduli, dan Yayasan Ecology.

Menciptakan Lingkungan Kerja Tanpa Kekerasan: Inisiatif dari Pekerja dan Manajemen Industri Garmen

Galeri

Langkah dalam menciptakan tempat kerja yang bebas dari kekerasan dan memberikan ruang yang aman bagi perempuan sedang diupayakan oleh PT. Dasan Pan Pacific Indonesia di Kabupaten Sukabumi dan PT. Glory Industrial Semarang Demak di Kabupaten Demak, dengan dukungan penuh dari CARE Indonesia. Pada tanggal 19-21 Februari, 45 pekerja dan manajemen perusahaan bersama-sama mengikuti pelatihan mengenai sistem pendokumentasian serta manajemen data kasus Kekerasan Berbasis Gender dan Kekerasan Seksual (KBG-KS), serta prosedur penanganannya. Hasilnya, mereka sepakat untuk memperkuat proses penanganan jika terjadi kekerasan di tempat kerja.

Tidak hanya melibatkan pihak perempuan, tetapi juga pentingnya peran laki-laki turut ditekankan, terutama di PT. Dasan Pan Pacific Indonesia. Sebanyak 28 peserta laki-laki berpartisipasi aktif dalam merancang berbagai inisiatif untuk menciptakan ruang yang aman bagi perempuan. Di antaranya adalah sosialisasi kepada rekan kerja lainnya mengenai sanksi terhadap pelaku kekerasan serta penyelenggaraan acara kebersamaan, seperti lomba memasak bagi laki-laki, yang menjadi bentuk dukungan nyata terhadap perempuan.

Pemberdayaan Ekonomi Perempuan di Kabupaten Sigi Melalui Penguatan KUEP

Galeri

Sebanyak 144 perempuan yang berasal dari Desa Pesaku, Rarampadende, Ngata Baru, Pombewe, Ramba, dan Wisolo di Kabupaten Sigi kini menjadi anggota Kelompok Usaha Ekonomi Perempuan (KUEP) yang didorong untuk meningkatkan kemandirian ekonomi mereka. Dalam upaya ini, CARE Indonesia bekerja sama dengan Karsa Institute, dengan dukungan dari UN Women dan pendanaan dari Korea International Cooperation Agency (KOICA), untuk memperkuat KUEP melalui pengembangan kelembagaan dan pelatihan kewirausahaan guna mendukung ekonomi keluarga.

Salah satu inisiatif yang diterapkan adalah sistem simpan pinjam berbasis tabungan, di mana anggota KUEP dapat menabung dengan cara menukarkan koin. Sistem ini disambut positif oleh para anggota yang memanfaatkan kesempatan tersebut sebagai sarana menabung sekaligus berinteraksi. Setiap anggota berkomitmen untuk mengadakan pertemuan rutin sebagai waktu menabung dan sebagai ruang untuk berdiskusi serta berbagi pengalaman. Di masa depan, KUEP berencana mengembangkan usaha baru, seperti produksi minyak kelapa serta keripik buah dan ubi, untuk memperkuat perekonomian keluarga anggotanya.