Pendekatan holistik kami dalam mencapai keadilan gender dan inklusi sosial juga diterapkan dalam program percepatan penurunan stunting di Kabupaten Sumbawa Barat, sebuah kolaborasi antara PT Amman Mineral Nusa Tenggara, Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat, dan YCP. Melalui pengelolaan kebun gizi, termasuk di Desa Talonang Baru di mana YCP memberikan pelatihan kepada kelompok petani perempuan pada Desember 2023, kami berhasil panen berbagai macam sayuran. Hasil panen kemudian digunakan sebagai bahan baku untuk menu Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk anak yang mengalami stunting dan ibu hamil dengan kekurangan energi kronis.
Batita Talita Kembali Ceria Dengan Pemberian Makanan Tambahan
Vivi Iswantari: Kami senang saat Ibu kader TPK dan Ibu kepala desa datang mengantar makanan dan memberikan penyuluhan pada kami sekeluarga, Talita menjadi semangat untuk makan.
Vivi Iswantari (25) dari Desa Dasan Anyar, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat, tidak bisa menyembunyikan keharuannya melihat anak pertamanya, Talita Zahra yang saat ini berusia 3 tahun, bermain ceria bersama temannya di halaman rumah sederhananya. Anak semata wayang bersama suaminya, Rony AR (39), lahir dengan Berat Badan (BB) normal 2,5 kg dengan Panjang Badan (PB) 47 cm dan mendapatkan ASI eksklusif.
Kebahagian mereka terganggu. Di hari ke-5 Talita jatuh sakit. “Anak ibu menderita Panyakit Kuning sehingga harus di opname di rumah sakit,” ujar Vivi meniru perkataan dokter saat itu. Keterbatasan pemahamannya tentang kesehatan membuat Vivi tidak memahami penjelasan dokter terkait penyakit yang diderita anaknya. Vivi hanya bisa mematung melihat anaknya tidur pucat dengan infus di atas kasur.
Berat Badan (BB) Talita diceritakan Vivi terus menurun dan sering diserang penyakit bahkan sempat mengalami sesak napas. “Saya tetap memberikan makan, tetapi kadang anaknya tidak mau makan. Apalagi setelah mulai MPASI, anak sulit makan sehingga mudah terserang flu, demam, dan diare,” ungkap Vivi. Lebih lanjut Vivi menceritakan, Talita selalu ia ajak ke Posyandu karena penambahan BB dan Tinggi Badan (TB) Talita yang belum optimal sesuai kategori usianya. “Di Posyandu kami dapat makanan tambahan seperti biskuit, telur, bubur kacang hijau, namun Talita tidak mau makan. Dia lebih suka makan buah dan jajanan saja,” ujarnya.
Suami Vivi, bekerja sebagai buruh bangunan lepas, dengan pendapatan yang tidak tetap. “Kami sulit memenuhi kebutuhan gizi Talita karena keterbatasan itu, sehingga pertumbuhan Talita menjadi lambat”, ungkapnya. Penimbangan Talita yang dilakukan di Agustus 2022 lalu menunjukkan tinggi badan Talita yang tidak normal di usianya sehingga dinyatakan stunting. “Berat badan anaknya sangat rendah dan tinggi badanya juga pendek. Catatan di Buku KIA berat badan anaknya termasuk di Bawah Garis Merah (BGM) selama 1 tahun terakhir,” cerita Vivi.
Semangat Vivi kembali menguat saat anaknya menerima Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Pemulihan. PMT menjadi salah satu rangkaian kegiatan dari program percepatan penurunan stunting di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) merupakan kolaborasi antara PT Amman Mineral Nusa Tenggara, Pemerintah KSB dan Yayasan CARE Peduli (YCP).
“PMT ini sangat bermanfaat untuk keluarga kami, terutama Talita. Karena variasi makanannya banyak, ada buah dan sayur yang berbeda setiap hari. Anak saya sangat suka. Jadi setiap hari dia menunggu nasi yang diantarkan”, ujar Vivi dengan berbinar. Selain makan PMT yang diberikan, Vivi tetap memberikan makanan lain untuk meningkatkan selera makan Talita. Setelah satu bulan menerima PMT, BB Talita bertambah 400 gram.
Melihat perkembangan yang baik di Talita, Vivi aktif menjadi Kader TPK Posyandu. Meski hanya tamatan SMU, setelah mendapatkan banyak penyuluhan dan pengetahuan dari para kader TPK desa, Vivi tetap semangat membantu di Posyandu. Ia menjelaskan ingin mendapatkan pengetahuan yang lebih tetang pertumbuhan anak termasuk kesetaraan gender yang dapat menurunkan stunting dan membaginya kepada keluarga balita yang lain di desanya.
Selain Vivi, PKK Desa Dasan Anyar juga menyampaikan apresiasinya terhadap PMT dan program penurunan stunting di desanya. “PMT telah membawa perubahan dalam pendekatan percepatan penurunan stungting,” ujar Ismaningsih (36), Ketua PKK Desa Dasan Anyar. “Kami diberikan pelatihan bagi semua Kader TPK, tentang stunting, air bersih dan gizi bagi balita. Sehingga saat kami dilibatkan dalam program PMT, kami dengan mudah memberikan penyuluhan kepada keluarga stunting dan keluarga ibu hamil dengan kondisi energi kronik. Para kader juga diajarkan untuk melibatkan para suami dalam memantau dan terlibat aktif menjaga tumbuh kembang anak melalui pelatihan kesetaraan gender,” pungkas Ismaningsih.

Penulis: Muhammad Ikraman, Meiry Nasution
Editor: Swiny Adestika
Upaya Percepatan Penurunan Stunting: 132 Remaja KSB Belajar tentang Kesehatan Reproduksi untuk Mencegah Perkawinan Anak
Wadah Edukasi Melalui Kelas Lingkar Remaja
Studi menunjukkan bahwa kondisi perempuan selama kehamilan dan persalinan adalah faktor yang penting untuk dipantau karena dapat berkontribusi pada stunting, seperti dikutip dari laman Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Namun kondisi kehamilan perempuan akan lebih rentan apabila terjadi di usia remaja, terutama apabila terjadi kekurangsiapan secara fisik dan psikis dalam pola asuh. Edukasi ke kelompok remaja menjadi strategis sebagai peer-to-peer sebagai pembentukan platform atau wadah remaja bisa bercerita banyak hal untuk ruang aman terutama untuk pencegahan perkawinan usia anak. Lebih lanjut ditegaskan oleh Hasto Wardoyo, Ketua BKKBN menyatakan bahwa pelibatkan remaja dalam upaya mengatasi stunting menjadi krusial karena remaja merupakan pelopor inovasi dan agen perubahan untuk Indonesia salah satunya di Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat.
“Upaya untuk mempercepat penurunan stunting, terutama di Nusa Tenggara Barat yang memiliki tingkat risiko tinggi perlu menggunakan pendekatan holistik, tidak hanya penanganan tetapi juga termasuk melakukan pencegahan. Salah satunya dengan pencegahan perkawinan anak pada usia remaja, khususnya mereka yang berusia antara 12 hingga 18 tahun,” ujar Muhammad Ikraman, Project Manager Yayasan CARE Peduli yang disampaikan pada kegiatan Lingkar Remaja di Kecamatan Maluk, Kabupaten Sumbawa Barat (1-3/2). Edukasi pada remaja SMP dan SMA ini menjadi bagian dari rangkaian Program Penurunan Stunting untuk Generasi Sehat, Cerdas, dan Tangguh, yang menjadi program kolaborasi antara PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMMAN), Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) dan Yayasan CARE Peduli (YCP).
132 remaja dari SMP Negeri 1 Maluk, SMP dan SMA IT Binaul Ummah Maluk, antusias mengikuti edukasi terutama seputar kesehatan reproduksi. Tidak hanya itu, penjelasan mengenal tubuh mereka sendiri, hubungan antar gender, pemahaman gender itu sendiri, relasi kuasa, kekerasan berbasis gender, pengenalan alat kontrasepsi, serta hak-hak yang harus dihormati sebagai individu juga disampaikan. Selain itu, pemahaman tentang dampak perilaku seks beresiko seks bebas, penyakit menular seksual seperti Infeksi Menular Seksual, HIV dan AIDS, serta masalah perundungan/bullying, pelecehan seksual dan kekerasan dalam pacaran misalnya atau apa yang terjadi dalam keluarga di bahas secara interaktif, topik-topik tersebut mendapat respon positif dari peserta.
“Kami bisa saling berbagi cerita sebagai remaja, sehingga saya merasa lebih nyaman untuk mengungkapkan pendapat saya dan memberikan masukan terhadap topik yang dibahas,” ungkap Mulyana, siswi kelas 8 di SMP Negeri 1 Maluk. Mulyana menambahkan dirinya lebih memahami dampak perkawinan usia anak dari berbagai sisi seperti sosial dan ekonomi setelah mengikuti kegiatan tersebut.
Sebagai referensi, Indonesia menduduki peringkat empat di tingkat global dalam hal perkawinan anak, dengan jumlah kasus mencapai 25,53 juta pada tahun 2023, dilansir dari UNICEF. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022, Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi Provinsi dengan angka kasus perkawinan anak paling tinggi, yaitu 16,23 persen, pada perempuan sebelum usia 18 tahun. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, menyatakan perkawinan anak tidak hanya melanggar hak asasi manusia dan hak anak, tetapi juga memiliki dampak serius terhadap kesehatan dan perkembangan anak, salah satunya adalah risiko stunting.
“Kegiatan ini sangat membantu dalam pencegahan perkawinan usia anak di kalangan siswa kami. Banyak di antara mereka yang sebelumnya terlibat dalam perkawinan saat masih berstatus pelajar SMP, hal ini karena minimnya pemahaman mengenai risiko yang terkait dengan perkawinan usia anak. Selain itu, kami juga memperoleh pencerahan tentang strategi mengatasi kasus bullying dan pencegahan kekerasan terhadap anak di lingkungan sekolah,” ungkap Jamhuri, Guru Bimbingan Konseling (BK) di SMP Negeri 1 Maluk.
Penyampaian materi secara interaktif pada Lingkar Remaja menurut Awalia Murtiana, Program Manager YCP, berhasil meningkatkan partisipasi aktif peserta remaja. “Para peserta remaja tidak hanya mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam, tetapi juga merasa lebih termotivasi dan bersemangat untuk aktif dalam sesi-sesi pembahasan topik yang berkaitan dengan kehidupannya dimasa remaja. Harapannya dari kelas ini, para remaja di KSB dapat lebih memahami pentingnya menjaga kesehatan seksual dan reproduksi mereka, lebih bisa memahami kesetaraan gender, serta menghargai hak-hak sebagai individu. Dengan memahamkan hal-hal tersebut diharapkan sikap dan perilaku remaja berubah. Tentunya, tujuan utamanya adalah menjadikan teman-teman remaja menjadi agent of change yang gender responif untuk terlibat dalam partisipasi bermakna dalam pencegahan terjadinya perkawinan anak sehingga dapat berkontribusi dalam menurunkan angka stunting di Indonesia,” tegas Awalia.
Upaya penurunan stunting sudah menjadi komitmen pemerintah, sekolah, dan masyarakat di Kabupaten Sumbawa Barat. Dengan disahkannya Peraturan Desa (Perdes) tentang Perlindungan dan Pencegahan Perkawinan Anak pada bulan Agustus dan September 2023 di Desa Maluk dan Desa Pasir Putih yang di juga difasilitasi dan didampingi oleh YCP, menegaskan komitmen melindungi hakanak dan remaja dalam mencegah terjadinya perkawinan usia anak, yang menjadi salah satu faktor risiko dalam stunting. “Kami sangat mendukung terbentuknya Forum Anak Desa dan terbitnya Perdes Perlindungan anak ini, sehingga anak-anak terlindungi hak-haknya dan mereka mempunyai peran aktif sebagai Pelopor dan Pelapor. Perdes ini juga akan kami sebarkan dan replikasi ke desa-desa lain sehingga dapat menjadi contoh dan pembelajaran bagi desa lainnya,” tutur Kalsum, Kepala Bidang Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak KSB kepada tim YCP.

Penulis: Nurainy Darono, Editor: Swiny Adestika
Edukasi Kepada Remaja Untuk Mencegah Stunting di Kabupaten Sumbawa Barat
Upaya Percepatan penurunan stunting dapat dilakukan sejak dini dengan melibatkan remaja agar mencegah terjadinya perkawinan anak. Kelas Lingkar Remaja diselenggarakan,
Kanny: Pengetahuan mengenai kesetaraan gender harus disebarkan secara masif dan berkelanjutan
Edukasi Kesetaraan Gender bagi Pekerja Perempuan Perkebunan Teh
Data FAO tahun 2022 menyebutkan bahwa Indonesia adalah produsen teh terbesar ke-7 di dunia. Luas area perkebunan teh terbesar ada di Jawa Barat yakni sebanyak 88 persen, seperti dilansir dari data Badan Pusat Statistik tahun 2020. Sebagian besar pekerja di perkebunan teh adalah perempuan, terutama sebagai pemetik teh. Representasi perempuan pada tingkat manajemen di dalam perkebunan teh masih minim serta teridentifikasi adanya diskriminasi dalam penghasilan pekerja, dimana pekerja laki-laki menerima gaji lebih tinggi untuk pekerjaan yang sama, sehingga menunjukan masih adanya ketidaksetaraan gender yang terjadi, seperti dilansir dari Jurnal THIRST tahun 2020.
“Manajemen sudah membuka kesempatan bagi para pekerja perempuan untuk menduduki posisi-posisi yang sama dengan laki-laki baik sebagai mandor, pengawas, maupun manager. Namun para pekerja perempuan masih merasa kurang percaya diri untuk bersaing dengan laki-laki. Kami harap, momentum adanya Program Pemberdayaan Perempuan Komunitas Teh Bersama Yayasan CARE Peduli bisa membuat para pekerja perempuan memiliki kepercayaan diri dan kapasitas yang lebih baik sehingga dapat bersaing lebih baik juga,” ujar Heru Supriadi, Manager Perkebunan Unit Malabar PTTPN 1 Region 2 dalam sambutannya saat pembukaan Workshop Kesetaraan Gender dan Kekerasan Berbasis Gender (23/1) di Perkebunan Pasirmalang, Desa Margaluyu, Kecamatan Pangalengan, Jawa Barat.
Pelatihan yang dilakukan di dua desa, yakni Desa Margaluyu dan Desa Banjarsari memfokuskan pada pengenalan terhadap konsep gender serta kekerasan berbasis gender. Dilansir dari laman kekerasan.kemenppa.go.id, kasus kekerasan yang terjadi di Indonesia sejak 1 Januari 2024 tercatat sebanyak 1.124 kasus. Provinsi Jawa Barat menjadi salah satu provinsi dengan jumlah kasus kekerasan yang tertinggi tercatat di laman tersebut, yakni sebanyak 106 kasus. Perempuan dan anak menjadi korban tindak kekerasan yang tercatat terjadi di Jawa Barat.
Kanny Destana, isteri Kepala Desa Banjarsari yang hadir dalam pelatihan mewakili perangkat Desa menyampaikan bahwa perempuan dan laki-laki punya kerentanan yang sama untuk menjadi korban kekerasan, termasuk kekerasan berbasis gender. “Pengetahuan mengenai kekerasan, dampak, dan upaya-upaya pencegahan dan penanganan kekerasan harus disebarluaskan secara masif dan berkelanjutan agar terwujud lingkungan yang jauh dari kekerasan. Desa Banjarsari yang sudah memiliki unit Komisi Perempuan Indonesia atau KPI dapat menjadi salah satu wadah mencegah dan menangani tindak kekerasan, terutama kekerasan berbasis gender,” ujar Kanny yang juga menjadi guru SMK di desanya.
Lebih dari 44 peserta dari Desa Margaluyu dan Desa Banjarsari terlihat antusias mengikuti pelatihan. Tidak hanya pekerja perempuan pemetik teh, pekerja laki-laki, organisasi perempuan perkebunan juga perwakilan serikat pekerja perkebunan turut mengikuti rangkaian pelatihan. Ketua Serikat Pekerja Perkebunan unit Pasirmalang, Acep, mengapresiasi jalannya pelatihan yang melibatkan peserta laki-laki dan memberikan penjelasan pentingnya peran laki-laki agar kesetaraan dan keadilan gender dapat terwujud. Bagi Acep, pelatihan ini memberikan pemahaman baru baginya, termasuk pentingnya mencegah kekerasan berbasi gender yang salah satunya bisa dilakukan dengan mencegah pernikahan anak. “Jika laki-laki memiliki pemahaman yang baik serta terlibat sebagai supporter, kesetaraan gender bisa terwujud,” ungkapnya.
Upaya penguatan para pekerja pemetik teh perempuan di Jawa Barat dilakukan Yayasan CARE Peduli (YCP), salah satunya melalui pelatihan gender, yang menjadi rangkaian Program Pemberdayaan Perempuan Komunitas Teh. Agus Tri Wahyuono, Program Manager YCP menjelaskan bahwa pelaksanaan program tidak hanya pada penguatan kesetaraan gender di tempat kerja dan komunitas, tetapi juga kemampuan leadership khususnya pada pekerja perempuan, penguatan ekonomi lokal serta penguatan kesiapsiagaan komunitas di sekitar perkebunan teh terhadap akses ke kesehatan, pemenuhan nutrisi dan air bersih. “Kegiatan ini menjadi langkah awal dalam rangkaian program yang akan berjalan selama 3 tahun di 3 desa. Harapannya, jika rangkaian program dapat meningkatkan pemberdayaan pekerja perempuan di perkebunan teh area Jawa Barat, kedepannya dapat direplikasi pada industri lain di lokasi berbeda,” pungkas Agus.

Penulis: Swiny Adestika
Sambut Perubahan Baik: Memperkenalkan CEO YCP
Dengan semangat transformatif, Yayasan CARE Peduli (YCP) menyambut DR. ABDUL WAHIB SITUMORANG sebagai Chief Executive Officer. Dalam rekam jejaknya, Dr. Abdul Wahib Situmorang telah memiliki pengalaman lebih dari 25 tahun dalam pembangunan berkelanjutan, meliputi bidang REDD+, perubahan iklim, carbon pricing, community empowerment, ekonomi sirkular, isu populasi, blue economy, dan pengarusutamaan keadilan gender. Mari sambut perjalanan penuh inspirasi bersama YCP dan kepemimpinan baru kami.
Edukasi Kesetaraan Gender Bagi Pekerja dan Komunitas Sekitar Perkebunan Teh
Upaya penguatan para pekerja pemetik teh perempuan di Jawa Barat dilakukan YCP, salah satunya melalui pelatihan gender di Kab. Bandung yang menjadi rangkaian Program Pemberdayaan Perempuan Komunitas Teh. Bapak dan Ibu pekerja perkebunan dan komunitas teh dari Desa Margaluyu dan Desa Banjarsari menyatakan memperoleh pengetahuan baru tentang pentingnya peran laki-laki dan perempuan yang setara di lingkungan keluarga, masyarakat, dan tempat kerja. Sekitar 40 peserta antusias mengikuti diskusi dan menyatakan lebih menyadari pentingnya kesehatan reproduksi bagi perempuan dan anak perempuan, serta pentingnya upaya mencegah kekerasan berbasis gender dan pernikahan anak.