Search
Close this search box.

Perempuan sebagai Penggerak Perlindungan Lingkungan: Membangun Ketahanan Ekonomi dan Alam

Share it with others

Perubahan iklim kini menjadi ancaman nyata yang memengaruhi kehidupan di seluruh dunia. Suhu rata-rata bumi telah meningkat sekitar 1,1°C sejak era pra-industri, dengan lima tahun terakhir mencatatkan suhu global tertinggi, termasuk tahun 2016 dan 2020 sebagai tahun terpanas yang tercatat oleh National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA). Dampak dari perubahan ini sangat luas, mulai dari mencairnya es di kutub yang menyebabkan kenaikan permukaan laut hingga 3,3 mm per tahun, menurut laporan IPCC. Cuaca ekstrem, seperti gelombang panas, banjir, dan kekeringan, menjadi semakin sering dan intens, mengganggu ketahanan pangan, meningkatkan risiko penyakit seperti malaria dan demam berdarah, serta merusak ekosistem. Kerusakan hutan tropis yang menyumbang lebih dari 10% emisi karbon global, menurut Global Forest Watch dan World Resources Institute, memperburuk dampak perubahan iklim yang kita alami.

Di Indonesia, perubahan iklim berdampak besar pada kehidupan perempuan, terutama di daerah pesisir dan pedesaan yang bergantung pada pertanian dan perikanan. Kenaikan suhu dan bencana alam yang semakin sering mengancam ketahanan pangan dan air, menjadikan perempuan lebih rentan. Selain itu, perempuan sering kali terpapar kekerasan berbasis gender pasca-bencana dan kurang terlibat dalam pengambilan keputusan terkait perubahan iklim, meskipun mereka memiliki peran penting dalam adaptasi. Ketidaksetaraan gender, seperti yang dilaporkan oleh UNDP dan World Bank, semakin memperburuk dampak perubahan iklim pada perempuan.

Mangrove Lestari Tingkatkan Perekonomian
Di tengah tantangan perubahan iklim, perempuan di Desa Berakit, Kabupaten Bintan, telah menunjukkan peran yang luar biasa dalam upaya pelestarian alam. Kelompok perempuan pejuang mangrove di desa ini terlibat aktif dalam restorasi dan pelestarian hutan mangrove sebagai bagian dari kawasan konservasi. Mereka tidak hanya melakukan pembibitan, tetapi juga memantau secara rutin bibit mangrove yang telah ditanam. Hingga kini, lebih dari 50.000 bibit mangrove sudah berhasil dikembangkan. Segera setelah terdapat setidaknya 4 daun, para anggota kelompok perempuan akan menanam bibit mangrove tersebut di area pesisir desa, menyusul 1.000 tanaman mangrove yang sudah ditanam sebelumnya. “Saya bersama perempuan di Desa Berakit telah mengembangkan bibit mangrove dan ada juga yang sudah ditanam. Aktivitas yang saya dan anggota lakukan ini didukung penuh oleh Yayasan CARE Peduli yang berkolaborasi dengan Yayasan Ecology,” kata Meli anggota kelompok perempuan pelestari mangrove di Berakit.

Meli menambahkan, ia dan para anggota kelompok juga berusaha mengembangkan usaha berbasis mangrove sebagai sumber pendapatan tanbahan keluarga. Melalui Kelompok Usaha Ekonomi Perempuan (KUEP) Melati dan KUEP Tenggiri mereka berencana mengelola usaha kecil yang memanfaatkan potensi ekosistem mangrove yang melimpah. Salah satunya adalah pembuatan kain dengan motif seperti batik, menggunakan pewarna alami yang berasal dari tanaman mangrove. Meli menambahkan, untuk meningkatkan kualitas batik yang dihasilkan, dirinya dan anggota KUEP lain mendapatkan pelatihan membuat kain bermotif batik dengan teknik pewarnaan alami atau ecoprint. Dilatih oleh pelatih dari Betuah Ethnic, ia bersama 19 anggota KUEP di Desa Berakit diajarkan teknik pewarnaan dengan alat dan bahan sederhana dan menggunakan akar, batang dan daun tanaman mangrove sebagai sumber warna. Pelatihan membatik menggunakan pewarna alami dari mangrove hari ini didukung Yayasan CARE Peduli (YCP) yang berkolaborasi dengan Yayasan Ecology.

Samsimar, salah satu anggota KUEP, mengungkapkan kebanggaannya atas pelatihan yang telah diikutinya. “Saya sangat senang mengikuti pelatihan ini karena bisa belajar membuat barang yang bisa saya jual kembali untuk meningkatkan pendapatan keluarga. Melalui pelatihan membatik, harapan saya bisa memproduksi kain dengan motif cantik dan memakai warna yang berasal dari tanaman mangrove,” ujarnya. Samsimar berharap pelatihan serupa terus berlanjut agar mereka bisa terus berkembang dan meningkatkan perekonomian keluarga.

Datangkan Tambahan Pendapatan dari Pengelolaan Sampah Organik Rumah Tangga
Selain itu, perempuan-perempuan hebat juga turut berperan dalam pengelolaan lingkungan di Desa Sido Mulyo, Kabupaten Musi Banyuasin. Kelompok perempuan yang tergabung dalam KUEP Perempuan Mandiri ini aktif mengelola sampah organik rumah tangga dengan menggunakan maggot dari lalat Black Soldier Fly (BSF). Nursinaini, salah satu anggota kelompok tersebut, menyampaikan bahwa mereka juga memberikan edukasi kepada masyarakat sekitar untuk membiasakan diri memilah sampah organik dan anorganik. Upaya ini tidak hanya membantu lingkungan, tetapi juga membuka peluang ekonomi bagi perempuan setempat. “Kami melakukan pengelolaan sampah organik rumah tangga yang berasal dari enam keluarga. Sampah yang dikelola terdiri dari sisa makanan, buah, dan sayuran. Masyarakat sekitar juga diajarkan untuk membiasakan diri memilah sampah sampah organik dan anorganik,” jelas Nursinaini.

Di Kota Depok, kelompok perempuan yang mengikuti pelatihan YCP juga terlibat dalam pengelolaan sampah organik rumah tangga menggunakan maggot BSF. Sejak Desember 2024 hingga Januari 2025, para peserta telah berhasil mengelola sekitar 29.772 kg sampah organik. Hasilnya, mereka berhasil menghasilkan Rp6.025.000 dari penjualan maggot. Inisiatif ini menunjukkan bahwa perempuan tidak hanya berperan dalam pelestarian lingkungan, tetapi juga dalam menciptakan peluang ekonomi yang berkelanjutan. Arniah Purwanti, salah satu peserta pelatihan asal Kota Depok mengatakan tertarik untuk mengikuti pelatihan pengelolaan maggot karena bisa mendatangkan keuntungan secara ekonomi. “Saya lihat di media sosial kalau maggot bisa dijual. Tapi ternyata pemasarannya itu susah banget. Nah kalau sekarang kan sudah tahu tempat untuk jual maggotnya. Jadi ya lebih mudah,” ujar Arniah.

Perempuan adalah penggerak utama dalam perlindungan lingkungan, karena mereka sering terdampak langsung oleh perubahan iklim dan memiliki peran penting dalam menjaga alam. Pemberdayaan perempuan, termasuk pemberdayaan ekonomi, sangat penting untuk memperkuat kemampuan mereka dalam menghadapi tantangan perubahan iklim dan menciptakan solusi berkelanjutan. Dengan memberdayakan perempuan, kita juga memperkuat ketahanan lingkungan dan ekonomi komunitas secara keseluruhan.

Penulis: Kukuh A. Tohari
Editor: Swiny Adestika

Cerita Terkait Lainnya