Search
Close this search box.

Air Aman Minum di Desa: Percepatan Penurunan Stunting di Desa Ai Kangkung dan Desa Tatar

Berita

Kementerian Kesehatan menekankan pentingnya menjaga kebersihan air yang digunakan untuk minum, memasak, mandi, dan keperluan lainnya, karena air bersih dapat mencegah berbagai penyakit seperti diare, kolera, penyakit kulit, dan keracunan (kemkes.go.id). Menurut WHO, kurangnya akses terhadap air bersih dan aman untuk diminum juga berkontribusi terhadap masalah stunting, karena air yang tercemar dapat menghambat penyerapan gizi pada balita, yang pada akhirnya meningkatkan risiko stunting.

Akses terhadap air bersih masih menjadi tantangan bagi banyak rumah tangga di Indonesia. Menurut data Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia, seperti dilansir oleh cnbcindonesia.com, pada 2023 hanya sebanyak 19,47% rumah tangga yang memiliki akses air bersih. Survei UNICEF pada tahun 2015 juga menunjukkan bahwa dalam delapan dari sepuluh rumah tangga, pemenuhan kebutuhan air menjadi tanggung jawab perempuan dewasa dan anak perempuan. Ketika air bersih sulit dan jauh didapatkan, beban ini menjadi lebih berat bagi perempuan, yang tidak hanya berdampak pada kesejahteraan mereka tetapi berpotensi meningkatkan risiko stunting pada balita.

Salah satu sumber air aman minum adalah depot air, yaitu tempat pengelohan air baku menjadi air minum yang didistribusikan langsung kepada masyarakat. Pembangunan dua depot air di Desa Air Kangkung dan Desa Tatar, Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) dilakukan pada Juli 2024, mendukung upaya pemerintah untuk mempercepat penurunan stunting. Pembangunan depot air ini merupakan kolaborasi Yayasan CARE Peduli (YCP), PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMMAN), dan Pemerintah KSB melalui Program Percepatan Penurunan Stunting, yang bertujuan mempercepat dan mencegah stunting dengan memastikan ketersediaan air aman minum untuk masyarakat.

Yarid Tangdililing, WASH Specialist YCP, menjelaskan bahwa keberadaan depot air ini secara signifikan mengurangi beban perempuan dalam mengambil air karena lokasinya yang strategis di tengah desa. “Khususnya perempuan, yang seringnya dibebani tugas mengambil air, harus menempuh kurang lebih 2 km untuk mendapatkan air bersih. Dengan adanya depot air, perempuan dan anak-anak kini memiliki akses air layak minum yang mudah,” tuturnya.

Desa Ai Kangkung merupakan salah satu Desa di Kecamatan Sekongkang dengan angka balita stunting yang tinggi, seperti yang dijelaskan oleh Moh. Solihin, Kepala Desa Ai Kangkung. Ia juga mengungkapkan komitmennya dalam mendukung program percepatan penurunan stunting dengan memberikan air minum gratis kepada keluarga yang memiliki anak berkondisi stunting. “Harapannya, angka stunting di desa ini menurun, dan masyarakat menjadi lebih sadar akan pentingnya air minum yang aman bagi semua anggota keluarga,” ujarnya.

Air aman minum gratis ini merupakan hasil kesepakatan Komite Air, terdiri dari enam orang yang ditunjuk oleh desa dan didukung oleh YCP untuk merawat dan mengelola depot air. Selain mendukung program percepatan penurunan stuting, Komite Air ini juga mengelola unit usaha depot air sebagai sumber pendapatan bagi desa.  

Lebih dari 1,750 masyarakat di Desa Ai Kangkung dan Desa Tatar memiliki akses air aman minum dengan membeli drai depot air dengan kapasitas produksi rata-rata 140 galon per hari per depot. Depot air ini mampu memenuhi kebutuhan harian masyarkat, yaitu 2 liter per orang per hari, sesuai rekomendasi kebutuhan air minum dari Kementerian Kesehatan RI.

Tidak hanya di Desa Ai Kangkung dan Desa Tatar, depot air telah dibangun oleh YCP pada Oktober 2023 dan sudah beroperasi di Desa Talonang Baru dan Desa Sekongkang Atas, menyediakan air bersih kepada masyarakat desa dan mendukung program percepatan penurunan stunting.

Muhamad Ikraman, Project Manager YCP menyampaikan bahwa pembangunan depot air akan diperluas di dua desa lainnya. “Secara keseluruhan, enam depot yang dibangun akan mampu menyediakan 1,300 galon air per hari, melayani sekitar 6,000 masyarakat. YCP akan membangun dua depot air lagi di bulan Agustus 2024, yaitu di Dusun Talonang, Desa Talonang Baru dan di Desa Beru, Dusun Jelangga. Dengan akses air aman minum yang mudah dijangkau, beban perempuan mendapatkan air akan berkurang, dan ini akan mendukung percepatan penurunan stunting,” pungkasnya.

Penulis: Nurainy Darono
Editor: Swiny Adestika

Mendorong Komitmen Penanganan Isu Lingkungan dan Sosial di Bali International Air Show 2024

Berita

Pergelaran Bali International Air Show 2024 (BIAS 2024) pada 18 – 21 September 2024 mendatang disampaikan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia, Luhut Binsar Pandjaitan akan mendorong komitmen pemangku kepentingan di industri penerbangan pada Environmental, Social, and Governance (ESG) di wilayah-wilayah yang sedang berkembang. Dalam sambutannya di Press Conference BIAS 2024 (19/8), Luhut menjelaskan perhelatan yang kembali dilaksanakan Indonesia setelah Air Show terakhir di tahun 1996, merupakan wujud upaya Indonesia untuk menyediakan wadah pivotal bagi berbagai pemangku kepentingan, seperti pemerintah, sektor swasta serta industri terkait lainnya untuk bertemu dan berdiskusi tentang masa depan kedirgantaraan, baik di Indonesia, Asia Tenggara hingga dunia.

“Forum ini akan menyatukan para pemangku kepentingan global untuk mengeksplorasi solusi inovatif untuk mendorong masa depan yang lebih ramah lingkungan untuk penerbangan. Selain itu, Bali International Airshow 2024 memperkuat pentingnya acara ini dengan secara aktif mendorong para pemangku kepentingan untuk meningkatkan dedikasi mereka terhadap inisiatif Environmental, Social, and Governance (ESG), yang merupakan salah satu yang pertama dalam jenisnya,” tambah Luhut.

Lebih lanjut Luhut menyampaikan bahwa Bali Airshow 2024 telah meresmikan kemitraan dengan Yayasan Care Peduli (CARE Indonesia) dan menetapkan komitmen signifikan dalam menangani isu-isu lingkungan, kesehatan dan sosial di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Selain itu, Peta Jalan dan Rencana Aksi Nasional terkait Pengembangan Ekosistem Sustainable Aviation Fuel (SAF) atau Bahan Bakar Penerbangan Berkelanjutan akan secara resmi diluncurkan saat pargelaran BIAS 2024. Pengembangan ekosistem dan industri SAF ini akan memberikan nilai tambah ekonomi melalui hilirisasi bahan baku, memastikan ketahanan energi, sekaligus berkontribusi melalui dekarbonisasi sektor transportasi udara menuju Net Zero Emission 2060.

Dr. Abdul Wahib Situmorang, CEO CARE Indonesia menyampaikan apresiasi tingginya pada penyelenggaraan BIAS 2024. Menurut Abdul, CARE Indonesia sebagai mitra dalam BIAS 2024 membuka peluang kerja bersama antara pelaku industri, lembaga pemerintah dan organisasi masyarakat untuk pengentasan isu kesehatan dan kesejahteraan bersama.

“Perlu kerja bersama seluruh pihak untuk mengatasi kemiskinan mutidimensi dan krisis planet yang terjadi. Dukungan yang didapat dari BIAS 2024 akan CARE Indonesia arahkan untuk kesehatan dan perlindungan lingkungan hidup. Pertama akan diarahkan untuk berkontribusi pada target penurunan stunting nasional terutama untuk provinsi dengan angka stunting tinggi seperti Nusa Tenggara Timur dan wilayah lainnya. Dengan terpenuhinya nutrisi dan gizi bagi anak dan Ibu hamil, produktivitas tenaga kerja dapat didorong. Hal ini bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kedua, dukungan yang didapat juga akan diarahkan pada perlindungan ekosistem laut seperti karang, mangrove dan hutan daratan tropis,” ujarnya.

BIAS 2024 diselenggarakan oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Perhubungan, Angkatan Udara Indonesia (TNI AU) dan didukung oleh Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, AirNav Indonesia, Otoritas Bandar Udara Internasional Ngurah Rai, dan Angkasa Pura Airports. Perhelatan forum Bali Regional Air & Space Power Forum dan Asia Pacific Air Transport Forum yang akan digelar pada 17 September 2024 di Bali Nusa Dua Convention Center akan menjadi pembuka dari rangkaian acara.

Luhut menambahkan, sebanyak 6.000 trade visitors dari 100 perusahaan serta lebih dari 100 delegasi dari 35 negara dan wilayah ditargetkan akan menghadiri BIAS 2024. “Pengunjung bisa menikmati pameran puluhan pesawat dengan teknologi terbaru, termasuk di antaranya jajaran pesawat F16 Fighting Falcon, Sukhoi SU27, C130J Super Hercules, CASA C212, EC275 dan Embraer EMB314 Super Tucano. Ditambah, kehadiran dua buah pesawat tempur generasi 5 F-35A Lighting II milik Angkatan Udara Australia dan pesawat angkut Airbus A400M Angkatan Udara Jerman. Ini membuktikan kolaborasi yang kuat antara Indonesia dengan berbagai negara mitra,” pungkas Luhut.

 

Penulis: Swiny Adestika

Catatan Perjalanan: Memahami Pentingnya Penguatan Ketangguhan Bagi Perempuan dan Anak Muda

Cerita

Matahari di kota Palu bersinar sangat cerah di hari Senin itu. Tepat pukul 13.00 WITA, kami dari CARE Indonesia, Karsa Institute dan UN Women beranjak dari kantor Karsa Institute dan memulai perjalanan. Dua desa kami kunjungi di Kabupaten Sigi yakni Desa Pesaku, Kecamatan Dolo Barat dan Desa Ngatabaru, Kecamatan Sigi Biromaru.

Setelah 30 menit berkendara kami sampai di Desa Pesaku. Seorang laki-laki paruh baya dengan sigap menyambut kami di halaman kantor Desa Pesaku. “Assalamualaikum. Selamat datang di Desa Pesaku,” ujar Zainal seraya menyalami kami satu-per-satu. Tidak hanya Zainal, para ibu dan bapak masyarakat lainnya menyambut dengan senyuman sembari bersalaman. “Mari, bapak-ibu. Silakan,” lanjut Zainal sembari mempersilakan kami masuk ke aula di kantor desa. Seketika ruang aula dipenuhi sekitar 30 orang dari pemerintah desa, perwakilan kelompok masyarakat dan anak muda di Desa Pesaku.

“Assalamualaikum dan selamat siang, bapak dan ibu. Sebelumnya kami mohon maaf atas keterlambatan kami. Terima kasih sekali, pak Zainal, kami sudah diizinkan untuk bersilaturahmi dengan bapak dan ibu di Desa Pesaku ini. Siang hari ini, melanjutkan dari sesi sosialisasi yang sudah berlangsung sebelumnya, kami bersama rekan dari Yayasan CARE Peduli dan UN Women dari Jakarta, yang ingin berdiskusi sekaligus mendengarkan langsung apa yang selama ini menjadi cerita dan tantangan yang dialami Bapak/Ibu di desa. Oleh karena itu, jangan malu-malu ya. Bisa disampaikan saja disini seperti yang sebelumnya juga sudah bapak dan ibu sampaikan ke kami,” ujar Syaiful Taslim, Direktur Operasional Karsa Institute membuka sesi.

Senyum malu-malu terlihat dari peserta yang hadir. Zainal pun menanggapi dan mengajak masyarakat yang hadir untuk bertanya. “Terima kasih untuk kedatangan tim dari Karsa, CARE dan UN Women ke desa kami. Memang disini tantangan yang kami rasakan adalah konflik sosial dan bencana alam. Baru dua minggu lalu desa kami terkena banjir. Bapak dan ibu yang ada di sini juga bisa membagikan apa yang terjadi di desa ini ya,” lanjut Zainal.

Menanggapi Zainal, Ibu Karmila dengan sigap mengangkat tangannya. Ibu paruh baya yang juga Ketua Satuan Tugas (Satgas) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) di Desa Pesaku menyampaikan keprihatinannya pada maraknya kasus pernikahan anak dan kekerasan yang terjadi di desanya. “Saya prihatin sekali disini angka pernikahan anak cukup tinggi. Kami juga sedang menangani kasus pencabulan dan kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga,” ujarnya.

Tanggapan dari Karmila memancing respon dari masyarakat lain yang hadir. Tantangan kebencanaan yang dihadapi Desa Pesaku juga disampaikan, salah satunya adanya tanggul yang dalam kondisi memprihatinkan sehingga rentan jika terjadi hujan lebat yang bisa mengakibatkan banjir. Selain itu, perseteruan dengan desa tetangga juga menjadi tantangan. “Pernah ada mahasiswa yang melakukan praktek KKN (Kuliah Kerja Nyata), dan membuat tapal batas desa yang tidak tepat posisinya. Ini jadi sebab perseteruan dengan desa tetangga,” ujar Zainal.

Tak terasa diskusi berjalan 1 jam. Serangkaian cerita yang disampaikan menambah wawasan saya tentang tantangan dan praktik baik yang terjadi di Desa Pesaku. Kami pun berpamitan dengan semua yang hadir sembari berfoto bersama. Perjalanan kami berlanjut ke Desa Ngatabaru yang berjarak sekitar 33 kilometer.

Sambutan hangat dari bapak dan ibu di Desa Ngatabaru juga kami rasakan. Raut senang dan senyuman terpancar saat bersalaman. Pak Zulkifli dari Pemerintah Desa Ngatabaru mempersilakan kami memasuki pondok yang menjadi tempat musyawarah desa. “Selamat datang bapak dan ibu dari CARE, UN Women dan Karsa,” ujar Zulkifli seraya mempersilakan kami dan sekitar 30 masyarakat dari berbagai kelompok di desa untuk duduk.

“Terima kasih pak Zulkifli sudah menerima kami. Sore ini saya dari Karsa bersama rekan-rekan dari UN Women dan CARE Indonesia datang untuk mendengarkan langsung dari bapak dan ibu di Desa Ngatabaru mengenai kondisi dan kegiatan bapak dan ibu. Ini jadi panggung kita, kesempatan kita untuk menyampaikan apa yang menjadi harapan dan kondisi di sini. Jadi di diskusi ini terbuka saja. Seperti yang sebelumnya Karsa sampaikan bahwa akan ada kolaborasi bersama untuk membantu bapak dan ibu disini,” ujar Syaiful membuka diskusi.

Zulkifli kemudian menanggapi dengan menyampaikan bahwa Pemerintah Desa Ngatabaru memiliki beberapa kegiatan untuk penguatan ekonomi seperti dukungan pertanian dan peternakan bagi beberapa kelompok. “Dari desa kami ada kasih dukungan untuk ternak ayam dan beberapa ekor kambing. Saat ini dikelola oleh beberapa kelompok. Rencananya juga akan dibikinkan kendang karena saat ini untuk kambing masih dilepas saja. Harapannya dengan ternak masyarakat tidak perlu jauh-jauh memulung terutama ibu-ibu jadi tidak jauh bawa anak sampai ke TPA,” ujarnya.

Zulkifli juga menyampaikan pemberdayaan kelompok perempuan dan peningkatan ekonomi keluarga di desa masih terkendala sehingga ia berharap program kolaborasi akan bisa membantu penguatan ekonomi. “Harapan kami melalui program yang akan dilakukan CARE bersama KARSA dan UN Women ini dapat dikembangkan model pertanian yang bisa membantu penguatan ekonomi bagi perempuan,” tuturnya.

Ibu-ibu yang hadir menanggapi apa yang disampaikan Zulkifli. Salah satu ibu menceritakan harapannya untuk bisa mendapatkan tambahan ketrampilan agar bisa mendapatkan uang tambahan untuk keluarganya. Ibu lainnya juga menyampaikan yang ia resahkan sebagai pengurus pemerintahan desa salah satunya adalah anak remaja yang menikah di usia dini sebelum lulus sekolah. Sehingga ia berharap ada sosialisasi dan edukasi untuk mengurangi angka pernikahan usia anak.

“Harapannya ada keterampilan yang bisa kita pelajari. Meski disini ibu-ibu juga bisa membuat bawang goreng. Banyak ibu-ibu disini yang menjadi karyawan pabrik bawang goreng, karena ada juga lahan untuk tanam bawang. Ada yang bisa menanam bawangnya, mengiris dan menggoreng. Kalau saya di bagian pengirisan,” ujar ibu Mei menanggapi.

Mei kemudian menyampaikan, tambahan keterampilan bisa sangat membantu sehingga tidak perlu jauh-jauh memulung dan ke TPA membawa anak. Menurutnya, kadang ia mengerjakan dua pekerjaan dalam satu hari. Pagi hari ia pergi ke pabrik bawang untuk mengiris bawang merah, lalu siang hari ia memulung hingga sore mengantar ke TPA bahkan sampai menginap karena tidak adanya kendaraan. “Kalau memulung itu uang cepat. Kalau dapat 50 kg bisa dapat uang 50.000. Saat memulung saya bawa anak juga. Kadang bisa menginap kalau tidak ada motor. Jadi kadang anak berangkat sekolah dari TPA,” ujar Mei.

Diskusi berjalan hangat. Banyak cerita yang disampaikan menambah pemahaman urgensinya penguatan keterampilan bagi para perempuan di Desa Ngatabaru untuk meningkatkan pendapatan keluarga. Edukasi untuk kesehatan dan pendidikan anak juga dirasakan penting bagi masyarakat desa. Diskusi di tutup dengan foto bersama. Kami pun pamit pulang kembali ke Kota Palu.

Cerita dari Desa Pesaku dan Desa Ngatabaru menjadi bekal berharga bagi tim CARE Indonesia, UN Women dan Karsa Institute dalam menjalankan serangkaian kegiatan untuk menguatkan ketangguhan perempuan dan anak muda di Kabupaten Sigi. Rencana program pun disampaikan dalam Kick Off Meeting Program Penguatan Ketangguhan Perempuan dan Pemuda di aula kantor Bupati Sigi. Sekretaris Daerah Kabupaten Sigi, Drs. Nuim Hayat, MM yang hadir dalam pertemuan tersebut menyambut baik inisiatif kerja kolaboratif untuk memperkuat ketangguhan perempuan dan pemuda.

Dalam sambutannya Nuim menyampaikan bahwa membentuk masyarakat yang adaptif terhadap krisis menjadi tanggung jawab semua pihak termasuk pemerintah. “Sebagai pemerintah, semua dinas dan lembaga di Kabupaten Sigi ini harus serius bekerja bersama mitra seperti CARE dan KARSA agar penguatan masyarakat terutama kelompok perempuan dan anak muda ini dapat ditindaklanjuti bahkan setelah program selesai,” ujarnya.

Kerja kolaboratif dimulai di Kabupaten Sigi. Selama dua tahun ke depan pendampingan dan kerja-kerja bersama untuk memperkuat ketangguhan perempuan dan anak muda akan diimplementasikan di 6 desa, yakni Desa Pombewe, Desa Ngatabaru, Desa Pesaku, Desa Rarapadende, Desa Wisolo dan Desa Ramba. Setidaknya 10.000 masyarakat di 6 desa tersebut akan dilibatkan untuk mewujudkan ketangguhan, manfaat ekonomi yang mendasar pada penguatan kesetaraan gender di desa.

Penulis: Swiny Adestika
Sumber Foto: Tim YCP

YCP-CARE INDONESIA’S POLICY INPUTS TO DRAFTINDONESIA BIODIVERSITY STRATEGY AND ACTIONPLAN (2020-2045)

Publikasi

Laporan Keuangan Audit YCP FY2021

Keuangan

Laporan Keuangan Audit YCP FY2020

Keuangan

Risalah Kebijakan Pentingnya Mekanisme Akuntabilitas Bagi Warga Terdampak Dalam Respon Kemanusiaan

Publikasi

Panduan Penyusunan Rencana Kontingen Penanganan

Publikasi

Panduan Penggunaan Dana Desa Untuk Respons COVID-19

Publikasi