Matahari di kota Palu bersinar sangat cerah di hari Senin itu. Tepat pukul 13.00 WITA, kami dari CARE Indonesia, Karsa Institute dan UN Women beranjak dari kantor Karsa Institute dan memulai perjalanan. Dua desa kami kunjungi di Kabupaten Sigi yakni Desa Pesaku, Kecamatan Dolo Barat dan Desa Ngatabaru, Kecamatan Sigi Biromaru.
Setelah 30 menit berkendara kami sampai di Desa Pesaku. Seorang laki-laki paruh baya dengan sigap menyambut kami di halaman kantor Desa Pesaku. “Assalamualaikum. Selamat datang di Desa Pesaku,” ujar Zainal seraya menyalami kami satu-per-satu. Tidak hanya Zainal, para ibu dan bapak masyarakat lainnya menyambut dengan senyuman sembari bersalaman. “Mari, bapak-ibu. Silakan,” lanjut Zainal sembari mempersilakan kami masuk ke aula di kantor desa. Seketika ruang aula dipenuhi sekitar 30 orang dari pemerintah desa, perwakilan kelompok masyarakat dan anak muda di Desa Pesaku.
“Assalamualaikum dan selamat siang, bapak dan ibu. Sebelumnya kami mohon maaf atas keterlambatan kami. Terima kasih sekali, pak Zainal, kami sudah diizinkan untuk bersilaturahmi dengan bapak dan ibu di Desa Pesaku ini. Siang hari ini, melanjutkan dari sesi sosialisasi yang sudah berlangsung sebelumnya, kami bersama rekan dari Yayasan CARE Peduli dan UN Women dari Jakarta, yang ingin berdiskusi sekaligus mendengarkan langsung apa yang selama ini menjadi cerita dan tantangan yang dialami Bapak/Ibu di desa. Oleh karena itu, jangan malu-malu ya. Bisa disampaikan saja disini seperti yang sebelumnya juga sudah bapak dan ibu sampaikan ke kami,” ujar Syaiful Taslim, Direktur Operasional Karsa Institute membuka sesi.
Senyum malu-malu terlihat dari peserta yang hadir. Zainal pun menanggapi dan mengajak masyarakat yang hadir untuk bertanya. “Terima kasih untuk kedatangan tim dari Karsa, CARE dan UN Women ke desa kami. Memang disini tantangan yang kami rasakan adalah konflik sosial dan bencana alam. Baru dua minggu lalu desa kami terkena banjir. Bapak dan ibu yang ada di sini juga bisa membagikan apa yang terjadi di desa ini ya,” lanjut Zainal.
Menanggapi Zainal, Ibu Karmila dengan sigap mengangkat tangannya. Ibu paruh baya yang juga Ketua Satuan Tugas (Satgas) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) di Desa Pesaku menyampaikan keprihatinannya pada maraknya kasus pernikahan anak dan kekerasan yang terjadi di desanya. “Saya prihatin sekali disini angka pernikahan anak cukup tinggi. Kami juga sedang menangani kasus pencabulan dan kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga,” ujarnya.
Tanggapan dari Karmila memancing respon dari masyarakat lain yang hadir. Tantangan kebencanaan yang dihadapi Desa Pesaku juga disampaikan, salah satunya adanya tanggul yang dalam kondisi memprihatinkan sehingga rentan jika terjadi hujan lebat yang bisa mengakibatkan banjir. Selain itu, perseteruan dengan desa tetangga juga menjadi tantangan. “Pernah ada mahasiswa yang melakukan praktek KKN (Kuliah Kerja Nyata), dan membuat tapal batas desa yang tidak tepat posisinya. Ini jadi sebab perseteruan dengan desa tetangga,” ujar Zainal.
Tak terasa diskusi berjalan 1 jam. Serangkaian cerita yang disampaikan menambah wawasan saya tentang tantangan dan praktik baik yang terjadi di Desa Pesaku. Kami pun berpamitan dengan semua yang hadir sembari berfoto bersama. Perjalanan kami berlanjut ke Desa Ngatabaru yang berjarak sekitar 33 kilometer.
Sambutan hangat dari bapak dan ibu di Desa Ngatabaru juga kami rasakan. Raut senang dan senyuman terpancar saat bersalaman. Pak Zulkifli dari Pemerintah Desa Ngatabaru mempersilakan kami memasuki pondok yang menjadi tempat musyawarah desa. “Selamat datang bapak dan ibu dari CARE, UN Women dan Karsa,” ujar Zulkifli seraya mempersilakan kami dan sekitar 30 masyarakat dari berbagai kelompok di desa untuk duduk.
“Terima kasih pak Zulkifli sudah menerima kami. Sore ini saya dari Karsa bersama rekan-rekan dari UN Women dan CARE Indonesia datang untuk mendengarkan langsung dari bapak dan ibu di Desa Ngatabaru mengenai kondisi dan kegiatan bapak dan ibu. Ini jadi panggung kita, kesempatan kita untuk menyampaikan apa yang menjadi harapan dan kondisi di sini. Jadi di diskusi ini terbuka saja. Seperti yang sebelumnya Karsa sampaikan bahwa akan ada kolaborasi bersama untuk membantu bapak dan ibu disini,” ujar Syaiful membuka diskusi.
Zulkifli kemudian menanggapi dengan menyampaikan bahwa Pemerintah Desa Ngatabaru memiliki beberapa kegiatan untuk penguatan ekonomi seperti dukungan pertanian dan peternakan bagi beberapa kelompok. “Dari desa kami ada kasih dukungan untuk ternak ayam dan beberapa ekor kambing. Saat ini dikelola oleh beberapa kelompok. Rencananya juga akan dibikinkan kendang karena saat ini untuk kambing masih dilepas saja. Harapannya dengan ternak masyarakat tidak perlu jauh-jauh memulung terutama ibu-ibu jadi tidak jauh bawa anak sampai ke TPA,” ujarnya.
Zulkifli juga menyampaikan pemberdayaan kelompok perempuan dan peningkatan ekonomi keluarga di desa masih terkendala sehingga ia berharap program kolaborasi akan bisa membantu penguatan ekonomi. “Harapan kami melalui program yang akan dilakukan CARE bersama KARSA dan UN Women ini dapat dikembangkan model pertanian yang bisa membantu penguatan ekonomi bagi perempuan,” tuturnya.
Ibu-ibu yang hadir menanggapi apa yang disampaikan Zulkifli. Salah satu ibu menceritakan harapannya untuk bisa mendapatkan tambahan ketrampilan agar bisa mendapatkan uang tambahan untuk keluarganya. Ibu lainnya juga menyampaikan yang ia resahkan sebagai pengurus pemerintahan desa salah satunya adalah anak remaja yang menikah di usia dini sebelum lulus sekolah. Sehingga ia berharap ada sosialisasi dan edukasi untuk mengurangi angka pernikahan usia anak.
“Harapannya ada keterampilan yang bisa kita pelajari. Meski disini ibu-ibu juga bisa membuat bawang goreng. Banyak ibu-ibu disini yang menjadi karyawan pabrik bawang goreng, karena ada juga lahan untuk tanam bawang. Ada yang bisa menanam bawangnya, mengiris dan menggoreng. Kalau saya di bagian pengirisan,” ujar ibu Mei menanggapi.
Mei kemudian menyampaikan, tambahan keterampilan bisa sangat membantu sehingga tidak perlu jauh-jauh memulung dan ke TPA membawa anak. Menurutnya, kadang ia mengerjakan dua pekerjaan dalam satu hari. Pagi hari ia pergi ke pabrik bawang untuk mengiris bawang merah, lalu siang hari ia memulung hingga sore mengantar ke TPA bahkan sampai menginap karena tidak adanya kendaraan. “Kalau memulung itu uang cepat. Kalau dapat 50 kg bisa dapat uang 50.000. Saat memulung saya bawa anak juga. Kadang bisa menginap kalau tidak ada motor. Jadi kadang anak berangkat sekolah dari TPA,” ujar Mei.
Diskusi berjalan hangat. Banyak cerita yang disampaikan menambah pemahaman urgensinya penguatan keterampilan bagi para perempuan di Desa Ngatabaru untuk meningkatkan pendapatan keluarga. Edukasi untuk kesehatan dan pendidikan anak juga dirasakan penting bagi masyarakat desa. Diskusi di tutup dengan foto bersama. Kami pun pamit pulang kembali ke Kota Palu.
Cerita dari Desa Pesaku dan Desa Ngatabaru menjadi bekal berharga bagi tim CARE Indonesia, UN Women dan Karsa Institute dalam menjalankan serangkaian kegiatan untuk menguatkan ketangguhan perempuan dan anak muda di Kabupaten Sigi. Rencana program pun disampaikan dalam Kick Off Meeting Program Penguatan Ketangguhan Perempuan dan Pemuda di aula kantor Bupati Sigi. Sekretaris Daerah Kabupaten Sigi, Drs. Nuim Hayat, MM yang hadir dalam pertemuan tersebut menyambut baik inisiatif kerja kolaboratif untuk memperkuat ketangguhan perempuan dan pemuda.
Dalam sambutannya Nuim menyampaikan bahwa membentuk masyarakat yang adaptif terhadap krisis menjadi tanggung jawab semua pihak termasuk pemerintah. “Sebagai pemerintah, semua dinas dan lembaga di Kabupaten Sigi ini harus serius bekerja bersama mitra seperti CARE dan KARSA agar penguatan masyarakat terutama kelompok perempuan dan anak muda ini dapat ditindaklanjuti bahkan setelah program selesai,” ujarnya.
Kerja kolaboratif dimulai di Kabupaten Sigi. Selama dua tahun ke depan pendampingan dan kerja-kerja bersama untuk memperkuat ketangguhan perempuan dan anak muda akan diimplementasikan di 6 desa, yakni Desa Pombewe, Desa Ngatabaru, Desa Pesaku, Desa Rarapadende, Desa Wisolo dan Desa Ramba. Setidaknya 10.000 masyarakat di 6 desa tersebut akan dilibatkan untuk mewujudkan ketangguhan, manfaat ekonomi yang mendasar pada penguatan kesetaraan gender di desa.
Penulis: Swiny Adestika
Sumber Foto: Tim YCP