Search
Close this search box.

Perkuat Kolaborasi bersama mitra dan vendor dalam respon kedaruratan

Galeri

15 Peserta perwakilan mitra dari PMI serta vendor dari yang bekerja sama dengan CARE Indonesia di 5 provinsi mengikuti peningkatan kapasitas dalam respon kebencanaan (13-15/05) di Jakarta. Kegiatan ini merupakan inisiasi CARE Indonesia bersama CARE USA untuk mempersiapkan mitra dan vendor untuk berkolaborasi dalam melakukan respon kebencanaan di Indonesia.

Pemahaman tentang kebutuhan dan distribusi logistik dalam merespon kebencanaan didapatkan para peserta melalui sesi diskusi, simulasi, dan analisis kasus. Kebutuhan logistik saat terjadi bencana pun perlu disesuaikan untuk mengurangi beban masyarakat khususnya perempuan sebagai kelompok yang lebih rentan jika terjadi bencana.

KUEP di Desa Pesaku: Ruang Penguatan Diri dan Kelompok Bagi Perempuan 

Cerita

Sekelompok ibu rumah tangga asal Desa Pesaku, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah bergerak bersama ingin membawa perubahan bagi diri dan keluarga mereka. 25 orang perempuan memulai perubahan melalui pembentukan kelompok bernama Kelompok Usaha Ekonomi Perempuan (KUEP) Mombine Sintuvu Maroso, untuk mendapatkan peningkatan kapasitas dan pemberdayaan ekonomi keluarga.

Fadlun yang merupakan anggota KUEP Mombine Sintuvu Maroso tidak pernah membayangkan dirinya mampu berbicara dalam suatu forum. Menurutnya, keberaniannya berbicara di forum didapatkan setelah menjadi anggota KUEP. “Dulu saya hanya diam kalau di forum, takut salah ngomong. Tetapi sekarang saya berani karena terbiasa berbicara. Di pertemuan kelompok kami bisa saling sampaikan usulan dan tidak saling menyalahkan,” kata Fadlun sembari tersenyum.

Menurut Fadlun, KUEP bukan hanya tempat untuk melakukan simpan pinjam saja, tetapi juga sebagai ruang bagi perempuan Desa Pesaku untuk belajar. Dukungan dari suami dalam mengikuti KUEP juga meningkatkan semangatnya untuk belajar. “Suami juga mendukung untuk ikut KUEP. Katanya ini jadi tempat yang baik untuk belajar seperti pengelolaan keuangan dan juga belajar tentang peran dan akses setara antara laki-laki dan perempuan atau kesetaraan gender,” imbuhnya.

Senada dengan Fadlun, Supriatin yang juga anggota KUEP Mombine Sintuvu Maroso mengatakan, KUEP menjadi wadah yang memberikan solusi ekonomi keluarga dengan memberikan pinjaman dana tanpa bunga. Beberapa anggota kelompok memanfaatkan kemudahan tersebut sebagai modal usaha. “Kami sebagai anggota sangat terbantu dengan adanya fasilitas simpan pinjam yang ada di KUEP. Hal ini dimanfaatkan oleh anggota kami sebagai tambahan modal usaha rumahan bagi sebagian anggota KUEP. Karena dekat dengan rumah jadi kami tidak perlu jauh ke kota untuk mengambil uang,” jelas Supriatin.

Menurut Supriatin, segala manfaat yang didapatnya bersama dengan 24 orang anggota lainnya membuat para perempuan yang ada di Desa Pesaku ingin bergabung dengan KUEP. Meski begitu, ia bersama anggota lainnya menegaskan akan selektif dalam menerima anggota yang sesuai dengan peraturan yang telah disepakati bersama. “Saya dan ibu-ibu lainnya sering menyampaikan tentang kegiatan di KUEP, seperti pengenalan tentang pentingnya kesetaraan gender di rumah tangga dan lingkungan, serta pengelolaan keuangan. Informasi ini saya sampaikan kalau sedang ngobrol atau bercengkrama sehari-hari. Dari yang saya sampaikan, maka banyak ibu-ibu lain yang mau jadi anggota KUEP,” tuturnya.

Siti Utami, Facilitator Officer KARSA Institute menyampaikan, upaya penguatan ketangguhan bagi perempuan dan anak muda di Kabupaten Sigi merupakan kolaborasi antara Yayasan CARE Peduli (YCP) dan KARSA Institute yang didukung oleh UN Women yang didanai melalui KOICA. Pemberdayaan ekonomi perempuan, peningkatan kapasitas dan partisipasi perempuan di tingkat desa dilakukan. KUEP diinisiasi sebagai wadah pemberdayaan disamping penguatan pemahaman terkait kesetaraan gender.

Menurut Siti Utami, perkembangan para anggota KUEP Mombine Sintuvu Maroso bisa terjadi karena seluruh anggotanya saling mendukung dan memiliki semangat belajar yang tinggi. “Pertemuan KUEP ini dilakukan sebanyak dua kali dalam sebulan. Nah tiap kali pertemuan lokasinya selalu berganti sesuai dengan kesepakan seluruh anggota. Mereka juga sepakat untuk membawa makanan tiap kali mengadakan pertemuan. Hal-hal ini merupakan inisiatif dari para anggota, tanpa ada dorongan dari pihak eksternal,” tuturnya.

Lebih lanjut, Utami menjelaskan dalam KUEP terdapat dana sosial yang ditujukan untuk anggota yang tertimpa musibah. Dana ini diambil dari iuran anggotan KUEP sebanyak Rp5.000 yang disetorkan tiap kali pertemuan. “Ada salah satu anggota KUEP yang tertimpa musibah bernama Ibu Nurhayati. Suami beliau baru saja meninggal dunia. Sehingga ia mendapatkan bantuan dana sosial dari KUEP sebesar Rp200.000,” ucapnya.

Karmila, Ketua KUEP Mombine Sintuvu Maroso menjelaskan, dana sosial merupakan salah satu aspek penting yang tertulis dalam peraturan KUEP. Sehingga wajib dilakukan oleh seluruh anggota yang bergabung ke dalam kelompok. “Walaupun ini wajib, tapi dana sosial tidak memberatkan kami sebagai anggotanya, karena jumlah iurannya terbilang kecil. Lalu manfaatnya juga sangat baik dan bisa meringankan beban anggota yang terkena musibah,” jelas Karmila.

Kemudian, Karmila menjelaskan jika pada bulan Juni 2025 akan dilaksanakan pertemuan penutupan siklus yang agendanya membagikan sisa tabungan kepada seluruh anggota dan evaluasi kelompok serta perencanaan untuk siklus selanjutnya. Termasuk dengan rencana untuk menjalankan usaha kelompok KUEP.

“Rencananya kami akan melakukan menutup siklus KUEP yang sudah berjalan selama enam bulan ini. Di situ kami juga akan evaluasi hal apa saja yang kurang dan perlu ditingkatkan dalam kelompok kedepannya. Kami juga akan membahas rencana usaha keripik singkong dan keripik pisang. Usaha ini dipilih karena di tempat kami banyak bahan bakunya dan bisa didapatkan dengan harga murah,” tutup Karmila.

Penulis: Kukuh A. Tohari

Editor: Swiny Adestika

Upaya Kelompok Perempuan di Kabupaten Bintan Lestarikan Mangrove dan Tingkatkan Ekonomi Keluarga

Galeri

Lebih dari 42.000 bibit mangrove yang disemai oleh Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Srikandi, Kelompok Usaha Ekonomi Perempuan (KUEP) Melati dan Tenggiri, Serta Kelompok Usaha Masyarakat Panglong, kini telah ditanam di kawasan konservasi Taman Wisata Perairan (TWP) di Desa Berakit, Kab. Bintan (26/04-12/05).

Dengan dukungan Traveloka, CARE Indonesia, dan Yayasan Ecology, kelompok perempuan merawat mangrove dari pembibitan, persemaian, penanaman hingga perawatan dan pemantauan terhadap kondisi mangrove yang telah ditanam.

Suarakan Ruang Aman Bagi Pekerja Perempuan di Industri Garmen

Galeri

Tim Lembaga Kerja Sama (LKS) Bipartit dan tim satuan tugas penanganan Kekerasan Berbasis Gender dan Kekerasan Seksual (KBG-KS) di PT. Glory Industrial Semarang Demak, Kabupaten Demak ajak sekitar 150 pekerja untuk wujudkan lingkungan kerja aman bagi pekerja perempuan, merayakan semangat Hari Buruh Internasional.

Dengan dukungan CARE Indonesia bersama mitra, seluruh peserta didorong untuk berani bersuara jika melihat kasus kekerasan di lingkungan kerja. Tim satuan tugas penanganan KBG-KS juga kembali mensosialisasikan tahapan pengaduan kekerasan kepada seluruh peserta.

Cegah Kekerasan pada Perempuan dan Anak di Keluarga

Galeri

Lebih dari 300 peserta yang terdiri dari masyarakat dan tokoh masyarakat di Desa Bumi Kencana dan Desa Sri Gunung, Kab. Musi Banyuasin mengikuti sosialisasi pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak serta menghentikan bullying (13 & 14/05). Kegiatan ini merupakan inisiasi dari CARE Indonesia dengan dukungan mitra.

Melalui sosialisasi dari tim posko pendamping Kekerasan Berbasis Gender dan Kekerasan Seksual (KBG-KS), peserta mendapat pemahaman tentang bagaimana mencegah kekerasan. Tim posko pendamping KBG-KS juga memperkenalkan anggota dan menyampaikan program kerja yang akan dilakukan kepada seluruh peserta sosialisasi. Diharapkan masyarakat dapat berani melapor jika mengetahui kasus kekerasan, khususnya pada perempuan dan anak.

Menumbuhkan Kesadaran Gender di Pabrik Garmen: Strategi Mewujudkan Ruang Kerja Aman

Cerita

Isu kesetaraan gender dalam dinamika dunia industri di Indonesia masih menjadi hal yang terus digalakan. Tingkat Kekerasan Berbasis Gender (KBG) pada pekerja pabrik di Indonesia masih cukup tinggi. Menurut data yang dikeluarkan oleh Komnas Perempuan, sepanjang tahun 2024 Catatan Tahunan Kekerasan terhadap Perempuan (CATAHU) mencatat telah terjadi KBG sebanyak 2.702 kasus kekerasan terhadap perempuan pekerja. Studi yang dikeluarkan oleh UN Women dan Organisasi Ketenagakerjaan Internasional (ILO) pada tahun 2019 menunjukkan, pekerja yang tidak memahami konsep kesetaraan gender cenderung tidak menyadari atau menormalisasi Kekerasan Berbasis Gender dan Kekerasan Seksual (KBG-KS) maupun diskriminasi lainnya di lingkungan kerja.

Yohanna Tantria, Project Manager Yayasan CARE Peduli (YCP) mengatakan, salah satu penyebab kurangnya pemahaman para pekerja pabrik tentang kesetaraan gender karena minim mendapatkan peningkatan kapasitas pemahaman tentang isu-isu gender di tempat kerja dan pentingnya menciptakan ruang aman di lingkungan kerja.

“Isu gender belum menjadi hal prioritas yang penting ditangani di tempat kerja karena kuatnya budaya patriarki. Sehingga perempuan pekerja masih bekerja dalam lingkungan yang tidak mendukung kepemimpinan perempuan, normalisasi kekerasan berbasis gender,” ujarnya.

Lebih lanjut Yohanna menjelaskan, dukungan dari manajemen perusahaan untuk meningkatkan pemahaman kesetaraan gender bagi pekerja menjadi hal yang harus dilakukan. Bahkan, menurut penelitian yang disampaikan oleh ILO, perusahaan yang menghormati hak-hak pekerja termasuk kesetaraan gender akan meningkatkan profit perusahaan sebesar lima sampai sepuluh persen.

“Praktik bisnis yang menghormati hak asasi manusia, termasuk kesetaraan gender dan kondisi kerja yang adil, dapat meningkatkan produktivitas pekerja, mengurangi pergantian karyawan, dan meningkatkan loyalitas serta reputasi perusahaan. Selain itu, perusahaan yang menerapkan standar HAM cenderung lebih dipercaya oleh konsumen dan investor,” imbuhnya.

Yohana menegaskan membangun kesetaraan gender bagi pekerja pabrik menjadi hal yang sangat penting. Menurutnya, kesetaraan gender di tempat kerja bisa dilakukan dengan pendekatan yang holistik mulai dari penguatan dan membangun kesadaran individu, membangun kesadaran dan aksi kolektif, hingga menguatkan kebijakan atau regulasi perusahaan.

“Mengubah budaya dan pola pikir di tempat kerja bukanlah hal yang mudah. Namun, perusahaan dapat mengambil beberapa langkah konkret untuk menciptakan tempat kerja yang lebih responsif gender dan aman dari kekerasan berbasis gender dengan rutin mengadakan pelatihan dan edukasi tentang kesetaraan gender, membentuk kebijakan yang responsif gender, dan mendukung kepimimpinan perempuan,” tambahnya.

Senada dengan itu, Muhammad Zainudin, Quality Control PT. Glory Industrial Semarang Demak mengatakan, memberikan pemahaman tentang kesetaraan gender kepada pekerja pabrik menjadi hal yang sangat penting untuk meniadakan Kekerasan Berbasis Gender dan Kekerasan Seksual (KBG-KS). “Pelatihan dan pemberian materi tentang kesetaraan gender itu sangat penting. Dari pelatihan yang kami terima, salah satunya pelatihan dari CARE Indonesia, para pekerja di sini semakin paham jika mewujudkan ruang aman bagi pekerja perempuan sangat penting. Dulu ada pekerja laki-laki yang menganggap mencolek pekerja perempuan adalah hal biasa, tapi sekarang kami semua tahu jika itu bisa mengarah pada kekerasan berbasis gender,” katanya.

Menurut Zainudin, dukungan dari pekerja dan manajemen kepada korban menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan jika terjadi kasus KBG-KS. “Kita mencoba untuk menerapkan aturan zero tolerance. Jadi ketika ada kejadian kekerasan, tidak boleh ada toleransi untuk pelaku. Kemudian menyediakan dan menginformasikan kepada pekerja perempuan untuk saluran pelaporan,” tegasnya.

Kemudian, menurut Dayat, Supervisor Produksi PT. Dasan Pan Pasific Indonesia menjelaskan, adanya Lembaga Kerja Sama (LKS) Bipartit dan satuan tugas (Satgas) penanganan KBG-KS menjadi salah satu upaya untuk menciptakan ruang aman bagi pekerja perempuan. Hal ini dapat memberikan kesempatan pagi pekerja perempuan untuk terus berkembang lebih jauh lagi. “Saya sebagai bagian dari LKS-Bipartit dan juga tim satgas penanganan KBG-KS selalu mendukung pekerja perempuan yang ada di tim saya untuk maju. Dengan pendampingan dari CARE, saya menyadari pentingnya memberikan support dan kesempatan bagi pekerja, khususnya pekerja perempuan. Dari 42 orang pekerja perempuan yang ada di tim saya, saat ini ada tiga yang kini sudah menjadi leader dan supervisor. Selama mereka punya kemampuan, saya selalu memberikan kesempatan bagi mereka untuk berkembang,” pungkas Dayat.

Penulis: Kukuh A. Tohari
Editor: Swiny Adestika

Dukung tingkatkan akuntabilitas 3 mitra di Kabupaten Mimika

Galeri

34 peserta perwakilan dari Yayasan Ekologi Papua (YEP), Yayasan Papua Lestari (YAPARI), dan Yayasan Rumsram mengikuti peningkatan kapasitas penggunaan laporan sebagai bahan pembelajaran untuk dukung kegiatan dan implementasi program lembaga (28-29/04).

Kegiatan ini merupakan inisiasi Yayasan CARE Peduli sebagai pendamping para mitra bersama Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK) untuk dorong peningkatan akuntabilitas para mitra lokal pada program kampung sehat di Kabupaten Mimika.

Pelatihan Kepemimpinan Bagi Anggota Forum Pemberdayaan Masyarakat di 3 Desa di Kabupaten Bandung

Galeri

49 anggota Community Development Forum (CDF) yang merupakan perwakilan pemerintah desa, manajemen perkebunan teh dan masyarakat di Desa Margaluyu, Desa Banjarsari, dan Desa Indragiri, Kabupaten Bandung ikuti pelatihan kepemimpinan dan komunikasi (11-14/04 & 30/04-01/05).

Pelatihan yang diselenggarakan Yayasan CARE Peduli dengan dukungan para mitra untuk dukung ketangguhan dan kesejahteraan masyarakat di sekitar perkebunan teh, khususnya di Kabupaten Bandung. Melalui studi kasus, peserta diajak untuk penyelesaian masalah di lingkungan sekitar hingga pelibatan masyarakat, termasuk perempuan dan anggota lainnya dalam membuat keputusan.

Perempuan Jadi Salah Satu Kelompok Paling Rentan Saat Bencana. Lalu Apa yang Seharusnya Kita Lakukan?

Cerita

Indonesia menjadi salah satu negara dengan risiko terjadi bencana alam tertinggi di dunia. Menurut data yang dikeluarkan oleh World Risk Report (WRI) tahun 2023 menyebutkan indeks risiko bencana sebesar 43,4 persen yang menempatkan Indonesia sebagai negara paling berisiko bencana nomor dua di dunia. Indonesia yang berada di Cincin Api Pasifik sehingga rentan terhadap gempa bumi, tsunami, dan letusan gunung berapi. Komnas Perempuan pada 2024 menyebutkan, perempuan menjadi salah satu kelompok yang rentan mengalami kekerasan berbasis gender saat bencana. Bahkan, menurut studi yang dilakukan UNDP pada 2010 menunjukkan perempuan lebih berisiko menjadi korban bencana dibandingkan laki-laki.

Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat sepanjang tahun 2024 terjadi 2.107 bencana yang terjadi di Indonesia. Pada 2018, BNPB mengemukakan perempuan memiliki risiko 14 kali lebih tinggi menjadi korban bencana dibandingkan laki-laki dewasa. Hal ini disebabkan insting perempuan untuk menyelamatkan keluarga serta anak-anaknya dan mengabaikan keselamatan dirinya sendiri.

Perempuan rentan mendapatkan tindak kekerasan berbasis gender saat bencana bencana. Menurut Ketua Komisi Nasional (Komnas) Perempuan Andy Yentriyanin, perempuan menjadi kelompok yang mengalami kerentanan berlapis seperti pelecehan seksual, kekerasan seksual, ketidaksetaraan saat mengkases bantuan, dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di lokasi bencana. Dilansir melalui News.republika.co.id, terjadi setidaknya 12 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di tenda pengungsian korban gempa Palu pada tahun 2019. Kekerasan berbasis gender bisa terjadi karena faktor-faktor di antaranya lokasi tidur yang tidak tertutup, tempat untuk mandi cuci kakus (MCK) yang terbuka dan tidak memadai, serta terputusnya akses ekonomi bagi korban bencana. Sehingga, hal-hal ini imanfaatkan oleh pelaku untuk melakukan tindak kekerasa kepada perempuan.

Sejatinya, Pemerintah Republik Indonesia telah menetapkan aturan yang mengatur untuk melindungi perempuan dan anak saat bencana terjadi melalui Peraturan Menteri PPPA Nomor 13 Tahun 2020 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak dalam Situasi Bencana. Selain itu, pemberdayaan perempuan harus menjadi prioritas utama dalam program pengurangan risiko bencana. Pelibatan aktif perempuan dalam proses perencanaan dan pelatihan kebencanaan akan memperkuat kapasitas mereka dalam merespons bencana, sekaligus menjadikan mereka sebagai agen perubahan di komunitas masing-masing.

Data dari UNDRR (United Nations Office for Disaster Risk Reduction) menyatakan bahwa pelibatan perempuan dalam perencanaan kebencanaan meningkatkan efektivitas respons hingga 30%. Sayangnya, menurut laporan BNPB 2022, hanya sekitar 20% perempuan terlibat aktif dalam struktur relawan kebencanaan di tingkat desa. Peningkatan kapasitas bagi perempuan melalui pelatihan untuk menghadapi jika nantinya bencana datang menjadi aspek yang penting.

Penguatan ekonomi dan kepemimpinan perempuan adalah strategi vital dalam upaya mengurangi kerentanan perempuan terhadap bencana serta memperkuat ketahanan masyarakat secara menyeluruh. Perempuan yang memiliki kemandirian ekonomi dan kepercayaan diri lebih siap menghadapi situasi darurat.

Pada 2021, laporan World Bank yang berjudul Gender Dimensions of Disaster Risk and Resilience – Existing Evidence mengemukakan, perempuan dengan keadaan ekonomi yang tidak kuat memiliki tingkat risiko kematian yang lebih tinggi akibat bencana alam. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan akses mereka terhadap informasi, sumber daya, dan dukungan sosial yang diperlukan untuk mempersiapkan, merespons, dan pulih dari bencana. Ketika perempuan memiliki sumber daya ekonomi dan suara dalam pengambilan keputusan, ketahanan komunitas meningkat secara signifikan. Keterlibatan perempuan dalam hal ini bisa membangun jejaring usaha mikro tangguh bencana, lalu dapat mengelola dana darurat komunitas, dan menjadi pelatih atau pendamping komunitas lain. Laporan UNDRR menyebutkan, partisipasi aktif perempuan dalam manajemen risiko bencana dapat mengurangi dampak kerugian hingga 20–30%.

Meningkatkan kapasitas dan pemberdayaan perempan dalam penanggulangan bencana tidak hanya melindungi perempuan, tetapi juga mengurangi risiko kekerasan berbasis gender yang sering meningkat dalam situasi krisis. Dengan memperkuat kapasitas perempuan melalui pelatihan, penguatan ekonomi, dan kepemimpinan, mereka tidak hanya mampu menghadapi bencana, tetapi juga mencegah kekerasan dan menciptakan lingkungan yang lebih aman.

Bencana yang kita ketahui terjadi di Kabupaten Sigi dan Kota Palu di Sulawesi Tengah pada tahun 2018. Tahap pemulihan dan penguatan masyarakat terutama perempuan terus dilakukan. Upaya nyata salah satunya dilakukan Yayasan CARE Peduli (YCP) bersama Karsa Institute, didukung oleh UN Women dengan pendanaan melalui KOICA, untuk penguatan ketangguhan bagi kelompok perempuan dan pemuda di Kabupaten Sigi. Pemberdayaan ekonomi perempuan, peningkatan kapasitas dan partisipasi perempuan di tingkat desa dilakukan. Kelompok Usaha Ekonomi Perempuan (KUEP) diinisiasi sebagai wadah pemberdayaan disamping penguatan pemahaman terkait kesetaraan gender yang dilakukan di Desa Ngata Baru, Pesaku, Rarampadende, Pombewe, Ramba, dan Wisolo. Pelibatan berbagai pihak termasuk instansi pemerintah terkait menjadi faktor penting dalam implementasi di Kabupaten Sigi.

Upaya kerja bersama perlu terus dilakukan untuk memastikan perempuan mendapat kesempatan, dukungan dan akses setara dalam segala kondisi, termasuk saat kondisi krisis dan bencana. Kolaborasi antara pemerintah, lembaga kemanusiaan, masyarakat serta pihak terkait lain sangat penting untuk memperkuat peran aktif perempuan sebagai agen perubahan dalam sistem kebencanaan yang lebih adil dan bebas kekerasan.

Penulis: Kukuh A. Tohari
Editor: Swiny Adestika

Sinergi Percepatan Penurunan Stunting di Sumbawa Barat: Dari PMT hingga Kebun Gizi

Cerita

Pemerintah Indonesia terus berupaya mengatasi stunting. Data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menunjukan pada bulan Januari 2025, prevalensi stunting masih berada di angka 21,5 persen. BKKBN menargetkan prevalensi stunting sebesar 18 persen pada tahun 2025.

Sejalan dengan itu, di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), upaya penurunan prevalansi stunting menuju arah yang baik. Dikutip melalui Antaranews.com, Dinas Kesehatan KSB menyampaikan, angka stunting di KSB pada tahun 2024 berada di 7,37 persen. Jumlah ini menurun jika dibandingkan tahun 2023 sebesar 10,3 persen. Masih dari Antaranews.com, Pj. Bupati Kabupaten Sumbawa Barat Julmansyah mengatakan, perempuan menjadi salah satu faktor menurunnya angka stunting di daerah tersebut. Menurutnya, program DASHAT (dapur sehat atasi stunting) yang dipelopori oleh perempuan tangguh dan terintegrasi dengan ekonomi, ketahanan pangan, dan usaha mandiri perempuan menjadi salah satu upaya untuk melindungi perempuan dan anak.

Hal yang disampaikan oleh Julmansyah menjadi komponen program yang dilakukan oleh Yayasan CARE Peduli (YCP) dalam program percepatan penanganan stunting di KSB. Muhammad Ikraman, Project Manager Yayasan CARE Peduli di KSB menjelaskan program percepatan penurunan stunting dilakukan YCP secara holistik. “Program ini tidak hanya menyentuh aspek nutrisi, tetapi juga menyasar perubahan perilaku, edukasi orang tua, dan ketahanan pangan berbasis lokal. Secara umum, semua orang tua anak yang diintervensi mengikuti kelas parenting agar mereka mampu memberikan penilaian tentang tumbuh kembang anak mereka. Termasuk juga dengan memberikan pemahaman kepada remaja tentang risiko menikah muda,” ujar Ikraman.

Ikraman menjelaskan, pemberian makanan tambahan (PMT) pemulihan menjadi komponen utama dalam penanganan stunting. Sejak 2023 hingga 2024, sebanyak 372 anak dengan kondisi stunting, 47 anak dengan kondisi wasting, dan 17 anak dengan kondisi underweight telah menerima PMT pemulihan selama 90 hari tiap periodenya tanpa jeda yang berjalan pada bulan Desember 2023 sampai Maret 2024 dan Juni sampai September 2024. Tidak hanya menyasar anak, PMT pemulihan juga diberikan pada 85 ibu hamil dengan kondisi Kekurangan Energi Kronis (KEK) selama 30 hari dalam dua periode. “Hasilnya cukup signifikan. Sebanyak 30% anak yang mendapatkan intervensi PMT pemulihan keluar dari status stunting, dan 87% lainnya mengalami peningkatan berat badan lebih dari 200 gram per bulan. Untuk ibu hamil dengan kondisi KEK, 70% berhasil keluar dari status KEK dan melahirkan bayi dengan berat badan normal,” jelas Ikraman.

Yang menarik, PMT pemulihan yang diberikan bukan makanan instan atau mahal. Justru sebaliknya, menu yang digunakan mengikuti panduan Kementerian Kesehatan dan berbahan baku lokal, sehingga bisa penyiapan menu bisa ditiru oleh keluarga. “Keterlibatan kader dapur sehat atasi stunting (DASHAT) dalam program ini sangat penting. Tidak hanya menyiapkan menu PMT pemulihan, tetapi juga mengantarkan makanan dan memonitoring menu tersebut kepada anak yang mendapatkan PMT pemulihan. Saat makanan diberikan, orang tua dari sang anak juga diberi pemahaman tentang menyipkan menu bergizi seimbang dari sumber lokal. Menu dari lokal ini menjadi pendekatan edukatif yang dilakukan YCP, bahwa makanan sehat itu terjangkau dan mudah disiapkan di rumah,” tambah Ikraman.

Perubahan Sikap Orang Tua dan Peran Kader DASHAT

Perubahan kondisi anak yang signifikan membawa dampak psikologis yang positif pada orang tua. Antusiasme mereka tumbuh seiring dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya gizi dan pola asuh. Memang, ada sebagian orang tua yang semula ragu menerima PMT pemulihan karena merasa bisa menyediakan sendiri. Namun melalui pendekatan edukatif dan kelas parenting, mereka akhirnya menerima pentingnya makanan dengan komposisi gizi seimbang. “Semua orang tua yang anaknya diintervensi mengikuti kelas parenting. Mereka belajar mengenai tumbuh kembang anak, pola asuh, dan menu makanan bergizi. Belajar pun dilakukan secara partisipatif, dengan pendekatan berbasis kasus nyata yang mereka alami,” tutur Ikraman.

Hayatun, orang tua dari Anugrah Wilka yang berusia 4 tahun dari Desa Bukit Damai yang menerima PMT pemulihan mengatakan ia cukup kesulitan dalam membuat dan memberikan makanan pada anaknya yang mengalami disabilitas down syndrome. “Dengan adanya PMT, bisa membantu anak saya makan. Saya sangat berterima kasih. Biasanya dia sulit sekali makan, sekarang dia minta makan terus. Kalau sebelumnya dia tidak bisa duduk atau berdiri tegak, dan lesu, sekarang sudah mulai lincah dan bisa duduk dengan baik,” katanya.

Perempuan berusia 44 tahun itu juga menuturkan, dirinya senang belajar bersama kader DASHAT yang berada tak jauh dari rumahnya untuk membuat menu makanan dengan gizi seimbang. “Sekarang saya sudah bisa membuat makanan seperti yang diberikan oleh DASHAT. Sekarang berat dan tinggi badan anak saya sudah sesuai dengan anak seusiannya,” ujarnya.

Kebun Gizi: Solusi Penanganan Stunting Berbasis Komunitas

Lebih lanjut, Ikraman menjelaskan, dalam rangka memastikan keberlanjutan PMT pemulihan, pelaksanaan kebun gizi yang dikelola oleh Kelompok Wanita Tani (KWT) menjadi inovasi dalam upaya penurunan prevalansi stunting. Pembuatan kebun gizi dilaksanakan di semua desa yang didampingi oleh YCP di Kecamatan Sengkokang. Pengelolaan kebun gizi di Desa Talongang Baru menjadi salah satu yang paling menonjol.

“Kebun gizi yang ada di Talonang Baru kini berhasil memenuhi kebutuhan sayur mayur untuk PMT yang dibuat oleh kelompok DASHAT desa tersebut. Keberadaan kebun gizi sangat membantu produksi PMT, karena mendapatkan sayur yang segar dengan harga yang lebih murah. Karena desa ini keberadaannya cukup jauh dan terisolir, selama ini bahan baku untuk sayur banyak dipasok dari Kecamatan Lunyuk yang masuk dalam Kabupaten Sumbawa, jadi harganya cukup mahal,” jelasnya.

Ikraman menambahkan, berkat kolaborasi yang baik antara kebun gizi dan kelompok DASHAT, saat ini Talonang Baru mengalami penurunan angka stunting yang cukup signifikan. “Kami melihat dari data Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (EPPBGM) yang dikelola oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Sumbawa Barat pada Februari 2023, angka stunting di Talonang Baru sebesar 15,38%, kemudian pada tahun Februari 2025 turun menjadi 6,29%,” jelasnya.

Peran Aktif Pemerintah Desa: Dari Anggaran hingga Regulasi

Menurut Ikraman, seluruh pemerintah desa yang menjadi area program sangat mendukung program percepatan penurunan stunting di wilayahnya masing-masing. Hal ini terbukti melalui peningkatan anggaran untuk kegiatan layanan dasar bidang kesehatan di Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDES). “Pada tahun 2024, dana untuk kesehatan APBDES pada 16 desa mengalami peningkatan dengan total kenaikan sebanyak 34 persen, yakni menjadi sekitar Rp. 5,5 miliar, dibandingkan pada tahun 2023. Khusus untuk PMT pemulihan, anggaran naik dari Rp520 juta menjadi Rp775 juta,” jelas Ikraman.

Lebih lanjut, Ikraman mengemukakan, dukungan pemerintah desa juga tidak hanya melalui pengalokasian anggaran saja, tetapi juga dengan regulasi. Salah satunya melalui pembentukan Desa Ramah Anak Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) melalui peraturan desa (perdes). “Pembentukan DRPPA bertujuan untuk memastikan kebutuhan hak asuh anak sesuai dengan peratuan perundang-undangan perlindungan anak, sehingga bisa memenuhi hak-hak yang didapatkan anak dalam tumbuh kembangnya,” imbuhnya.

Upaya kolaboratif yang dilakukan di Sumbawa Barat menunjukkan bahwa penanganan stunting perlu dilakukan dengan pendekatan holistik: dari pemenuhan nutrisi, edukasi, partisipasi komunitas, hingga dukungan regulatif. “Dukungan dan kerja bersama dari berbagai pihak seperti masyarakat, pemerintah desa dan daerah setempat, serta dari mitra YCP yakni AMMAN Mineral, menjadikan program percepatan penurunan stunting di KSB bisa menjangkau partisipan luas dan memiliki hasil serta perubahan yang baik,” pungkas Ikraman.

Penulis: Kukuh A. Tohari

Editor: Swiny Adestika