Search
Close this search box.
Youth in KSB

Anak Muda KSB Diajak Cegah Pernikahan Anak dan Stunting

Share it with others

Pada tahun 2023, UNICEF menyebutkan Indonesia menempati urutan keempat di dunia dengan jumlah anak perempuan yang dinikahkan di bawah umur 18 tahun, yakni 25,53 juta jiwa. Jumlah ini sekaligus menempatkan Indonesia pada urutan pertama sebagai negara yang memiliki kasus perkawinan anak terbersar di Asia Tenggara. Studi yang dilakukan WHO Indonesia menyatakan salah satu penyebab masalah stunting di Indonesia adalah maraknya pernikahan dini.

Menurut kabar yang disampaikan oleh rri.co.id, angka perkawinan anak di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) masih terbilang tinggi. Sehingga, keterlibatan anak muda dalam aktivitas sosialisasi mengenai kesehatan alat reproduksi dan bahaya perkawinan anak menjadi cara untuk membangun kesadaran dan pola pikir bagi masyarakat, khususnya anak

Muhammad Ikraman, Project Manager CARE Indonesia mengatakan, melibatkan anak muda melalui Forum Anak pada kampanye mencegah perkawinan anak menjadi hal yang sangat penting. “Pelibatan remaja dalam pencegahan perkawinan anak diharapkan mampu menyampaikan informasi dengan baik kepada teman sebayanya sesuai dengan bahasa gaul anak muda. Sehingga akan memicu semangat anak lain untuk mencontoh yang baik. Bulan Desember tahun lalu dilaksanakan kelas remaja di SMPN 1 Jeraweh dan SMPN 1 Sekongkang dengan total peserta mencapai 100 siswa,” katanya pada Rabu (15/1).

Ikraman menjelaskan, forum anak dibentuk karena tingginya stunting di desa dan ada beberapa anak yang hamil mengalami kekurangan energi kronis (KEK) dan mendapatkan pemberian makanan tambahan (PMT) di KSB. “Dibentuklah forum anak sebagai wadah mereka beraktifitas dan berkreasi positif untuk pencegahan stunting. Kemudian, dari Forum Anak ini dipilih anak-anak yang menjadi fasilitator anak untuk menyampaikan edukasi dan kampanye tentang kesehatan reproduksi dan bahaya pernikahan anak pada teman sebayanya,” jelasnya.

“Sampai saat ini sudah ada lima desa yang memiliki Forum Anak, yakni Desa Maluk, Pasir Putih, Mantun, Benete, dan Bukit Damai. Rencananya forum tersebut juga akan dibentuk di berbagai desa lain di Kecamatan Maluk. Untuk saat ini Forum Anak memiliki total anggota sebanyak 104 anak, dengan rincian 63 perempuan dan 41 laki-laki,” imbuh Ikraman.

Beliau mengatakan, perkawinan anak yang terjadi di KSB disebabkan karena kurangnya pemahaman remaja tentang kesehatan reproduksi dan dampak akibat perkawinan anak usia dini. “Selain itu faktor ekonomi juga mendorong masyarakat untuk mengawinkan anaknya lebih cepat. Terdapat juga anak yang menikah karena ingin keluar dari keluarganya karena tidak nyaman berada dalam keluarga,” imbuhnya.

Meiry Nasution, Health & Nutrition Specialist CARE Indonesia mejelaskan, kasus stunting yang terjadi akibat perkawinan anak bisa terjadi. “Jika anak hamil, maka alat reproduksinya belum siap untuk dibuahi dan berkembang. Sehingga akan terjadi komplikasi kehamilan, seperti pendarahan karena pinggul belum berkembang, pre-eklamsia, anemia, keguguran, lahir premature, dan berat badan lahir rendah (BBLR). Anak yang lahir BBLR, perlu perawatan dan perhatian khusus, biasanya anak remaja yang sudah memilki anak belum mengerti cara untuk perawatan bayi. Hal ini merupakan awal mula terjadinya stunting karena tidak mendapatkan asupan gizi yang baik,” jelasnya.

Lebih lanjut, beliau juga menuturkan, dampak perkawinan anak sangat buruk untuk masa depan anak-anak. “Dengan perkawinan anak, sebagian besar mereka tidak bisa meneruskan sekolahnya, tidak bisa meneruskan cita-citanya, dan harus mencari kerja untuk kebutuhan rumah tangganya. Faktor psikologi juga bisa terjadi pada anak seperti tertekan, malu, kecemasan, dan sebagainya karena punya anak di usia sekolah,” imbuh Meiry.

Meiry menjelaskan, untuk memperkuat upaya pencegahan pernikahan anak, saat ini sudah ada dua desa di Kecamatan Maluk yang mengeluarkan peraturan desa (Perdes) tentang perlindungan anak. “Saat ini Desa Pasir Putih dan Maluk telah memiliki Perdes Perlindungan Anak. Perdes ini terbit karena tingginya perkawinan anak di Maluk dan terdapat anak yang rentan, seperti bekerja di usia anak, anak yang hamil, dan tingginya kasus stunting. Keberadaan perdes itu memiliki dampak seperti perkawinan anak bisa dibatalkan, tidak ada pekerja anak yang bekerja di kafe-kafe pinggir pantai, tidak ada lagi perkawinan anak di kedua desa itu, dan orang tua membatalkan perkawinan anak,” jelasnya.

Upaya pencegahan pernikahan anak yang ada di Kabupaten Sumbawa Barat merupakan upaya multi pihak yang terdiri dari Yayasan CARE Peduli, PT Amman Mineral, dan Pemerintah Kabupaten KSB.

Rina Kartika, Bidan Pendamping Program Peduli Kesehatan Remaja mengapresiasi keterlibatan anak muda dalam upaya pencegahan pernikahan anak. Menurutnya para peserta Kelas Remaja antusias mengikuti materi dan diskusi tentang informasi dan pengetahuan yang tidak didapatkan di ruang kelas. “Kegiatan kelas remaja tentang edukasi kesehatan reproduksi untuk pencegahan pernikahan usia dini sangat bermanfaat untuk remaja. Mereka bisa mendapatkan ilmu di luar jam sekolah dan membuka berbagai wawasan baru untuk anak-anak. Saya harap ini bisa bisa berlanjut dan kita bisa berkolaborasi lagi kedepannya,” pungkas Rina.

Penulis: Kukuh A. Tohari
Editor: Swiny Adestika

Cerita Terkait Lainnya