preloader

Ubi Ungu dan Suara Jernih untuk Maju

Perempuan menjadi penggerak utama ketahanan pangan dan tak lagi ragu untuk aktif dalam sektor publik.

Mata Kause berbinar saat menunjukkan hasil panen ubi ungunya. “Tidak seperti umbi lainnya yang cuma tumbuh saat musim hujan, ubi ungu bisa tetap subur ketika musim kering,” ujar perempuan petani dari Desa Oekiu, Nusa Tenggara Timor (NTT), tersebut.

Perawatannya juga mudah berkat teknik irigasi tetes. Botol plastik bekas yang dibolongi di bagian bawah jadi kunci pengairan ubi ungu. Air mengalir perlahan ke tanah, dan botolnya cukup diisi sekali tiap tiga hingga empat hari. Ubi ungu mudah tumbuh di dataran tinggi maupun rendah, sehingga mampu menguatkan ketahanan pangan warga desa saat musim kemarau maupun sedang tak menentu. Kandungan gizinya pun tinggi.

Kause adalah anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) Moen Mese Desa Oekiu, salah satu lokasi program Mitra untuk Ketangguhan (Partners for Resilience/PfR) CARE Indonesia. Kegiatan pendampingan pertanian ubi ungu adalah bagian dari pendekatan pengelolaan risiko terpadu yang diusung PfR. Pendekatan ini dinilai tepat untuk menangani dampak krisis iklim, memperkuat manajemen dan restorasi ekosistem, serta mempromosikan investasi dan kebijakan tahan risiko dari sektor swasta, pemerintah, maupun organisasi multilateral.

NTT terpilih jadi lokasi program karena kondisinya yang sangat rentan terhadap krisis iklim. Iklim yang relatif kering membuat produktivitas tanah, ketersediaan air bersih, dan ketahanan pangan NTT rendah. Akibatnya, NTT jadi salah satu provinsi yang banyak penduduknya tergolong kurang gizi. Bahkan, lebih dari sepertiga anak berusia di bawah lima tahun di NTT berat badannya di bawah standar sebayanya.

Perempuan di NTT menghadapi beragam tantangan, mulai dari masalah pangan, sanitasi, hingga terbatasnya layanan dan infrastruktur publik. Mereka juga biasanya kebagian tugas mengambil air dan bahan bakar untuk keluarga, yang memerlukan waktu dan tenaga signifikan untuk berjalan jauh. Karena waktu tersita untuk pekerjaan domestik, perempuan sangat jarang terlibat dalam kegiatan publik seperti pertemuan warga dan forum perencanaan pembangunan.

PfR berupaya mendorong perempuan petani untuk lebih berdaya, lebih bisa mengakses informasi, dan aktif terlibat dalam proses pengambilan keputusan. Terutama, dalam keputusan yang terkait ketahanan pangan dan gizi keluarga. 

“Ubi ungu ini bisa memenuhi kebutuhan makanan kami. Kelebihan panennya bisa dijual juga di pasar, jadi kami mendapat tambahan penghasilan,” kata Yunyulita Lakilaf, juga anggota KWT Moen Mese.

Kini, telah tumbuh sekitar 1.500 pohon ubi ungu di Desa Oekiu, yang pasokan airnya cenderung terbatas. Ubi ungu jadi unsur penting untuk memperkuat ketahanan pangan warga desa.

Selain teknik menanam ubi ungu yang tepat, pemberdayaan diri juga jadi materi yang disampaikan fasilitator PfR kepada perempuan peserta program. Perempuan didorong terlibat aktif dalam proses pengambilan keputusan setempat, termasuk dalam perencanaan pembangunan, penilaian risiko, dan manajemen informasi. Sebab, upaya mengakhiri kelaparan dan kemiskinan hanya bisa berdampak optimal jika melibatkan semua pihak, termasuk perempuan.

Berkat PfR, sekarang ada lebih banyak perempuan terlibat dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) yang biasanya didominasi lelaki. Salah satunya adalah Regina, penduduk Desa Oelbiteno, Kabupaten Kupang. Dalam sesi tanya jawab Musrenbang Kabupaten Kupang, ia sigap berdiri dan mengacungkan tangan untuk bersuara.

“Saya ingin bertani, tapi desa kekurangan air saat musim tanam kedua. Saya harap pemerintah bisa membangun embung untuk menyediakan air. Selain itu, saya juga minta sekolah dasar dan jalan yang rusak di desa diperbaiki,” ucapnya.

Aspirasi Regina langsung ditanggapi oleh pemerintah, yang menyampaikan sejumlah rencana kerjanya. Embung akan dibangun dan sekolah dasar bakal diperbaiki. Dinas teknis terkait akan segera menyurvei jalan yang rusak, sedangkan pengerjaannya dilakukan bekerja sama dengan aparat desa.

Karena belum terbiasa berbicara di depan publik, perempuan tangguh yang mengikuti program PfR mengaku kadang masih canggung saat melakukannya. Ferderika Taimenas, Bendahara Kelompok Wanita Tani, misalnya. Tapi, kata Ferderika, yang penting keberanian itu sudah ada.

“Dulu kelompok ibu-ibu tidak berani berbicara begini. Biasanya kalau ada tamu, kami hanya sibuk-sibuk di dapur. Sekarang biar kaku-kaku juga sudah berani berbicara,” tuturnya sembari tersenyum.

Mitra untuk Ketangguhan (Partners for Resilience, PfR)

Tujuan: meningkatkan ketangguhan masyarakat rentan dan melindungi mata pencarian terhadap bahaya alam terkait perubahan iklim

Waktu: fase 1 2011-2015, fase 2 2016-2020

Lokasi: Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Kabupaten Timor Tengah Selatan

Jumlah penerima manfaat: 1.686 orang, 43% di antaranya perempuan

Mitra pelaksana: Circle of Imagine Society (CIS) Timor

Konsorsium: International Federation of Red Cross (IFRC)/ Palang Merah Indonesia (PMI), Red Cross-Climate Center (RCCC), Wetlands International Indonesia (Yayasan Lahan Basah), KARINA Indonesia

Pendukung dana: Kementerian Luar Negeri Belanda

REPORT ABUSE or INCIDENT
CARE Hotline:  0811-1533-220
Email :
YCP_feedback_complaint@careind.or.id

Jl. Taman Margasatwa No. 26 Blok D,
Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan
12550 Indonesia
Telephone : (021) 780 5547
email : info@careind.or.id