Search
Close this search box.
The Active Role of Women's Groups

Peran Aktif Kelompok Perempuan dalam Pengelolaan Sampah Organik Rumah Tangga Dorong Pendapatan Tambahan

Share it with others

Dilansir melalui Kompas.id, kelompok perempuan menjadi salah satu pihak yang paling terdampak atas perubahan iklim dan kerusakan lingkungan. Meski begitu, perempuan jarang mendapatkan tempat dalam forum pengambilan keputusan, termasuk dalam upaya penyelamatan lingkungan. Pengelolaan sampah organik rumah tangga di Indonesia menjadi salah satu hal yang harus diperhatikan dengan seksama dalam perlindungan lingkungan. Menurut data yang dikeluarkan oleh Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), pada tahun 2023, jumlah timbunan sampah di Indonesia berjumlah sekitar 40 juta ton per tahun.
Menurut data Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Depok, pada tahun 2023 setiap hari terdapat 900 hingga 1.000 ton sampah dibuang di TPA Cipayung, Depok. Kemudian, merujuk pada data dari SIPNS, Kabupaten Musi Banyuasin menghasilkan sekitar 103.000 ton sampah pada tahun 2024 dengan sampah yang terkelola berjumlah sekitar 43 ribu ton.
Agus Tri Wahyono, Program Manager Yayasan CARE Peduli (YCP) memandang, perempuan dapat memiliki peran penting dalam keterlibatan pengelolaan sampah organik rumah tangga. Menurutnya, pemberdayaan pada kelompok perempuan seperti yang sudah dilakukan YCP di Kota Depok dan Kabupaten Musi Banyuasin berdampak baik. “Dengan memberikan pendampingan dan pelatihan mengelola sampah organik rumah tangga dengan budi daya manggot dari lalat Black Soldier Fly (BSF), kelompok perempuan di Musi Banyuasin dan Depok jadi lebih berdaya. Terlebih lagi, keterlibatan perempuan dalam pengelolaan sampah organik rumah tangga bisa memberikan tambahan pemasukan bagi keluarga,” ujar Agus.
Lebih lanjut Agus menjelaskan, pelatihan pengelolaan sampah organik rumah tangga yang dilakukan di Kota Depok menekankan pada penguatan pelibatan kelompok mayoritas perempuan di tingkat RT dan RW. “Pelatihan pengelolaan sampah organik pada rumah tangga dengan maggot dilaksanakan dalam 10 kali. Tiap pelatihan mempunyai dua sesi yang tiap sesinya diberikan pelatihan terkait literasi keuangan keluarga yang melibatkan perempuan dan laki-laki dalam rumah tangga, pengenalan gender secara umum serta penjelasan budidaya maggot dan manfaatnya,” katanya.
Agus menambahkan, partisipasi aktif kelompok ditekankan pada pengelolaan sampah organik rumah tangga serta peningkatan kapasitas terkait literasi keuangan rumah tangga yang responsif gender, dilihat dari adanya potensi ekonomi yang bisa dihasilkan dari budidaya maggot). “Sejak Desember 2024 sampai Januari 2025, peserta dampingan YCP telah mengelola sebanyak 29.772 kg sampah organik rumah tangga. Dengan rata-rata peserta berhasil mengolah satu sampai dua kilogram sampah untuk dijadikan pakan maggot. Melalui budidaya tersebut, total uang yang berhasil dikumpulkan oleh seluruh peserta sebanyak Rp6.025.000 yang berasal dari hasil penjualan maggot,” ujarnya.
Arniah Purwanti, salah satu peserta pelatihan asal Kecamatan Tapos, Kota Depok mengatakan tertarik untuk mengikuti pelatihan pengelolaan maggot karena bisa mendatangkan keuntungan secara ekonomi. Sebelumnya ia menemui kesulitan untuk menjual maggot yang dikembangkannya. Menurutnya, dengan adanya program pengelolaan sampah organik yang dilaksanakan oleh YCP, ia dapat mengetahui tempat untuk menjual maggot yang dipeliharanya. “Saya lihat di media sosial kalau maggot bisa dijual. Tapi ternyata pemasarannya itu susah banget. Nah kalau sekarang kan sudah tahu tempat untuk jual maggotnya. Jadi ya lebih mudah,” ujar Arin.
Nursinaini, anggota Kelompok Usaha Ekonomi Perempuan (KUEP) Perempuan Mandiri yang ada di Desa Sido Mulyo, Musi Banyuasin mengatakan kelompoknya terlibat aktif dalam pengelolaan sampah organik rumah tangga menggunakan maggot. “Kami melakukan pengelolaan sampah organik rumah tangga yang berasal dari enam keluarga. Sampah yang dikelola terdiri dari sisa makanan, buah, dan sayuran,” jelasnya.
Menurut Nursinaini, KUEP Perempuan Mandiri juga aktif memberikan edukasi kepada masyarakat yang tinggal di sekitarnya. “Masyarakat sekitar juga diajarkan untuk membiasakan diri memilah sampah sampah organik dan anorganik. Sampah rumah tangga yang dikumpulkan diolah untuk pengembangan budi daya maggot BSF. Sebagian maggot juga digunakan sebagai pakan ternak ayam KUB yang dikelola anggota KUEP,” pungkasnya.

Penulis: Kukuh A. Tohari
Editor: Swiny Adestika

Cerita Terkait Lainnya