Search
Close this search box.

Anyaman Lidi Sawit Berkelanjutan: Inovasi Pewarna Alami Gambo Muba Meningkatkan Nilai Jual

Berita

Getah tanaman gambir, yang berasal dari Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Sumatera Selatan, menghasilkan warna earth-tone, seperti abu-abu, coklat, emas, dan gradasi warna tanah. Pewarna alami ini dikenal sebagai gambo Muba dan digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan batik khas Muba melalui metode jumputan (BPS Muba, 2023). Kini, gambo Muba mulai diaplikasikan pada anyaman lidi sawit oleh perempuan anggota Kelompok Usaha Ekonomi Perempuan (KUEP).

Muji Utami, anggota dari KUEP Mandiri Peduli di Desa Karya Maju, Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) menyampaikan antusiasmenya mempelajari pewarnaan alami untuk produk anyaman yang ia buat, dalam pelatihan Peningkatan Kualitas Produk Anyaman Lidi Sawit yang diselenggarakan Yayasan CARE Peduli (YCP/CARE di Indonesia) dalam program Pemberdayaan Perempuan pada Komunitas Kelapa Sawit (10-12/6).

“Menggunakan tanaman gambir untuk pewarna anyaman jadi hal baru buat kami. Kami belajar mengaplikasikan pewarna alami ke anyaman lidi sawit, sehingga karya yang dihasilkan sangat cantik dan berkualitas,” ujar Muji. Menurutnya, pewarna alami ini memberikan keunikan dalam menciptakan motif baru dan kombinasi warna khas Muba.

Muji bersama 19 perwakilan KUEP lainnya dari Desa Cipta Praja, Desa Karya Maju, Desa Sri Mulyo, Desa Banjar Jaya, dan Desa Bumi Kencana, mendapatkan pelatihan penyegaran teknik dasar seperti pemilihan lidi sawit berkualitas sebagai bahan baku anyaman. Tidak hanya itu, memperdalam keterampilan menganyam dengan membuat variasi produk seperti anyaman talang, lampion, mangkuk besar, keranjang buah, dan tempat sampah juga didapatkan. ”Saya merasa perlu berlatih lebih keras lagi untuk mencapai hasil anyaman dari lidi sawit yang maksimal. Pelatihan ini memberikan inspirasi baru buat saya,” ujar Muji.

Senada dengan Muji, Sri Anggaraini, anggota KUEP Perempuan Mandiri Sejahtera (PERMATA) dari Desa Cipta Praja juga menyampaikan kegembiraannya mengikuti pelatihan. Menurut Sri, ilmu yang diperoleh selama pelatihan ini, seperti pewarnaan alami gambo Muba dan teknik variasi anyaman  akan ia sebarkan kepada anggota lainnya di masing-masing desa. “Setelah pelatihan ini, perwakilan dari KUEP PERMATA akan membagikan pengetahuan ini kepada seluruh anggota KUEP. Kami berharap, dengan pengetahuan yang kami peroleh, nilai jual kerajinan akan meningkat dan pesanan akan semakin banyak,” ujar Sri.

Selama setahun usaha anyaman lidi sawit berjalan, empat KUEP dari 4 desa yang didampingi YCP, berhasil memproduksi 2.000 anyaman lidi sawit. Hasil produksi anyaman dijual dan mendapatkan pendapatan sebesar 13 juta Rupiah.

Agus Tri Wahyuono, Program Manager YCP mengungkapkan bahwa dengan adanya peningkatan kapasitas dan inovasi gambo Muba diharapkan dapat meningkatkan nilai jual dan daya saing produk anyaman di pasar global. ”Banyak potensi yang dapat dikembangkan, seperti pemanfaatan gambo Muba yang menjadi pembeda karena tanaman gambir merupakan tumbuhan endemik yang hanya tumbuh di daerah Muba. Hal ini memberikan nilai tambah dan daya saing bagi produk tersebut untuk dijual di pasar lokal, nasional, maupun global,” tuturnya.

Lebih lanjut Agus menyampaikan, program pengembangan produk anyaman dari lidi sawit bukan hanya soal keuntungan yang dihasilkan, melainkan juga penguatan peran perempuan-perempuan di Kabupaten Muba yang dapat memanfaatkan lidi sawit dan gambo untuk menghasilkan manfaat ekonomi serta pengelolaan sumber daya alam yang mendukung kelestarian lingkungan. ”Selama satu tahun ke depan, program ini akan terus berlanjut dengan memanfaatkan dan mengolah kembali hasil dari alam agar berkelanjutan,” pungkas Agus.

Penulis: Nurainy Darono

Editor: Swiny Adestika

Perkuat sinergi, tim CARE Indonesia adakan sesi berbagi

Berita

Steve Jobs pernah berkata, “Great things in business are never done by one person, they’re done by a team of people”. Perkataan tersebut tidak hanya menjadi panutan namun juga diimplementasikan dalam penguatan tim di Yayasan CARE Peduli (YCP) atau CARE Indonesia. Sejalan dengan nilai Kesempurnaan yang menjadi landasan penting, upaya untuk meningkatkan kinerja dan pembelajaran tim selalu dilakukan, salah satunya melalui pengayaan dengan sesi berbagi.

“Senang sekali semua bisa mengikuti sesi kita di siang hari ini. Kita semua pasti sudah pernah mendengar gender equality, gender equity dan gender justice. Tapi apakah teman-teman mengetahui bagaimana perwujudan dari istilah tersebut yang menjadi menjadi fokus kerja kita atau tidak. Nah, sebelum lebih jauh membahas program yang sedang berjalan, kami ingin rekan-rekan exercise dulu dalam kelompok, ya,” ujar Awalia Murtiana, Program Manager Yayasan CARE Peduli (YCP / CARE Indonesia) membuka Brown Bag Lunch (BBL) (20/6), yang menjadi sesi berbagi untuk tim YCP sekaligus ajang membangun sinergi.

Partisipasi aktif tim YCP dalam aktivitas kelompok menambah seru kegiatan BBL. Setelah menyampaikan hasil diskusi tiap kelompok, sesi dilanjutkan dengan penjelasan dari ketiga istilah tersebut diatas dan sharing dari pelaksanaan program penguatan gender equity pada pekerja perempuan di industri garmen yang tengah diimplementasikan di Semarang dan Sukabumi.

“Pelaksanaan program Target Gender Equity Framework atau yang kami sebut TGEF ini menjadi program inovatif yang mengedepankan co-creation serta smart mix solution dengan pelaku usaha di industri garmen. Pelibatan aktif pihak perusahaan membuat upaya implementasi gender equity di tempat kerja semakin kuat, meskipun dalam perjalanan program pasti ada tantangannya,” ujar Awalia.

Pembelajaran istilah gender dan implementasi dalam program dibagikan Awalia dan Yohana Tantriana sebagai Project Manager, kepada tim YCP dan mendapat banyak tanggapan serta masukan. Diskusi selama 90 menit berjalan hangat sembari diselingi makan siang bersama.

Dr. Abdul Wahib Situmorang, CEO YCP / CARE Indonesia menyampaikan, sesi berbagi ke sesama tim di internal YCP menjadi kunci untuk penguatan rasa memiliki dan akselerasi kerjasama tim. “BBL ini selanjutnya tidak hanya untuk sharing tentang program yang berjalan, tapi juga bisa untuk berbagi tips dan trik, misalnya terkait publikasi dan komunikasi. Kita upayakan sesi informal seperti ini terus dilakukan,” pungkasnya.

Penulis: Swiny Adestika