Search
Close this search box.

Kelompok Nelayan Perempuan Desa Serawet, Minahasa Utara: Semangat Menjaga Mangrove Sebagai Sumber Pendapatan

Share it with others

Ombak kecil berkejaran di pesisir Desa Sarawet, Kecamatan Likupang Barat, Sulawesi Utara. Di antara riuh suara laut, Wisye Sambangu bersiap mendayung sampan ke area penanaman mangrove. Hal ini dilakukan Wisye untuk menjaga kawasan mangrove yang menjadi tempat hidup kepiting dan ikan yang menjadi sumber penghasilannya. Bersama delapan perempuan lainnya, Wisye aktif merawat mangrove di pesisir, sambil mengelola usaha kelompok yang mereka bangun secara mandiri.

“Kami ingin penghasilan bertambah, tapi juga menjaga laut agar tetap lestari. Maka dari itu kami bergabung dengan KUEP (Kelompok Usaha Ekonomi Perempuan) untuk belajar tentang pengelolaan keuangan dan mencari peluang usaha lainnya,” ujar Wisye dengan senyum hangat.

Menurut Wisye, dukungan yang ia dapat dari KUEP memberi mereka kesempatan untuk belajar, berorganisasi, dan berdaya. Sejak bergabung dalam KUEP Rhizopora aktivitas Wisye tidak hanya berkisar pada urusan rumah tangga, ia juga menjadi bagian penting dalam menjaga alam sekaligus memperkuat ekonomi keluarganya.

Wisye menambahkan, sebelum bergabung dengan KUEP, perempuan di desanya sudah sering menanam mangrove secara sukarela tanpa dukungan dana. Dengan semangat yang lebih tinggi, kini KUEP Rhizopora menurut Wisye, mulai membangun sistem simpan pinjam. Mereka sepakat untuk patungan sehingga terkumpul Rp 4 juta sebagai modal awal, sambil menunggu dukungan dana dari KUEP, yang jadi bukti kemandirian lahir dari kemauan kuat, bukan sekadar bantuan luar. 

Wisye menuturkan, semakin baik kondisi mangrove, semakin melimpah hasil laut yang mereka peroleh. Menurutnya, menanam mangrove bukan hanya tentang menjaga alam. Ini tentang menanam harapan akan laut yang lestari, keluarga yang sejahtera, dan masa depan perempuan pesisir yang lebih tangguh.  “Kami ini nelayan perempuan, kalau mangrove rusak, kepiting dan ikan juga makin sulit didapat,” tuturnya.

Semangat yang sama disampaikan Yeni Ahad, rekan Wisye di KUEP Rhizopora. Yeni menyampaikan, kelompoknya kini telah memiliki satu unit perahu dan alat tangkap kepiting hasil dukungan program. Perahu itu mereka gunakan untuk mencari bibit mangrove, membawa mangrove untuk ditanam, dan melaut mencari kepiting serta ikan di dekat ekosistem mangrove.

“Dulu kami harus pinjam perahu orang lain, sekarang tidak lagi karena sudah ada bantuan perahu untuk kelompok. Bantuan ini sangat membantu aktivitas kami, karena kami tidak perlu lagi meminjam perahu milik orang lain untuk membawa bibit mangrove, mencari ikan, dan kepiting. Harapannya, dengan adanya bantuan alat tangkap dan perahu, hasil tangkapan kami saat melaut bisa meningkat. Nantinya, hasil tangkapan kelompok ini akan dijual ke pengepul untuk dikirim ke Kota Manado,” ujar Yeni dengan bangga.

Renee Picasso Manopo, Climate Resilience and Humanitarian Portofolio Manager CARE Indonesia menejelaskan, program pemberdayaan perempuan pesisir dan perlindungan ekosistem mangrove ini merupakan bagian dari upaya CARE Indonesia dan Yayasan Bumi Tangguh, dengan dukungan Asian Venture Philanthropy Network (AVPN), untuk memperkuat ketangguhan masyarakat di kawasan pesisir Minahasa Utara. 

“Targetnya akan ada 50.000 bibit mangrove ditanam di tiga desa yakni Desa Palaes, Sarawet, dan Minaesa untuk memulihkan ekosistem pesisir dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pelibatan dan penguatan kelompok perempuan dalam program ini kami harapkan tidak hanya mampu memperkuat peran perempuan dalam pelestarian kawasan mangrove tapi juga meningkatkan ekonomi dan mengurangi beban perempuan sehingga mereka bisa turut membantu menambah pendapatan rumah tangga dari lokasi sekitar rumah mereka,” pungkas Renee.

 

Penulis: Kukuh A. Tohari

Editor: Swiny Adestika

Cerita Terkait Lainnya