Sebuah Catatan Perjalanan
Di Desa Sukamanah yang ada di Kecamatan Pengalengan, Kabupaten Bandung, terdapat sebuah dapur kecil yang menjadi harapan besar: Dapur Sehat Atasi Stunting (DASHAT). DASHAT merupakan program yang digagas oleh BKKBN yang bertujuan menurunkan angka stunting di Indonesia dengan berbasis pemberdayaan masyarakat. Wadah ini dimanfaatkan dengan baik oleh kelompok perempuan untuk bergerak dalam upaya medukung penurunan stunting.
gabungan dari posyandu, KB, dan PKK, yang bahu-membahu membagi tugas dalam menjalankan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Pemulihan kepada anak dengan kondisi stunting, wasting dan underweight serta ibu hamil dengan kondisi Kurang Energi Kronik (KEK). Berbagai tugas dibagi dengan rata, seperti ada yang membeli bahan, mengelola dana, memasak, mengantar makanan ke penerima. Bahkan ada yang memantau dan meastikan penerima PMT benar-benar menghabiskan makanannya. Mereka juga melakukan pencatatan dan evaluasi rutin agar perkembangan anak dan ibu hamil dengan kondisi KEK penerima PMT dapat terpantau dengan seksama serta detail.
Para kader perempuan bekerja tidak sendirian. Mereka mendapat dukungan kuat dari pemerintah desa, baik dalam hal fasilitasi maupun legitimasi kegiatan. Para suami mereka pun turut mendukung, membantu dari belakang layar agar para kader bisa fokus menjalankan tugas di dapur. Kombinasi dukungan keluarga dan desa ini membuat DASHAT berjalan dengan lancar dan berkelanjutan.
Kader dashat tidak hanya memahami perihal resep dan komposisi makanan. Tetapi mereka juga mengenal satu per satu anak dan ibu hamil dengan KEK yang menerima menu PMT. Menu tidak dibuat seragam, melainkan disesuaikan dengan kondisi masing penerima, seperti anak yang alergi makanan laut atau ibu hamil yang membutuhkan tambahan protein. Bahkan, terkadang ada keluarga yang meminta variasi rasa agar anak lebih lahap. Semua itu dikerjakan dengan satu tujuan sederhana, makanan sehat benar-benar dimakan dan dihabiskan, bukan sekadar dibagikan.
Kader juga memantau dinamika sosial. Jika ada anak lain yang mencoba ikut makan menu PMT, kader akan memberi penjelasan kepada keluarganya jika menu itu khusus diberikan kepada anak yang membutuhkan karena telah disesuaikan dengan kebutuhan gizinya. Dengan cara ini, DASHAT bukan hanya menjadi dapur, tetapi juga ruang pendidikan sosial yang menumbuhkan kesadaran dan solidaritas keluarga.
DASHAT di Pengalengan tidak berdiri sendiri. Ia terhubung dengan kebun gizi untuk sayuran, budidaya ikan untuk protein, dan pengelolaan sampah organik dengan maggot dari lalat Black Soldier Fly yang kemudian digunakan sebagai pakan ayam. Telurnya kembali masuk ke menu sehat. Inovasi ini memberi kebanggaan tersendiri bagi para kader. Mereka bahkan tampil dalam lomba makanan sehat, memperkenalkan hidangan yang memadukan standar gizi dengan kearifan pangan lokal.
Cerita serupa terlihat di Kabupaten Sumbawa Barat di Nusa Tenggara Barat dan Kabupaten Nagekeo di Nusa Tenggara Timur. Di sana, DASHAT juga dikaitkan dengan kelas pengasuhan, kelas gender, dan kelas keterlibatan laki-laki. Ayah ikut belajar peran mereka dalam mendukung gizi keluarga, ibu-ibu berdaya mengelola usaha kecil berbasis pangan, sementara anak-anak belajar pola makan sehat. Di Nagekeo, pangan lokal dari kebun sekolah dan kelompok tani perempuan memperkaya menu DASHAT, sehingga keluarga tidak hanya bergizi, tetapi juga mandiri.
Sering muncul asumsi bahwa skala besar lebih mudah dikontrol dan lebih terstandar. Namun pengalaman ini membuktikan bahwa standar gizi tetap terjaga meski berbasis komunitas. Menu empat bintang yang terdiri dari karbohidrat, protein hewani, protein nabati, dan sayuran atau buah-buahan dalam satu hidangan disusun sesuai standar dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia. Menu yang disajikan tetap disesuaikan dengan selera dan budaya lokal agar PMT benar-benar habis dimakan. Kontrol dilakukan bukan dari jauh, melainkan langsung oleh kader perempuan yang mengenal setiap sasaran dengan baik.
Pendekatan ini adalah inovasi CARE Indonesia yang memodifikasi konsep yang telah ada di pemerintah, dengan menggabungkan kerangka kader PKK, posyandu, dan KB dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPA) dengan pedoman gizi dari Kemenkes.
Melalui dukungan dan kolaborasi dari LPS Berbagi, BNI, AMMAN program ini berjalan dengan baik. Dukungan dan keterlibatan aktif dari pemerintah daerah, pemerintah desa, para suami kader, dan mitra lokal membuat upaya ini menjadi model intervensi yang tidak hanya sesuai regulasi nasional, tetapi juga efektif di tingkat masyarakat.
Pelajaran penting dari pengalaman ini, pemberian makanan tambahan tidak cukup diukur dari jumlah porsi, melainkan dari dampak nyata pada anak dan keluarga. Dengan pendekatan komunitas yang dipimpin perempuan, DASHAT menjadi pintu masuk perubahan perilaku, inovasi pangan lokal, dan pemberdayaan ekonomi keluarga. Sehingga hal ini menjadi sebuah jalan efektif menuju graduasi kemiskinan.
Penulis: CEO CARE Indonesia, Dr. Abdul Wahib Situmorang