Isu kesetaraan gender dalam dinamika dunia industri di Indonesia masih menjadi hal yang terus digalakan. Tingkat Kekerasan Berbasis Gender (KBG) pada pekerja pabrik di Indonesia masih cukup tinggi. Menurut data yang dikeluarkan oleh Komnas Perempuan, sepanjang tahun 2024 Catatan Tahunan Kekerasan terhadap Perempuan (CATAHU) mencatat telah terjadi KBG sebanyak 2.702 kasus kekerasan terhadap perempuan pekerja. Studi yang dikeluarkan oleh UN Women dan Organisasi Ketenagakerjaan Internasional (ILO) pada tahun 2019 menunjukkan, pekerja yang tidak memahami konsep kesetaraan gender cenderung tidak menyadari atau menormalisasi Kekerasan Berbasis Gender dan Kekerasan Seksual (KBG-KS) maupun diskriminasi lainnya di lingkungan kerja.

Yohanna Tantria, Project Manager Yayasan CARE Peduli (YCP) mengatakan, salah satu penyebab kurangnya pemahaman para pekerja pabrik tentang kesetaraan gender karena minim mendapatkan peningkatan kapasitas pemahaman tentang isu-isu gender di tempat kerja dan pentingnya menciptakan ruang aman di lingkungan kerja.

“Isu gender belum menjadi hal prioritas yang penting ditangani di tempat kerja karena kuatnya budaya patriarki. Sehingga perempuan pekerja masih bekerja dalam lingkungan yang tidak mendukung kepemimpinan perempuan, normalisasi kekerasan berbasis gender,” ujarnya.

Lebih lanjut Yohanna menjelaskan, dukungan dari manajemen perusahaan untuk meningkatkan pemahaman kesetaraan gender bagi pekerja menjadi hal yang harus dilakukan. Bahkan, menurut penelitian yang disampaikan oleh ILO, perusahaan yang menghormati hak-hak pekerja termasuk kesetaraan gender akan meningkatkan profit perusahaan sebesar lima sampai sepuluh persen.

“Praktik bisnis yang menghormati hak asasi manusia, termasuk kesetaraan gender dan kondisi kerja yang adil, dapat meningkatkan produktivitas pekerja, mengurangi pergantian karyawan, dan meningkatkan loyalitas serta reputasi perusahaan. Selain itu, perusahaan yang menerapkan standar HAM cenderung lebih dipercaya oleh konsumen dan investor,” imbuhnya.

Yohana menegaskan membangun kesetaraan gender bagi pekerja pabrik menjadi hal yang sangat penting. Menurutnya, kesetaraan gender di tempat kerja bisa dilakukan dengan pendekatan yang holistik mulai dari penguatan dan membangun kesadaran individu, membangun kesadaran dan aksi kolektif, hingga menguatkan kebijakan atau regulasi perusahaan.

“Mengubah budaya dan pola pikir di tempat kerja bukanlah hal yang mudah. Namun, perusahaan dapat mengambil beberapa langkah konkret untuk menciptakan tempat kerja yang lebih responsif gender dan aman dari kekerasan berbasis gender dengan rutin mengadakan pelatihan dan edukasi tentang kesetaraan gender, membentuk kebijakan yang responsif gender, dan mendukung kepimimpinan perempuan,” tambahnya.

Senada dengan itu, Muhammad Zainudin, Quality Control PT. Glory Industrial Semarang Demak mengatakan, memberikan pemahaman tentang kesetaraan gender kepada pekerja pabrik menjadi hal yang sangat penting untuk meniadakan Kekerasan Berbasis Gender dan Kekerasan Seksual (KBG-KS). “Pelatihan dan pemberian materi tentang kesetaraan gender itu sangat penting. Dari pelatihan yang kami terima, salah satunya pelatihan dari CARE Indonesia, para pekerja di sini semakin paham jika mewujudkan ruang aman bagi pekerja perempuan sangat penting. Dulu ada pekerja laki-laki yang menganggap mencolek pekerja perempuan adalah hal biasa, tapi sekarang kami semua tahu jika itu bisa mengarah pada kekerasan berbasis gender,” katanya.

Menurut Zainudin, dukungan dari pekerja dan manajemen kepada korban menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan jika terjadi kasus KBG-KS. “Kita mencoba untuk menerapkan aturan zero tolerance. Jadi ketika ada kejadian kekerasan, tidak boleh ada toleransi untuk pelaku. Kemudian menyediakan dan menginformasikan kepada pekerja perempuan untuk saluran pelaporan,” tegasnya.

Kemudian, menurut Dayat, Supervisor Produksi PT. Dasan Pan Pasific Indonesia menjelaskan, adanya Lembaga Kerja Sama (LKS) Bipartit dan satuan tugas (Satgas) penanganan KBG-KS menjadi salah satu upaya untuk menciptakan ruang aman bagi pekerja perempuan. Hal ini dapat memberikan kesempatan pagi pekerja perempuan untuk terus berkembang lebih jauh lagi. “Saya sebagai bagian dari LKS-Bipartit dan juga tim satgas penanganan KBG-KS selalu mendukung pekerja perempuan yang ada di tim saya untuk maju. Dengan pendampingan dari CARE, saya menyadari pentingnya memberikan support dan kesempatan bagi pekerja, khususnya pekerja perempuan. Dari 42 orang pekerja perempuan yang ada di tim saya, saat ini ada tiga yang kini sudah menjadi leader dan supervisor. Selama mereka punya kemampuan, saya selalu memberikan kesempatan bagi mereka untuk berkembang,” pungkas Dayat.

Penulis: Kukuh A. Tohari
Editor: Swiny Adestika